OJK Sebut Likuiditas Berlebih Beri Beban Berat ke Perbankan

OJK ingin industri perbankan segera menyalurkan likuditas dengan mendorong pertumbuhan kredit baru.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2021, 13:40 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2021, 13:40 WIB
Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta - Likuiditas yang ketat menjadi musuh industri perbankan. Namun likuiditas yang sangat longgar atau berlebih juga menjadi masalah tersendiri bagi industri perbankan.  

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menjelaskan, likuiditas perbankan selama pandemi Covid-19 sangat berlebih. Dengan longgarnya likuiditas ini bisa menimbulkan beban tersendiri bagi bank.

"Selama ini likuiditas berlebih nih, likuiditas di sisi lain bisa menimbulkan beban bagi bank," ujarnya dalam webinar IDX, Selasa (21/9/2021).

Anung ingin industri perbankan segera menyalurkan likuditas yang menumpuk tersebut. Diantaranya mendorong pertumbuhan kredit baru dengan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi nasional.

"Oleh karena itu harus ada outlet segera yang untuk disalurkan. Bank saya kira sudah tidak sabar untuk itu," tutupnya. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Likuiditas Cukup

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Ketua Dewan OJK Wimboh Santoso, meminta agar industri perbankan tidak khawatir terhadap ketersediaan likuiditas. Sebab, sejauh ini likuiditas masih mencukupi, terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang ada di perbankan.

"Likuiditas tidak terlalu khawatir karena DPK sudah tumbuh double digit, bahkan angka di September 12,88 persen," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (12/11/2020).

Wimboh menjelaskan, pertumbuhan DPK yang tinggi merupakan wujud dari kebijakan yang akomodatif dari kebijakan fiskal dan moneter. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan adanya ekspansi di sektor keuangan yang terlihat dari pertumbuhan DPK.

"Seluruh BUKU mengalami kenaikan besar di DPK. Hanya BUKU I yang mengalami penurunan, tapi ini bukan karena quality, tapi ada konversi dari BUKU I ke BUKU II. Tidak ada permasalahan critical soal ini," ungkapnya.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya