Ombudsman Temukan 5 Potensi Maladministrasi Tata Kelola Pupuk Bersubsidi

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebutkan jika potensi pertama terkait penentuan kriteria dan syarat petani penerima pupuk bersubsidi.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Nov 2021, 17:04 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2021, 17:04 WIB
Stok Pupuk Non Subsidi
Stok Pupuk Non Subsidi (dok: Pupuk Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman menemukan 5 potensi maladministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi. Kondisi ini berdampak terhadap buruknya perencanaan dan kisruh penyaluran sarana produksi pertanian tersebut hingga ke tingkat petani.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebutkan jika potensi pertama terkait penentuan kriteria dan syarat petani penerima pupuk bersubsidi.

"Saat ini tak diturunkan dari rujukan undang-undang yang mengatur secara langsung (mengenai) [pupuk]( 4718392 "") bersubsidi,” ujar dia melansir Antara di Jakarta, Selasa (30/11/2021).

Adapun rujukan yang dimaksud ialah UU Nomor 19 tahun 2003 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.

Kemudian UU No. 22 tahun 2019 tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan, dan UU No. 25 tahun 2009 terkait pelayanan publik.

Potensi kedua terkait pendataan petani penerima pupuk bersubsidi dilakukan setiap tahun dengan proses yang lama dan berujung pada ketidakakuratan pendataan.

Hal ini dinilai berdampak pada buruknya perencanaan dan kisruhnya penyaluran pupuk bersubsidi.

Kemudian terbatasnya akses bagi petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi serta permasalahan transparansi terhadap proses penunjukan distributor dan pengecer resmi.

Kemudian, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dengan prinsip 6T. Yaitu tepat jenis, tepat waktu, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.

“Kelima, belum efektifnya mekanisme pengawasan pupuk bersubsidi sehingga belum tertangani secara efektif berbagai penyelewengan dan penyaluran pupuk bersubsidi ini,” ungkap Yeka.

Dalam mendiagnosa perbaikan dan tata kelola ini, Ombudsman menilai dari sudut pelayanan publik bahwa petani itu harus dimuliakan, dilayani dengan baik, dan dipermudah segala perkara yang membuat mereka rumit. Subsidi seharusnya mudah diawasi dengan penggunaan dan optimalisasi teknologi informasi.

 

Kartu tani

Kementan Tegaskan Alokasikan Pupuk Subsidi Menyesuaikan Data BPN
Pupuk. (Merdeka.com/Imam Buchori)

Bagi Ombudsman, penerapan kartu tani T-Pubers (Penebusan Pupuk Bersubsidi) merupakan random act of digital yang akan menghambat proses transformasi digital.

“Transformasinya berlangsung, tetapi tidak optimal. Selalu ada masalah, inilah yang kita rasakan,” katanya

Dengan itu, diperlukan utilitasi teknologi dengan keharusan proses integrasi data yang serba mudah sehingga ke depannya kartu tani harus didorong menjadi kartu tani digital.

Menurut Ombudsman, subsidi juga harus dipertanggungjawabkan sehingga partisipasi publik perlu didorong untuk bersama-sama mengawasi proses penyaluran pupuk tersebut.

“Musyawarah desa sebagai instrumen dalam menetapkan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani) dan perlunya lembaga khusus pengawas pupuk bersubsidi merupakan hal baru yang akan disarankan dalam perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi ini,” ucap Yeka.

Adanya berbagai potensi maladministrasi didasari lima tipologi masalah dan hambatan yang ditemukan Ombudsman dalam tata kelola program pupuk bersubsidi berdasarkan hasil telaah deteksi awal serta penulusuran informasi.

Pertama ialah sasaran petani atau kelompok tani penerima pupuk bersubsidi, lalu terkait akurasi data penerima pupuk bersubsidi, selanjutnya mengenai mekanisme distribusi.

Hambatan yang keempat ialah terkait efektivitas penyaluran dan terakhir tentang mekanisme pengawasan distribusi dan penyaluran pupuk bersubsidi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya