Awas, Sanksi Administrasi Menanti Bagi Pelanggar Bidang Kelautan dan Perikanan

KKP akan melaksanakan amanat UU Cipta Kerja untuk mengenakan sanksi administrasi bagi pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2021, 20:15 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2021, 20:15 WIB
Ikan tuna dan cakalang. (Dok KKP)
Ikan tuna dan cakalang. (Dok KKP)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk mengenakan sanksi administrasi bagi pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan. Pelaksanaan ini dituangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri tentang Pengenaan Sanksi Administratif Bidang Kelautan dan Perikanan.

Pemberian sanksi administratif ini dilakukan untuk memenuhi aspek keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Sehingga sanksi yang diberikan berupa pengenaan denda administrasi.

"Dengan adanya perubahan paradigma melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini, maka pendekatan sanksi administrasi akan lebih didorong, termasuk melalui pengenaan denda administrasi," kata Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Antam Novambar di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Senin (26/4).

Antam menegaskan perubahan paradigma ini merupakan upaya untuk membangun sektor kelautan dan perikanan untuk tumbuh lebih baik dari sebelumnya.

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Bidang Perekonomian, Elen Setiadi menyampaikan konsepsi sanksi dalam Undang-Undang Cipta Kerja diarahkan pada upaya perbaikan agar kesalahan yang bersifat administratif tidak diproses melalui penyelesaian pidana. Hal tersebut juga dilakukan untuk sektor lainnya juga, bukan hanya kelautan dan perikanan.

"Ada 291 Pasal yang mengubah rumusan pengenaan sanksi dalam UU Cipta Kerja dengan lebih mendorong pengenaan sanksi administrasi," kata Elen.

Senada, Inspektur Jenderal KKP, Muhammad Yusuf yang mengatakan penerapan sanksi administrasi ini lebih mengedepankan prinsip keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan di sektor kelautan dan perikanan. Hal ini penting mengingat sektor kelautan dan perikanan ini terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak.

"Tujuannya tentu agar prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan ini dapat dicapai dalam penerapan sanksi," jelas Yusuf.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perubahan Paradigma

KKP Dorong Ekspor Hasil Tangkap Ikan Nelayan Tradisional
Nelayan menurunkan ikan hasil tangkapan laut di Muara Baru, Jakarta, Kamis (29/3). Untuk mendorong ekspor komoditas perikanan KKP akan memberikan bantuan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pakar hukum, Yunus Husein pun menyambut positif perubahan paradigma yang memberikan ruang bagi pengenaan sanksi administrasi. Kata dia, bila pemidanaan yang selalu didorong, hal tersebut akan kontra produktif dengan upaya pembinaan dan pembangunan nasional.

Selain itu, Yunus menekankan pentingnya pengenaan sanksi administratif bukan hanya mendatangkan keadilan bagi pelaku usaha saja. Tetapi juga untuk mencegah efforts dan sumber daya yang terbuang dalam melaksanakan sistem pemidanaan perikanan.

"Ini menjadi alternatif dalam upaya meningkatkan kepatuhan, artinya tidak selalu semua harus dengan pidana yang akan menyusahkan pelaku," ungkap Yunus.

Adapun Plt. Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto menjelaskan ada empat kelompok jenis pelanggaran yang dikenakan sanksi administrasi. Antara lain pelanggaran ketentuan perizinan berusaha di sektor kelautan dan perikanan, pelanggaran pemanfaatan ruang laut, pelanggaran ketentuan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) dan pelanggaran ketentuan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman.

"Bentuknya sanksinya diantaranya peringatan/teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan/pencabutan perizinan berusaha, penghentian sementara kegiatan dan pelayanan umum, pencabutan/pembatalan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi laut, pembekuan/pencabutan Surat Penyedia SPKP, dan pembekuan/pencabutan surat keterangan aktivasi transmitter (SKAT)," Eko menjelaskan.

Konsultasi publik yang dihadiri oleh lebih dari 500 peserta, baik secara luring dan daring ini bertujuan memperoleh masukan masyarakat, guna penyempurnaan rancangan Peraturan Menteri sebelum disahkan dan diundangkan. Peserta yang hadir didominasi oleh pelaku usaha baik sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan, pemanfaatan ruang laut dan penyedian jasa VMS.

Selain itu konsultasi publik juga dihadiri oleh institusi penegak hukum antara lain TNI AL, Polri, Pengawas Perikanan, Polsus PWP3K dan juga Dinas Kelautan dan Perikanan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya