Liputan6.com, Jakarta - Nilai mata uang Rusia, Rubel turun drastis dalam perdagangan menyusul sanksi terkait invasi di Ukraina. Bahkan kini terlihat antrean panjang di atm perbankan milik Rusia maupun Eropa di Moskow.
Dilansir dari laman CNBC International, Selasa (1/3/2022) antrean panjang mulai terlihat di atm karena warga Rusia bergegas menarik uang tunai mereka.
Baca Juga
Bank Sberbank Europe, yang dikelola Rusia, mengungkapkan telah melihat "penarikan simpanan yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat".
Advertisement
Bank sentral Rusia juga mengumumkan akan menaikkan hingga lebih dari dua kali lipat suku bunga utamanya dari 9,5 persen menjadi 20 persen dalam upaya untuk menstabilkan rubel, yang turun 30 persen terhadap dolar.
Selain itu, Bank sentral Rusia juga memperkenalkan beberapa pengendalian modal untuk membatasi berapa banyak uang yang bisa keluar dari negara itu, karena gubernur bank sentral Elvira Nabiullina mengatakan bahwa sanksi telah mencegah penjualan mata uang asing untuk menopang rubel yang anjlok.
"Ini adalah penarikan penuh yang sudah berlangsung," kata pakar ekonomi Rusia sekaligus rekan di Foreign Policy Research Institute, Maximilian Hess, kepada CNBC.
Â
Uni Eropa Bekukan Aset Bank Sentral Rusia
Sebelumnya, pada Minggu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan pembekuan aset bank sentral Rusia.
Kami akan melumpuhkan aset bank sentral Rusia," kata Ursula von der Leyen dalam pernyataannya.
"Langkah ini akan membekukan transaksi bank Rusia, dan akan membuat Bank Sentral negara itu tidak bisa melikuidasi asetnya," ujar dia.
Dampak terparah dari pembekuan aset bank sentral Rusia akan paling terasa pada warga Rusia, yang telah melihat nilai tabungan dan gaji mereka turun drastis hanya dalam beberapa hari.
"Saya pikir penargetan cadangan bank sentral adalah berita terpenting di sini," kata Kamakshya Trivedi, co-head of global FX, rates and EM strategy di Goldman Sachs, terkait sanksi ekonomi terhadap Rusia oleh negara Barat.
Advertisement