Pengamat Maritim: Praktik Mafia Terjadi di Luar Pelabuhan

Inefisiensi di pelabuhan hanya terjadi 1-2 persen. Efisiensi itu justru perlu dilakukan di luar pelabuhan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 19 Des 2021, 20:30 WIB
Diterbitkan 19 Des 2021, 20:30 WIB
Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Maritim Siswanto Rusdi menilai ada misleading terkait isu mafia pelabuhan yang sekarang mengemuka. Menurut dia, kasus mafia pelabuhan lebih banyak terjadi di luar, bukan di dalam pelabuhan.

Siswanto menjelaskan, pasca melakukan merger pada Oktober 2021 lalu, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo dikepung isu mafia pelabuhan. Kemenko Kemaritiman dan Investasi, KPK, hingga Jaksa Agung bahkan sudah menurunkan tim intel.

"Padahal berkali-kali sudah terbukti, korupsi itu sudah berkali kali terbukti terjadi di luar pelabuhan. Mafia itu adanya di luar pelabuhan. Sebetulnya lebih tepat disebut mafia pengurusan kargo oleh pihak ketiga yang mewakili shipper. Kalau di dalam pelabuhan sudah mengalami perubahan," kata Siswanto dalam keterangan tertulis, Minggu (19/12/2021).

Dia melaporkan, inefisiensi di pelabuhan hanya terjadi 1-2 persen. Efisiensi itu justru perlu dilakukan di luar pelabuhan.

Oleh karenanya, Siswanto menunjuk mafia pelabuhan seharusnya diarahkan pada pihak di luar pelabuhan, dimana variabel biaya sewa peti kemas, pengangkutan peti kemas ke pabrik, kemudian sewa truk, memunculkan efek domino mendongkrak biaya logistik mencapai 23-24 persen dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).

Sebelumnya, merger Pelindo secara resmi telah terlaksana dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Layanan Jasa Pelabuhan, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV, melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bisnis Depo Peti Kemas

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Masalahnya, lanjut Siswanto, Pelindo tidak bisa menjangkau ke sana karena itu ranah bisnis depo peti kemas. Pengaturan makin sulit karena dalam bisnis depo peti kemas melibatkan banyak elemen, mulai Kementrian Perdagangan, Bea Cukai, atau pelaku bisnis atau swasta.

Tata kelola pelabuhan diatur oleh Kementerian Perhubungan melalui regulasi oleh menteri, dirjen, bahkan otoritas pelabuhan pun mengeluarkan regulasi.

"Semua regulasi itu hanya mengatur Pelindo tidak ada yang mengatur depo peti kemas yang tetanggaan dengan Pelindo. Akibatnya, BUMN dicekik regulasi," tegas pria yang juga direktur The National Maritime Institute (Namarin) tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya