Tak Bisa Sendiri, Indonesia Butuh Mitra Bangun Industri Kendaraan Listrik Berbasis Baterai

Pemerintah lewat 4 perusahaan BUMN-nya sedang merencanakan pembangunan industri kendaraan listrik berbasis baterai dari hulu ke hilir.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Feb 2021, 20:03 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2021, 20:03 WIB
Konvoi Kendaraan Listrik Sambut Formula E 2020
Mobil BMW i8 Roadster, i8 Coupe dan BMW i3s mengawal konvoi mobil listrik jelang jadwal pelaksanaan balap mobil listrik atau Formula E 2020 di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Konvoi kendaraan listrik berlangsung dari GBK menuju Monas. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mengatakan kemitraan menjadi kunci dalam membangun bisnis kendaraan listrik berbasis baterai. Kemitraan yang dicari bukan hanya perusahaan yang memiliki modal secara finansial, melainkan juga teknologi yang terintegrasi.

"Perlu kerja sama dengan perusahaan yang punya teknologi dan memberikan sumber daya investasi di electric voltage battery terintegrasi," kata Pahala dalam BUMN Media Talk berjudul EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia, secara virtual, Jakarta, Selasa (2/2/2021).

Sebagaimana diketahui, pemerintah lewat 4 perusahaan BUMN-nya sedang merencanakan pembangunan industri kendaraan listrik berbasis baterai dari hulu ke hilir. Empat perusahaan tersebut yakni PT Aneka Tambang, PT Mind ID, PT Pertamina Power Indonesia, PT PLN.

Pahala menuturkan pengaruh industri kendaraan listrik berbasis baterai ini diperkirakan akan tumbuh luar biasa di tahun 2027.

Industri yang membutuhkan pendanaan hingga USD 25 miliar akan menciptakan puluhan ribu tenaga kerja dari hulu ke hilir.

"Mengenai pengolahan ataupun upaya eksplorasi, dananya tentu miliaran dolar karena harus mengolah produk turunan ke fasilitas smelting dan refinery, ini perlu miliaran dolar," tuturnya

"Apalagi bangun pabrik buat katod sebelum baterai cell dan pack perlu puluhan miliar," sambung Pahala.

Proyek ini mustahil bisa dibangun tanpa adanya kemitraan. Sebab semua bahan bakunya berasal dari bijih nikel yang sudah ada dan digunakan di Indonesia.

Maka, Indonesia harus menjadi bagian dari mata rantai global supply chain. Alasannya karena Indonesia memiliki prospek cemerlang dalam pengembangan kendaraan listrik.

"Jadi strateginya pastikan semua BUMN betul-betul bisa kerjasama dan juga pastikan jangan ada pihak-pihak yang bisa pecah BUMN ini, makanya kita jadikan satu konsorsium," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini

Minat Gabung Proyek Baterai Kendaraan Listrik Indonesia, Ini Target Tesla

Mobil Listrik GIIAS 2019
Teknologi fast charging pada mobil listrik BMW i8 Roadster dipamerkan dalam GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Konsumsi bahan bakar gabungan dalam siklus pengujian kendaraan plug in hybrid adalah 47,6 km/liter, ditambah 14.5 kWh energi listrik per 100 km. (Liputan6.com/FeryPradolo)

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Industri Electric Vehicle Battery (EVBattery), Agus Tjahajana, menyinggung soal beberapa calon mitra holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah bendera Indonesia Battery Holding (IBH). Salah satunya adalah perusahaan kendaraan listrik asal Amerika Serikat (AS), Tesla.

Tesla menyatakan minatnya menjadi mitra baru-baru ini, sehingga pihaknya masih mempelajari apa yang diinginkan Tesla.

"Mengenai Tesla sama seperti LG, kita sedang dalam tahap negosiasi. Kita sedang mencari dan ingin mengetahui ketertarikan Tesla apa," kata Agus dalam diskusi virtual EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia, pada Selasa (2/2/2021).

Menurut Komisaris Utama MIND ID itu, Tesla menunjukkan ketertarikan terhadap sistem penyimpanan energi (Energy Storage System/ESS).

"Salah satu yang kami tanggap itu, Tesla ingin masuk ke ESS," sambungnya.

Sementara mengenai LG, perusahaan asal Negeri Ginseng itu meminta agar ketersediaan bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik dapat terjamin di Indonesia. Persyaratan ini juga untuk memastikan investasi LG tidak akan sia-sia nantinya.

"LG ingin selama dia produksi maka bahan bakunya ada, dan saya kira itu sesuatu yang wajar. Karena semua mitra itu takutnya 10 sampai 20 tahun sudah habis, jadi mereka ingin memastikan bahan baku cukup supaya investasi tidak sia-sia," jelas Agus.

Saat ini ada tujuh calon mitra untuk menjadi investor selain Tesla dan LG, termasuk Samsung dan Contemporary Amperex Technology (CATL). Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD 13,4 miliar hingga USD 17,4 miliar untuk mengembangkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik secara terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya