Liputan6.com, Jakarta - Pandemi covid-19 belum juga mereda. Bahkan di Indonesia jumlah kasus positif terus melonjak dan mencetak rekor baru. Pemerintah pun menyiapkan beberapa skenario untuk menahan laju penyebaran, salah satunya dengan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat atau PPKM Darurat hingga 6 minggu.
"PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Kerja Bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, pada Senin 12 Juli 2021.
Baca Juga
Untuk diketahui, pemerintah telah menetapkan kebijakan PPKM Darurat untuk daerah Jawa dan Bali yang belaku mulai 3 juli 2021 hingga 20 Juli 2021. Selain itu, 15 daerah di luar Jawa juga ikut menyusul diberlakukan PPKM Darurat mulai 12 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021.
Advertisement
Skenario perpanjangan PPKM Darurat tersebut tentu akan sangat berdampak ke tingkat konsumsi masyarakat sehingga menekan pertumbuhan ekonomi.
Dengan kondisi saat ini, Sri Mulyani melihat bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal III diprediksi melambat ke 4 persen hingga 5,4 persen secara year on year.
Sri Mulyani melanjutkan, belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terus diperkuat untuk merespons dampak negatif peningkatan kasus Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia.
PPKM Darurat memang cukup efektif untuk menahan laju penyebaran pandemi Covid-19. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, sudah ada beberapa perubahan dengan adanya kebijakan tersebut.
"Beberapa perubahan baik yang kami kerjakan nampak sudah mulai muncul," tulis Luhut dalam akun instagramnya @luhut.pandjaitan, pada Senin 12 Juli 2021.
Dikatakan Luhut, pengendalian mobilisasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan kebijakan PPKM Darurat. Penerapan protokol kesehatan yang ketat di lapangan juga memberikan dampak yang signifikan. Termasuk juga vaksinasi massal masyarakat.
Luhut berharap penurunan mobilitas masyarakat dapat membuat laju penyebaran Covid-19 akan ikut turun minimal di bawah 30.000 kasus per hari. Sebab, penambahan kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir mencapai 33.000 hingga 38.000.
"Tapi tingkat kesembuhan kita lihat meningkat banyak," katanya.
"Kami berharap minggu depan sudah mulai, mungkin kalau semua berjalan kita disiplin, akan mulai flattening. Atau mulai akan merata dan kita harap nanti cenderung akan terkendali," tambah Luhut.
Baru Sebatas Skenario
Namun perpanjangan PPKM Darurat tersebut memang masih sebatas skenario. Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi menegaskan, pihaknya belum memiliki rencana memperpanjang PPKM Darurat.
"Belum ada rencana perpanjangan PPKM Darurat. Namun kita akan cermati perkembangan penurunan laju penyebaran kasus. Kita masih fokus PPKM Darurat saat ini dan bagaimana menurunkan mobilitas," ujar Jodi saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (13/7/2021).
Jodi menjelaskan, pemerintah sudah mempersiapkan prioritas utama untuk penanganan tingginya kasus Covid-19.
Pertama, mengusahakan tersedianya kecukupan oksigen bagi seluruh daerah dengan memaksimalkan pasokan oksigen dari perusahaa-perusahaan nasional di Indonesia. Apabila tidak cukup, pemerintah memilki opsi untuk melakukan impor oksigen.
"Selain itu penambahan TT (tempat tidur) Intensif dan ICU menjadi sangat penting hari ini. Pemerintah meminta agar TT intensif dan ICU tersedia 40-50 persen dari seluruh TT yang ada di RS seluruh Jawa Bali," kata Jodi.
Kemudian, pemerintah juga akan segera membangun RS lapangan dengan memaksimalkan seluruh gedung milik pemerintah yang sedang diidentifikasi Oleh Kapuskes TNI dan Kapusdokes Polri dengan melibatkan peran Kemenkes.
Lalu ketersediaan obat-obatan juga terus diupayakan. Jodi mengatakan, sampai dengan hari ini beberapa jenis obat memang cukup tersedia.
"Hanya saja beberapa item yang langka seperti actemra dan tocilizumab yang masih terus kami cari barangnya dan kami jg sudah menyiapkan opsi impor untuk membantu ketersediaan obat ini," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perlu Dipertimbangkan untuk Dijalankan
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi menyebut, perpanjangan PPKM Darurat perlu dipertimbangkan. Apalagi melihat kondisi sekarang. Fasilitas kesehatan, baik puskesmas dan rumah sakit pun penuh dengan pasien Covid-19.
"Untuk perpanjangan PPKM Darurat sendiri kan pasti melihat beberapa indikator, seperti kepatuhan protokol kesehatan maupun jumlah kasus. Sekarang ini, jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 bbertambah melebihi 40.000 sehari," jelas Adib saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (13/7/2021).
"Kemudian kita lihat Bed Occupancy Rate (BOR), jumlah pasien Covid-19 juga masih banyak. Melihat kondisi ini, saya kira masih perlu PPKM Darurat. Ini (skenario perpanjangan PPKM Darurat) sebuah upaya yang perlu dipertimbangkan," tambah dia.
PPKM Darurat, menurut Adib Khumaidi merupakan upaya mengurangi laju penularan Covid-19. Hal ini juga bertujuan mengurangi beban rumah sakit dan tenaga kesehatan.
"Sekali lagi, PPKM Darurat untuk mengurangi laju penularan Covid-19. Ini juga mengurangi beban kondisi sekarang mengingat kita punya keterbatasan tenaga medis, peralatan, perlengkapan medis, dan oksigen," kata Adib, yang juga Ketua Tim Mitigasi PB IDI.
"Dalam hal ini, kita berupaya pencegahan. Upaya skenario perpanjangan PPKM Darurat harus benar-benar diperhitungkan. Intinya, mengurangi laju penularan dengan cara menjalankan pembatasan mobilitas."
Sedangkan ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman lebih menyoroti pada implementasi PPKM Darurat yang terbilang masih buruk.
“Penerapan PPKM ini konteks sih sudah, tapi masalahnya adalah di implementasinya, konsistensinya, di komitmennya dan kualitas dari penerapannya,” kata Dicky.
Ia memberi contoh, pengetesan (testing) belum naik dan belum mengarah pada target yang ditetapkan. Ini menjadi salah satu kelemahan penerapan PPKM Darurat selama ini.
“Kita bagus di kertas, buruk di implementasi. Ini berbahaya dan bicara testing serta tracing itu strategi yang sangat fundamental, itulah yang menyebabkan kita sekarang ini memburuk baik di kasus positif maupun kasus kematiannya,” ujarnya.
Melihat keadaan tersebut, Dicky mengimbau agar Indonesia segera memperbaiki yang “bolong” terutama dari sisi 3T (testing, tracing, dan treatment).
“Jadi yang bolong ini terutama perbaiki 3T-nya, setidaknya 500 ribu (tes) dilakukan secara merata dan itu standar, belum ideal, di situasi kita sekarang ini harusnya sampai 1 juta.”
Tekan Kasus Covid-19 hingga 10 Ribu Per Hari
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Dedy Permadi, menyatakan PPKM Darurat diharapkan bisa menekan jumlah kasus penularan harian Covid-19 hingga 10 ribu kasus pada Agustus 2021 nanti. Saat ini, rata-rata penambahan kasus harina berada di atas 30 ribu.
“Perlu ditekankan bahwa pemerintah tetap mempertahankan angka testing dan tracing yang tinggi, yaitu 4 kali lipat dibandingkan masa sebelum PPKM Darurat. Sehingga yang didapat nanti adalah angka konkret, yaitu kasus harian yang betul-betul menurun, yang mengindikasikan turunnya tingkat penularan,” ujar Dedy saat menyampaikan perkembangan terkini terkait dengan implementasi PPKM Darurat, Senin (12/7/2021).
Untuk mencapai angka 10 ribu per hari tersebut, perlu menurunkan mobilitas masyarakat sampai dengan 50 persen. “Tidak cukup 30 persen seperti di awal tahun saat kita menekan lonjakan kasus akibat libur Natal dan tahun baru,” tegas Dedy.
Berdasarkan laporan mobilitas masyarakat yang dilakukan melalui pemantauan satelit dan berbagai sumber lain, menunjukkan rata-rata pergerakan ke kantor menurun pada kisaran 30 persen. Sedangkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum turun 40 persen. Angka penurunan tersebut perlu terus diperbesar.
Dedy menyebutkan, Koordinator PPKM Darurat yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah meminta kepada pemerintah daerah untuk terus mengejar target tersebut. Jika target bisa tercapai maka PPKM Darurat bisa berakhir pada 20 Juli 2021, tidak perlu diperpanjang.
Advertisement
Dampak Buruk
Ekonom sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, perpanjangan PPKM darurat memiliki banyak dampak, di antaranya menurunnya daya beli masyarakat dan menimbulkan PHK massal.
“Perpanjangan PPKM darurat punya dampak ke menurunnya minat masyarakat untuk berbelanja, gelombang perusahaan yang pailit akan meningkat, khususnya di sektor retail, transportasi, dan pariwisata,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Selasa (13/7/2021).
Tak dimungkiri, kata Bhima, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tak bisa dihindari. Padahal sebelumnya, perusahaan dari Januari hingga Juni sudah mulai melakukan rekrutmen karyawan. Namun, rencana tersebut berubah lantaran perusahaan perlu melakukan efisiensi demi bertahan, salah satunya dengan PHK.
“Dari Januari-Juni sebenarnya perusahaan sudah mulai lakukan rekrutmen karyawan, tapi rencana ini akan berubah total karena perusahaan harus lakukan efisiensi untuk bertahan. Sementara itu, pemerintah harus bantu mencegah terjadinya PHK massal,” ujarnya.
Menurut dia, untuk mencegah terjadinya PHK massal, dia menyarankan agar pemerintah mengeluarkan bantuan subsidi upah sebesar Rp 5 juta per pekerja selama perpanjangan PPKM darurat berlaku.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, jika skenario perpanjangan dijalankan maka akan sangat memukul pusat perbelanjaan atau mal.
Alphon menyebutkan, akan terjadi banyak PHK dan juga diperkirakan bakal ada ada penyewa yang menutup usahanya.
"Jika ternyata PPKM Darurat diperpanjang sampai dengan 6 minggu maka tentunya akan sangat memberatkan bukan hanya pusat perbelanjaan saja, tapi juga seluruh dunia usaha," ujar dia.
Menurut perhitungannya, jumlah PHK akibat PPKM Darurat yang diperpanjang bisa mencapai 30 persen dari seluruh pegawai mal. Itu artinya, sebanyak 84 ribu pekerja mal terancam dipecat jika kebijakan itu jadi diterapkan.
"Jumlah karyawan pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia ada sekitar 280 ribu orang (tidak termasuk karyawan penyewa/tenant ). Potensi yang dirumahkan atau terkena PHK sekitar 30 persen," paparnya.
Secara jumlah pendapatan, Alphon meneruskan, perpanjangan PPKM Darurat hingga 6 pekan bisa bikin seluruh pengusaha mal merugi lebih dari Rp 5 triliun.
Penolakan juga disampaikan pedagang pasar. Mereka mengaku jika pendapatan saat ini telah anjlok. PPKM yang diperpanjang dinilai akan semakin menekan usahanya.
"Penurunan pendapatan 70 persen, 90 persen bahkan ada yang tutup. Rata-rata 70 persen. Kita sedang perbaiki karena mereka (pedagang pasar) kekhawatirannya sangat besar," ujar Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri.
Senada dengan Abdullah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan, PPKM darurat yang diperpanjang menambah beban para pedagang pasar.
Pihaknya tengah berdiskusi dan menyiapkan antisipasi jika PPKM darurat diperpanjang. "Ampun, sekarang saja kawan-kawan sudah menjerit karena tidak ada income dan harus cari makan, beberapa malah sudah banyak yang melelang aset (untuk) pulang kampung," kata Ngadiran.
Ancaman PHK
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, perpanjangan PPKM Darurat dikhawatirkan akan berdampak pada ledakan PHK, di mana ancaman PHK ini sudah menggaung di berbagai sektor usaha.
"Tentu kita khawatir akan ancaman ledakan PHK karena sudah banyak perusahaan yang mengajak berunding dengan serikat pekerja untuk program pengurangan karyawan," ujar Said.
Said mengatakan, selama sepekan PPKM Darurat ini sudah ada pekerja yang telah dan akan dirumahkan dengan ketidakpastian upah yang diterima.
"Juga, tingkat penularan Covid-19 di klaster perusahaan sudah di angka 10 persen, ada juga yang meninggal. Persoalannya, para buruh tidak punya uang lebih untuk membeli vitamin dan obat saat isolasi mandiri," jelasnya.
Oleh karenanya, Said meminta agar tidak ada pelanggaran terhadap hak buruh jika PPKM Darurat ini akan diperpanjang.
Sudah Terlambat
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat tidak efektif mencegah penyebaran virus covid-19, khususnya varian baru atau delta.
“Menurut saya tetap tidak efektif, bagaimana mau efektif kalau pergerakan masih tinggi di luar, karena tempat bekerja masih buka. Ketika tempat kerja masih buka bagaimana kita bisa mengurangi pergerakan orang di luar,” kata Agus kepada Liputan6.com, Selasa (13/7/2021).
Dia menegaskan, sebelumnya telah memperingatkan Pemerintah untuk melakukan karantina wilayah secara total atau lockdown pada awal pandemi covid-19. Namun, lockdown tidak dilakukan yang akhirnya virus covid-19 semakin menyebar dan tidak selesai hingga kini.
“Saya sudah mengingatkan beratus-ratus kali, kalau lockdown itu pengawasannya mudah, tapi tidak dilakukan. Saya Mazhabnya bukan PPKM melainkan lakukan karantina total tapi itu di awal, sekarang sudah terlanjur dan tambah sulit, karena sudah kelamaan sehingga masyarakat bosen,” ujarnya.
Kendati begitu, Agus tidak melarang Pemerintah jika memang ingin memperpanjang PPKM darurat. Hanya saja kebijakan tersebut akan sulit dijalankan ketika masih ada beberapa sektor kegiatan seperti tempat kerja yang masih beroperasi.
“Kalau perpanjangan PPKM ditempuh pemerintah silakan. Jika tempat bekerja belum ditutup pasti sulit, mungkin bisa tapi lama dan perlu cost, sementara struktur sosial kita sudah lelah,” imbuhnya.
Testing dan Tracing Tak Berjalan Baik
Di sisi lain, Agus menyebut testing dan tracing yang dilakukan Pemerintah dinilai tidak berjalan dengan baik. Namun, jika kedua hal itu saat ini dilakukan maka diprediksi akan ada kenaikan kasus covid-19 di atas 50 ribu kasus.
“Kalau testingnya benar maka akan ada kenaikan kasus covid-19 di atas 50 ribu. Kalau ini jumlah kasusnya di atas 50 ribu maka nakesnya akan kesulitan, ditambah kini sulit mendapatkan oksigen. Jadi sekarang publik menyediakan oksigen sendiri, seharusnya kan negara,” katanya.
Dampaknya, tekanan dari berbagai dunia sudah dirasakan, dimana beberapa negara sudah melarang Warga Negara Indonesia (WNI) masuk ke negaranya, karena adanya peningkatan kasus covid-19 di Indonesia.
“Dari awal saya katakan selesaikan pandeminya, baru ekonominya. Sekarang ada tekanan dunia, negara satu persatu sudah melarang warga Indonesia masuk ke negaranya,” pungkasnya.
Advertisement