Soal Penundaan Pemilu, Menko Luhut: Capek Dengar Kadrun vs Kadrun, Kita Mau Damai

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan atau Menko Luhut akhirnya angkat suara soal wacana penundaan pemilu.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 16 Mar 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2022, 16:00 WIB
Menko Luhut di Bali
Menko Luhut di Bali

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan atau Menko Luhut akhirnya angkat suara soal wacana penundaan pemilu.

Menurut dia, isu penundaan pemilu tersebut muncul karena pemerintah saat ini masih fokus untuk mengatasi permasalahan pandemi Covid-19. Sementara anggaran untuk melangsungkan pemilihan presiden (pilpres) 2024 pun tidak sedikit.

Luhut pun mengaku lelah dengan pertikaian sejumlah pihak yang mengaku berasal dari sesama pendukung Jokowi. Dia ingin permasalahan ini bisa diselesaikan secara damai.

"Kenapa duit segitu besar buat pilpres dihabisin sekarang. Mbok nanti loh, kita masih sibuk dengan covid. Keadaan masih begini," kata Luhut saat dijumpai rekan media di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, dikutip Rabu (16/3/2022).

"Kenapa musti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," tegas dia.

 

Datang dari Masyarakat

Banner Infografis Munculnya Usulan Penundaan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Munculnya Usulan Penundaan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)

Disebutkan Luhut, wacana penundaan pemilu ini datang dari masyarakat sendiri. Itu berasal dari big data soal mayoritas masyarakat yang mendukung upaya tersebut.

"Kalau saya melihat di bawah, saya sudah sampaikan, banyak rakyat nanya yang saya ungkap ini. Saya boleh benar, boleh enggak benar," ucap dia.

Kendati begitu, Luhut enggan membocorkan big data soal penundaan pemilu itu. Namun ia bersikeras suara masyarakat itu benar adanya.

Dia pun meminta masyarakat tenang, karena wacana ini akan terlebih dahulu diproses oleh DPR. Luhut pun menghimbau semuanya untuk menghormati proses demokrasi yang ada.

"Itu kan semua berproses. Kalau nanti prosesnya jalan sampai ke DPR, ya bagus. DPR enggak setuju ya berhenti. Kalau sampai di DPR setuju, sampai ke MPR enggak setuju, ya berhenti. Ya itu lah demokrasi kita. Kenapa musti marah-marah?" tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya