PR Besar Pemerintah: 6 Juta Anak Masih Stunting

Pemerintah menargetkan angka stunting nasional bisa terus turun. Dalam peta jalan yang telah dibuat, pemerintah ingin menurunkan prevalensi stunting nasional pada 2024 menjadi 14 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jun 2022, 11:46 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2022, 11:45 WIB
Mencegah Stunting dengan Pemeriksaan Rutin Kehamilan di Puskesmas
Ibu hamil berkonsultasi dengan dokter di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Kamis (26/11/2020). Pemeriksaan rutin kehamilan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kandungan merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah stunting. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar untuk menurunkan angka stunting nasional. Berdasarkan data survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi angka stunting nasional masih ada di angka 24,4 persen. Dari jumlah tersebut maka masih ada sekitar 6 juta anak yang mengalami gangguan pertumbuhan.

Pemerintah pun menargetkan angka stunting nasional bisa terus turun. Dalam peta jalan yang telah dibuat, pemerintah ingin menurunkan prevalensi stunting nasional pada 2024 menjadi 14 persen.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi menjelaskan, untuk menurunkan angka stunting nasional, pemerintah telah mengelompokkan 12 provinsi yang akan menjadi prioritas dalam menurunkan angka stunting pada anak.

"Ada 12 provinsi khusus dalam percepatan penanganan stunting pada anak," kata Suprayoga Hadi dalam Pembukaan Kegiatan Sosialisasi Arah Kebijakan DAK Stunting Tahun Anggaran 2023, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Yoga menjelaskan dari 12 provinsi tersebut 7 diantaranya merupakan provinsi dengan prevalensi anak mengalami stunting tertinggi. Sedangkan 5 provinsi lainnya merupakan daerah dengan jumlah anak mengalami stunting terbanyak.

"Dari 12 provinsi tersebut telah mencapai 60 persen dari total anak balita yang mengalami stunting di Indonesia," ungkapnya.

Yoga mengatakan program penurunan stunting pada anak tidak hanya dilakukan di 12 provinsi prioritas saja. Kepada 22 provinsi lainnya dilakukan program serupa demi mencapai target pemerintah yang kurang dari 2 tahun ini. "Kita tetap lakukan program yang sama untuk menurunkan angka stunting di wilayah lainnya," kata dia.

Untuk itu, pihaknya telah meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran khusus dalam penanganan stunting pada anak. Kemudian pada tahun 2019 pemerintah mulai mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non fisik untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia.

Hanya saja, dia menyayangkan belum semua daerah bisa memanfaatkan DAK tersebut secara optimal. Sehingga dampaknya belum terasa signifikan. Padahal pemerintah menargetkan pada tahun 2024 prevalensi angka stunting nasional turun ke angka 14 persen.

"Banyak daerah yang belum memanfaatkan secara optimal DAK yang ada untuk penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024," kata dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kecilnya Angka Asupan Protein Hewani, Kendala Dalam Upaya Berantas Stunting

Mencegah Stunting dengan Pemeriksaan Rutin Kehamilan di Puskesmas
Suasana ibu hamil dan menyusui saat pemeriksaan rutin di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Kamis (26/11/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Upaya pencegahan stunting perlu dilakukan sejak calon ibu berusia remaja. Remaja putri perlu paham dan sadar untuk mengonsumsi makanan bergizi agar status nutrisinya baik saat hamil nanti.

Serta tidak lupa untuk memberikan protein hewani kepada bayinya ketika mulai mendapat makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Sebab, bukan rahasia lagi, salah satu penyebab stunting yaitu kekurangan nutrisi, khususnya protein hewani.

"Penyebab stunting ada dua. Pertama karena malanutrisi berkelanjutan, dan kedua karena sakit kronis," kata dr Kurniawan Satria Denta MSc SpA dalam Memperingati Hari Susu Sedunia yang dirayakan tiap 1 Juni.

Protein hewani, lanjut Kurnia, penting dalam mencegah stunting. Sayangnya, konsumsi protein hewani di Indonesia masih rendah.

Hal tersebut diaminkan Penyluh KB Ahli Utama Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dwi Listyawardani yang menyebut bahwa berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, konsumsi protein hewani hanya 21,5 gram per kapita per hari.

"Ini berarti hanya sekitar 1/3 dari konsumsi protein keseluruhan yang mencapai 62,28 gram per kapita per hari," kata Dani dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 1 Juni 2022.

Angka tersebut sesungguhnya melebihi standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 57 gram per kapita per hari. Namun, kata Dwi, bila dilihat per kuintil, kondisinya cukup timpang.

Menurut Dani, untuk kuintil ketiga hingga kelima, asupan protein sudah cukup. Akan tetapi pada kuintil kesatu, asupan protein harian masih sangat rendah, yaitu 45,37 gram per kapita.

"Adapun kuintil kedua, asupan protein masih kurang sedikit, yaitu 54,34 gram per kapita per hari," katanya.

Untuk Cegah Stunting, Konsumsi Protein Tidak Harus yang Mahal

Lebih lanjut Dani mengatakan bahwa protein hewani yang dikonsumsi tidak harus mahal. Menurut dia, konsumsilah bahan pangan lokal seperti telur dan ikan.

"Apalagi, ini bisa diproduksi lokal. Misalnya dengan membuat kolam-kolam lele dan memelihara ayam petelur di desa setempat," kata Dani.

Adapun susu, tentu saja merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting. Susu dibutuhkan sepanjang usia.

Dalam pencegahan stunting, kata Dani, susu menjadi bagian penting dalam pencegahan stunting di hulu, yaitu dalam pemenuhan nutrisi remaja putri dan calon pengantin.

Susu juga bisa dikonsumsi sebagai salah satu sumber protein hewani. Dari masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa, susu bisa menjadi bagian dari pemenuhan zat gizi.

"Susu sangat diperlukan oleh remaja (putri) dan ibu hamil. Kalau ibu mau sukses memberi ASI, harus minum susu," Dani menambahkan. 

Protein Hewani untuk Tumbuh Kembang Anak

Rendahnya asupan protein hewani menjadi masalah besar bila terjadi pada masa kanak-kanak, khususnya 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Guru Besar Tetap FKM UI Bidang Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat, Prof Dr drg Sandra Fikawati MPH, baik protein hewani maupun nabati, sama-sama dibutuhkan oleh anak. Namun dalam hal tumbuh kembang, protein hewani lebih utama ketimbang protein nabati.

"Protein hewani mengandung asam amino esensial lengkap," katanya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya