Siap-siap, BBM hingga Detergen Bakal Kena Cukai

Kementerian Keuangan sedang mengkaji tiga jenis barang yang akan dikenakan cukai, diantaranya ban karet, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan detergen.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Jun 2022, 16:50 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2022, 16:50 WIB
Isu Penghapusan, Pertamina Tetap Salurkan BBM Beroktan Rendah
Pengendara motor mengisi BBM di SPBU, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Kendati demikian, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan, saat ini pihaknya masih menyediakan dan menyalurkan BBM jenis Premium dan pertalite. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan saat ini Kementerian Keuangan sedang mengkaji tiga jenis  barang yang akan dikenakan cukai, diantaranya ban karet, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan detergen.

"Dalam konteks pengendalian konsumsi ke depan akan terus dikaji, seperti ban karet, BBM, detergen," kata Febrio  dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI, Senin (13/6/2022).

Febrio menjelaskan, tentunya rencana tersebut sejalan dengan kebijakan ekstensifikasi cukai yang tengah didorong oleh pemerintah. Disisi lain, tujuannya guna membatasi konsumsi terhadap ketiga jenis barang yang akan dikenakan cukai tersebut.

Untuk saat ini, memang penerimaan cukai masih didominasi hasil tembakau dan baru ada tiga barang yang kena cukai yaitu hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol.

“Untuk kepabeanan dan cukai ini didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakau. Nah BKC termasuk yang exist adalah hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol,” ujarnya.

Sementara, Febrio  tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai rincian penerapan implementasi tiga jenis barang yang akan kena cukai tersebut.

Namun, seiring mengkaji rencana pengenaan cukai untuk BBM hingga detergen, pemerintah saat ini tengah mempersiapkan pengenaan cukai terhadap plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

"Kita melakukan persiapan terus untuk plastik dan juga minuman berpemanis dalam kemasan,” katanya.

Dalam paparannya, pada masa pandemi 2020, porsi penerimaan cukai semakin tinggi akibat turunnya aktivitas perdagangan internasional. Sejak tahun 2021, penerimaan bea keluar meningkat signifikan seiring kenaikan harga komoditas. Sehingga potensi penerimaan kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan melalui ekstensifikasi barang kena cukai.

Kemenkeu Prediksi Penerimaan Pajak 2022 Tumbuh 15,3 Persen

20160925-Wajib Pajak Antusias Ikut Program Tax Amnesty di Hari Minggu-Jakarta
Sebuah banner terpasang di depan pintu masuk kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Minggu (25/9). Mendekati hari akhir periode pertama, Kantor Pajak membuka pendaftaran pada akhir pekan khusus melayani calon peserta tax amnesty. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi penerimaan pajak di 2022 bisa tumbuh 15,3 persen. Dengan pertumbuhan tersebut, penerimaan pajak bisa melebihi target dalam UU APBN 2022 yakni sebesar Rp 1.784 triliun.

"Outlook 2022 sebesar 15,3 persen ini kita berikan keputusan yang sangat strategis dan tetap dalam kondisi mitigasi yang kami hadapi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu, di Badan Anggaran DPR, Senin (13/6/2022).

Dalam UU APBN 2022, penerimaan negara dari perpajakan ditargetkan sebesar Rp 1.510 triliun. Namun dalam kondisi saat ini diperkirakan beberapa pos penerimaan perpajakan mengalami peningkatan.

Misalnya penerimaan bea dan cukai diprediksi bisa mencapai Rp 299 triliun dari yang semula hanya ditargetkan sebesar Rp 245 triliun. Kemudian penerimaan pajak juga mengalami peningkatan menjadi Rp 1.485 triliun dari semula targetnya Rp 1.265 triliun.

Febrio mengatakan proyeksi kenaikan penerimaan pajak tahun 2022 ini sebagai bukti perekonomian nasional kembali membaik. Kenaikan 15,3 persen tersebut telah melampaui kondisi sebelum pandemi yakni sepanjang 201-2019 yang pertumbuhannya sebesar 6,5 persen.

 

Harga Komoditas

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Berbagai prediksi tersebut tidak terlepas dari bonus kenaikan harga komoditas yang melambung tinggi di pasar global. Meski begitu, Febrio menegaskan pemerintah akan tetap berhati-hati dalam menghadapi kondisi ketidakpastian.

Alasannya, ketidakpastian global ini telah berdampak langsung pada kebijakan moneter maupun perdagangan global. Terlebih beberapa waktu lalu, pemerintah sempat melarang ekspor komoditas demi menjaga persediaan kebutuhan dalam negeri.

Hal ini pun kata dia bukan lagi sesuatu yang baru karena banyak negara yang juga menjalankan strategi yang sama. "Walaupun sempat harus melarang ekspor beberapa komoditas tapi kami berhasil menjaga suplai di dalam negeri dan saat ini sudah lepas lagi ekspor," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya