Rupiah Menguat ke 14.089 per Dolar AS Ditopang Perkembangan Vaksin Covid-19

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.089 per dolar AS hingga 14.100 per dolar AS.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Des 2020, 10:20 WIB
Diterbitkan 11 Des 2020, 10:20 WIB
Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menunjukkan uang rupiah di penukaran uang, Jakarta, Senin (9/11/2020). ). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS) bergerak menguat pada perdagangan Jumat ini. Penguatan ini ditopang oleh perkembangan vaksin Corona Covid-19.

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/12/2020), rupiah dibuka di angka 14.100 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan sebelumnya yang ada di angka 14.105 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus menguat ke 14.091 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.089 per dolar AS hingga 14.100 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,63 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.102 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.130 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat berpeluang menguat ditopang perkembangan vaksin Covid-19.

"Vaksin yang mulai mendapatkan persetujuan otoritas harusnya bisa membantu penguatan aset berisiko termasuk rupiah," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Jumat (11/12/2020).

Pfizer dilaporkan tinggal menunggu persetujuan resmi "BPOM" AS, Food and Drug Administration ( FDA), setelah komite penasihat FDA memberikan lampu hijau.

Sementara itu, Inggris, Kanada, dan Bahrain sudah lebih dulu menyetujui vaksin Pfizer.

"Selain itu, pelaku pasar masih menunggu kabar persetujuan stimulus fiskal AS yang juga bisa menopang harga aset berisiko," ujar Ariston.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat di kisaran 14.050 per dolar AS hingga 14.150 per dolar AS.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

BI Prediksi Rupiah Bakal Terus Menguat

Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Jakarta, Senin (9/11/2020). Rupiah dibuka di angka 14.172 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.210 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencermati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat. Hal ini didukung oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar rupiah pada 18 November 2020 menguat sebesar 3,94 persen point to point dibandingkan dengan level akhir Oktober 2020.

 

"Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan sebelumnya sebesar 1,74 persen point to point atau 0,67 persen secara rata-rata dibandingkan dengan tingkat September 2020," jelasnya dalam sesi teleconference, Kamis (19/11/2020).

Menurut dia, selain karena peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik, penguatan rupiah juga terjadi seiring dengan turunnya ketidakpastian pasar keuangan global, seeta persepsi positif terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik.

Dengan perkembangan ini, Perry mencatat, rupiah sampai dengan 18 November 2020 terdepresiasi sekitar 1,33 persen secara year to date jika dibandingkan akhir 2019 lalu.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berlanjut seiring dengan levelnya yang secara fundamental masih undervalued," ujar Perry

"Hal ini didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko di Indonesia yang menurun, dan likuiditas global yang besar," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya