DPR Khawatir Tax Amnesty Jilid II Timbulkan Banyak Pengemplang Pajak

Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati meminta, kepada pemerintah untuk membatalkan rencana pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Mei 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2021, 16:00 WIB
20161101-Tax-Amnesti-ITC-Glodok-AY4
Petugas menunjukan sosialiasi program tax amnesty di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/11). Dalam sosialisasi itu, Dirjen Pajak mengajak para pedagang dan pelaku UMKM untuk ikut serta program tax amnesty. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati meminta, kepada pemerintah untuk membatalkan rencana pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Pemerintah harusnya mempertimbagkan dan melihat wajib pajak yang patuh honest tax payer.

Dia mengatakan, pembayar pajak yang patuh tentu akan merasa kecewa karena tidak merasa diuntungkan dengan adanya kebijakan yang kembali diulang ini. Nantinya, tingkat kepatuhan pajak di masa mendatang juga akan menurun seiring dengan mudahnya pemerintah menggulirkan tax amnesty.

“Selain kecewa, pembayar pajak yang jujur juga takut bahwa pendapatan negara yang hilang akibat tax amnesty akan menjadi beban pajak untuk mereka di masa yang akan datang. Hal ini bisa mendorong para pembayar pajak yang jujur untuk ikut melakukan pengemplangan," tegas Anis kepada wartawan, Jumat (21/5).

Menurutnya sekarang ini justru bukan saat tepat untuk melakukan tax amnesty. Jangan sampai tax amnesty jilid kedua ini membuat rakyat kembali tercederai rasa keadilannya, sebagaimana pernah terjadi pada mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak yang seolah diabaikan dengan kebijakan tax amnesty 2016 lalu.

Ketika tax amnesty dirancang, pemerintah setidaknya memiliki tiga sasaran utama. Pertama, kebijakan tersebut diharapkan dapat menambah pendapatan perpajakan di Indonesia sehingga dapat sedikit menutup defisit anggaran.

Kedua, kebijakan ini dapat menarik dana dari luar negeri. Ketiga, kebijakan ini diharapkan dapat memperluas basis perpajakan di Indonesia yang pada akhirnya dapat meningkatkan tax ratio Indonesia.

Terkait dengan sasaran pertama, Anis yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mengungkap, pemerintah menargetkan tambahan pendapatan pajak sebesar Rp165 triliun dari kebijakan ini. Bahkan, pada awalnya jumlah tersebut merupakan tambahan pendapatan perpajakan untuk tahun 2016.

Akan tetapi, target tersebut dijadikan target selama program pengampunan pajak berjalan. Angka terakhir menunjukkan bahwa jumlah uang tebusan yang masuk hanya sebesar Rp135 triliun, atau hanya 81 persen dari target yang sudah dicanangkan.

“Melesetnya target tersebut tentu berimplikasi ke APBN yang sedang berjalan. Apabila angka tersebut sudah dimasukkan sebagai target pendapatan, maka ketika tidak tercapai, kekurangan sebesar Rp30 triliun harus ditambal, baik melalui penambahan defisit (utang) maupun mengurangi pos belanja,” kata Anis.

Mengenai sasaran kedua, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mengingatkan, pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu menyatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak ini penting untuk menarik dana-dana orang Indonesia yang disimpan di luar negeri.

Awalnya, pemerintah menyatakan terdapat sekilat Rp11.000 triliun dana yang tersimpan di luar negeri. Angka ini kemudian diturunkan, sehingga mendekati perkiraan illicit fund Indonesia yang dihitung oleh World Bank, yaitu sebesar Rp4000 triliun.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dana Repatriasi

20161101-Tax-Amnesti-ITC-Glodok-AY3
Para petugas melayani konsultasi pedagang terkait program tax amnesty di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/11). Setelah pengusaha besar ikut tax amnesty, kini pemerintah menargetkan pelaku UMKM untuk ikut dalam program ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Data terakhir menunjukkan bahwa dana repatriasi hanya mencapai Rp147 triliun, atau hanya sekitar 4 persen dari potensi yang ada. Rendahnya dana repatriasi disebabkan oleh sejumlah hal.

"Pertama, waktu yang diperlukan untuk mencairkan aset yang berbentuk fisik. Kedua, tarif repatriasi dan deklarasi luar negeri hanya selisih 1-2 persen. Hal tersebut menjadi insentif seseorang untuk sekedar mendeklarasikan asetnya di luar negeri, tanpa perlu membawa dana tersebut kembali ke Indonesia,” paparnya.

Terakhir, terkait sasaran ketiga yaitu basis pajak, Anis menyatakan bahwa parameter ini pada dasarnya belum dapat dibuktikan. "Itu karena kita harus melihat tax ratio Indonesia pada tahun 2017 untuk melihat seberapa besar dampaknya. Akan tetapi perlu diingat bahwa sejumlah penelitian empiris menunjukkan bahwa kebijakan tax amnesty tidak akan berpengaruh besar terhadap tax ratio,” pungkas legislator dapil DKI Jakarta I itu.

Seperti diketahui, sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan segera membahas aturan terbaru mengenai tax amnesty.

Aturan pengampunan pajak itu termasuk dalam materi Revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Pemerintah berharap tax amnesty kedua itu segera disetujui oleh pihak legislatif, mengingat telah masuk dalam Prolegnas Tahun 2021 ini.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya