Pemerintah Disarankan Fokus Tangani Kesehatan daripada Ekonomi

Ekonomi menyarankan agar Pemerintah lebih fokus untuk memulihkan sektor kesehatan ketimbang sektor ekonomi di tahun 2021 ini.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Jan 2021, 12:40 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2021, 12:12 WIB
FOTO: Bus Sekolah Evakuasi Pasien COVID-19 ke Wisma Atlet
Tenaga kesehatan memberi dokumen kepada pasien COVID-19 sebelum dipindahkan ke Wisma Atlet di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta, Senin (28/12/2020). Sebanyak 14 pasien COVID-19 dipindahkan menggunakan bus sekolah ke Wisma Atlet guna penanganan lebih lanjut. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Acuviarta Kartabi, Pengamat Keuangan Digital menyarankan agar Pemerintah lebih fokus untuk memulihkan sektor kesehatan ketimbang sektor ekonomi di tahun 2021 ini.

Aldrin menjelaskan, Pemerintah Indonesia pada 2020 lebih fokus kepada sektor kesehatan dan sektor ekonomi (50:50). Sehingga mengakibatkan kasus covid-19 terus naik.

“Artinya, jika kita sudah fokus ke sektor kesehatan berarti opportunity cost atau biaya yang dikeluarkan itu akan lebih sedikit. Kalau sekarang kita lihat opportunity cost itu meningkat, termasuk Bansos karena ketidakpastian (Covid-19) sangat tinggi sehingga opportunity cost juga tinggi,” kata Kurtabi dalam Konferensi Press Hasil Webinar Akbar Digital Economy & Business Outlook 2021, Selasa (19/1/2021).

Akibat yang ditimbulkan adalah opportunity cost meningkat untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan biaya penanggulangan lainnya. Selain itu, lamanya penanganan dampak pandemi covid-19 ini membuat Indonesia kehilangan opportunity investment.

“Mestinya kalau kita lebih cepat menanggulangi sektor kesehatan. maka lebih cepat juga kita mendapatkan opportunity atau kesempatan orang untuk berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya situasi pandemi covid-19 yang berlarut larut ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin terkontraksi. Oleh karena itu diperlukan ketegasan dalam hal pemilihan-pemilihan prioritas.

“Kita dengar semua bahwa pemerintah baik di pusat maupun di daerah menggunakan strategi injak rem dan gas, itu artinya mereka menggunakan 50 persen untuk sektor Kesehatan, dan  50 persen untuk sektor ekonomi. Tapi tidak efektif,” jelasnya.

Apabila pada awal pandemi covid-19 Pemerintah Indonesia memprioritaskan sektor kesehatan, mungkin opportunity cost Indonesia tidak akan sebanyak sekarang. 

Dia menegaskan kembali agar di tahun 2021 ini Pemerintah lebih fokus pada sektor kesehatan pada 2 kuartal pertama. Kemudian untuk sektor ekonomi bisa difokuskan pada 2 kuartal terakhir di tahun 2021.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

OJK Prediksi Ekonomi Indonesia Minus 2 Persen di kuartal IV 2020

FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III 2020 Masih Minus
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski membaik, namun pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 masih tetap minus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2020 terkontraksi hingga -2 persen.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, angka pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan perbaikan dari kuartal II dan kuartal III meskipun masih minus.

"Kami harapkan kuartal IV tidak terlalu jelek, konsensus yaitu minus sekitar 1 sampai 2 persen," ujar Wimboh dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2020 secara virtual, Jumat (15/1/2021).

Pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi RI terkontraksi -5,32 persen. Angkanya membaik di kuartal III 2020 meskipun masih minus -3,49 persen.

Sementara pada 2021, Wimboh memproyeksi ekonomi domestik bakal tumbuh 5 persen. Pertumbuhan dan tak lepas dari pemulihan ekonomi yang semakin terlihat, di samping vaksin Covid-19 yang sudah mulai didistribusikan per Rabu (13/1/2021) lalu.

Kemudian, kredit perbankan diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5 persen yoy sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB). Dana Pihak Ketiga diperkirakan akan tumbuh solid di rentang 11 persen yoy.

Sementara itu, penghimpunan dana di pasar modal tahun 2021 diperkirakan akan meningkat kembali sebagaimana sebelum pandemi yakni dikisaran Rp 150 triliun hingga Rp 180 triliun yang didukung akan maraknya penerbitan surat utang sebagai implikasi dari likuiditas global yang masih memadai dan berlanjutnya tren suku bunga rendah.

Sejalan dengan kredit perbankan, piutang industri perusahaan pembiayaan diperkirakan juga akan menunjukkan pertumbuhan positif di tahun 2021 seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat yang kembali pulih di kisaran 4 persen (yoy).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya