Liputan6.com, Jakarta - Sanksi, pembekuan aset, dan penarikan perusahaan internasional telah menghantam ekonomi Rusia sebagai tanggapan atas invasi di Ukraina.
China disebut menjadi salah satu negara sumber dukungan potensial bagi Rusia, dengan serangkaian sanksi ekonomi yang dihadapi negara itu.
Baca Juga
"Saya pikir kemitraan kami dengan China masih memungkinkan kami untuk mempertahankan kerja sama yang telah kami capai, dan tidak hanya mempertahankan, tetapi juga meningkatkannya di lingkungan di mana pasar Barat ditutup," ungkap Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov, dikutip dari CNBC International, Rabu (16/3/2022).Â
Advertisement
Di sisi lain, penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengatakan telah memperingatkan China "akan ada konsekuensi sanksi skala besar, dari upaya penghindaran atau dukungan ke Rusia untuk mengisinya kembali".
Hal ini menjadi pembahasan antara diplomat AS dan China dalam sebuah pertemuan selama tujuh jam yang berlangsung pada Senin (14/3).
Dalam kesempatan lain, Menteri Luar Negeri China Wang Yi juga menyampaikan komentarnya terhadap sanksi ekonomi Rusia.
"China bukan pihak dalam krisis, juga tidak ingin sanksi mempengaruhi China," kata Wang Yi.
"China memiliki hak untuk melindungi hak dan kepentingannya yang sah," ujarnya.
Apa Kata Pakar?
Namun seberapa besar China bisa membantu Rusia yang tengah dilanda masalah ekonomi?. Menurut pakar, secara teoritis, China bisa memberikan cukup banyak bantuan untuk meringankan masalah ekonomi Rusia.
Jika China memutuskan untuk membuka jalur pertukaran penuh dengan Rusia, menerima rubel sebagai pembayaran yang diperlukan untuk pembelian, termasuk impor seperti suku cadang teknologi dan semikonduktor yang telah dipotong Moskow dalam putaran sanksi terbaru, China pada dasarnya dapat mengisi ruang kosong di ekonomi Rusia yang telah dihantam oleh sanksi negara Barat.
"Dalam hal sejauh mana China dapat membantu Rusia, mereka dapat membantu banyak," kata Maximilian Hess, seorang ahli isu Asia Tengah di Foreign Policy Research Institute, kepada CNBC.
"Tetapi mereka akan mempertaruhkan sanksi sekunder besar pada diri mereka sendiri, perdagangan besar yang diperbarui dan perang sanksi dengan AS dan Barat juga," paparnya.
Advertisement