Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan volume distribusi minyak goreng di DKI Jakarta mencapai 57,80 juta liter. Berada di urutan ketiga setelah Jawa Barat sebanyak 73,63 juta liter dan Jawa Timur sebanyak 71,46 juta liter.
Menurut Mendag, persediaan minyak goreng tersebut seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jakarta. Mengingat jumlah penduduk DKI hanya sekitar 11 juta.
Baca Juga
"DKI Jakarta (volume distribusinya) 57 juta, Sedangkan rakyat Jakarta ini penduduknya sekitar 11 juta. Jadi mestinya persediaannya melimpah," kata Lutfi.
Advertisement
Berdasarkan distribusi di tingkat kabupaten/kota, Jakarta Utara dan Jakarta Barat menjadi yang paling banyak persediaannya dari 5 wilayah dengan distribusi tertinggi di Indonesia. Volume minyak goreng di Jakarta Utara menjadi yang tertinggi dengan distribusi sebanyak 33,44 juta liter dan di Jakarta Barat sebanyak 14,94 juta liter.
"Jakarta Utara menjadi yang terbesar dengan jumlah Rp 33 juta," kata dia.
Sementara itu, sejumlah warga DKI Jakarta mengeluhkan sulitnya mendapatkan minyak goreng di pasaran. Kalaupun ada, harga minyak goreng dijual lebih dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Salah satunya, Shelvia warga Jakarta yang mengaku sulit mendapatkan minyak goreng sesuai HET. Baik di pasar maupun ritel modern, minyak goreng sulit didapatkan.
"Kalau di pasar minyak goreng kemasan Rp 31.000 - Rp 32.000 yang 2 liter. Kalau minyak curah Rp 19.000 per kilogram," kata Shelvia saat berbincang dengan merdeka.com, Jakarta, Rabu (9/3).
Dia mengatakan tingginya harga tersebut karena pedagang menjual minyak goreng stok lama. Mereka membeli minyak saat harga masih tinggi, sehingga ketika dijual tidak sesuai dengan HET.
"Katanya dia (pedagang) ngabisin stok lama. Dia beli pas harga lagi tinggi, jadi jualnya harga segitu," kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Warga jadi Jarang Masak
Dia mengaku, kelangkaan minyak goreng membuatnya jadi jarang memasak di rumah. Maka untuk makan keluarga, dia memilih membeli makanan jadi di warung nasi atau pesan makanan online lewat platform digital.
"Jadi sekarang jarang masak, kalau mau makan paling beli," ungkapnya.
Keluhan yang sama juga diungkapkan Erna yang juga warga DKI. Dia mengaku kesulitan membeli minyak goreng kemasan di ritel modern. Jumlah minyak goreng yang ada di ritel terbatas, maka pembeli harus menjual membeli sesaat ketika toko dibuka.
"Susah juga kalau di Alfa, harus pagi-pagi. Itu juga kalau enggak kehabisan stok. Katanya harus jam 5 pagi kalau mau dapat," kata dia.
Hal yang sama diungkapkan Juwita. Dia juga kesulitan mendapatkan minyak goreng kemasan di minimarket. Untuk itu dia memutuskan membeli minyak goreng di supermarket yang lebih jauh dari rumahnya demi mendapatkan minyak goreng.
"Besok saya mau coba ke Lotte, katanya stok di sana banyak," ungkap dia.
Pedagang mie ayam rumahan ini sangat membutuhkan minyak goreng kemasan untuk membuat minyak bawang. Sebab, bila menggunakan minyak goreng curah, rasanya akan berbeda dan khawatir para pelanggannya kabur lantaran rasanya kurang enak.
Sebagai informasi, Kementerian Perdagangan telah menetapkan HET untuk masing-masing jenis minyak goreng. HET minyak goreng curah ditetapkan Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement