Pemerintah Kembangkan Alternatif Pembiayaan Infrastruktur

Ekspansi perekonomian tahun 2020 hingga 2024 didorong utamanya oleh peningkatan investasi yang diharapkan dapat tumbuh 6,6 persen hingga 7,0 persen per tahun.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jun 2022, 19:34 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2022, 19:34 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo dalam acara pembukaan “Focus Group Discussion Pemaparan Hasil Kajian Pengembangan Kebijakan Land Value Capture”

Liputan6.com, Jakarta Ekspansi perekonomian tahun 2020 hingga 2024 didorong utamanya oleh peningkatan investasi yang diharapkan dapat tumbuh 6,6 persen hingga 7,0 persen per tahun. Hal tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Peningkatan investasi tersebut didorong oleh peningkatan investasi Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara yang diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur,” ucap Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo dalam acara pembukaan “Focus Group Discussion Pemaparan Hasil Kajian Pengembangan Kebijakan Land Value Capture” yang berlangsung di Jakarta, Rabu (15/6/2022).

Diketahui, stok infrastruktur Indonesia terhadap PDB mengalami peningkatan dari sebesar 35 persen pada tahun 2015 menjadi sebesar 43 persen di tahun 2019. Selanjutnya, stok infrastruktur terhadap PDB ditargetkan untuk dapat meningkat ke angka 49,4 persen pada tahun 2024.

Untuk mewujudkan target tersebut, dibutuhkan belanja infrastruktur sebesar Rp6.445 triliun. Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diproyeksikan hanya dapat mengakomodasi sebesar 37 persen dari kebutuhan belanja infrastruktur tersebut, sehingga dibutuhkan alternatif skema pembiayaan baru.

Pemerintah juga telah mengoptimalkan kolaborasi dengan swasta untuk memenuhi kebutuhan belanja infrastruktur periode 2020-2024. Saat ini Pemerintah sedang mengembangkan strategi serta rekomendasi skema alternatif pembiayaan infrastruktur untuk mengurangi beban ekuitas dan PMN melalui lima instrumen pembiayaan.

Kelima instrumen pembiayaan yang dimaksud diantaranya adalah skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), skema Hak Pengelolaan Terbatas, Sovereign Wealth Fund (SWF) yang telah dimandatkan UU Ciptakerja, integrated funding platform, serta skema Land Value Capture (LVC) atau pengelolaan perolehan peningkatan nilai kawasan.

Lebih lanjut, LVC dapat didefinisikan sebagai kebijakan pemanfaatan peningkatan nilai tanah yang dihasilkan dari investasi, aktivitas, dan kebijakan Pemerintah di suatu kawasan dengan menggunakan dua basis penerapan, yaitu LVC berbasis pajak dan LVC berbasis pembangunan.

 

Manfaat Ekonomi

Melihat Progres Pembangunan LRT yang Mundur Hingga Juni 2022
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek di ruas Jalan Rasuna Said, Jakarta, Jumat (7/8/2020). PT Adhi Karya akan memprioritaskan pengerjaan proyek infrastruktur berlabel proyek strategis nasional (PSN) di tengah pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Implementasi skema LVC di Indonesia diharapkan dapat membawa berbagai manfaat ekonomi, diantaranya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak dan retribusi daerah, pengembangan kawasan perkotaan yang lebih tertata, mengendalikan pertumbuhan ekonomi kawasan, dan melakukan pemerataan ekonomi di kawasan perkotaan.

Skema LVC terdiri dari 3 siklus utama yaitu penciptaan nilai kawasan, penangkapan nilai, dan pendanaan nilai. Kegiatan pembangunan yang dianggap menciptakan suatu nilai investasi dari penyediaan infrastruktur disebut sebagai pencipta nilai kawasan karena berpotensi meningkatkan nilai kawasan menjadi lebih baik. Peningkatan nilai tersebut kemudian ditangkap oleh Pemerintah yang akan digunakan untuk membayar kembali investasi infrastruktur.

Sejak tahun 2019, Pemerintah aktif melakukan kajian dalam rangka penyiapan regulasi serta analisis demo project melalui kerjasama dengan lembaga donor, salah satunya adalah Bank Dunia, sebagai upaya untuk mengembangkan skema LVC di Indonesia.

Sehubungan dengan demo project sebagai upaya pengenalan dan implementasi skema LVC di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerjasama dengan Bank Dunia dan DFAT-Australia telah menyusun kajian demo project implementasi skema LVC di lima kota di Indonesia yaitu area Stasiun MRT Harmoni DKI Jakarta, Kawasan TOD Jurangmangu Tangerang Banten, Kawasan Gedebage Bandung Jawa Barat, Kawasan TOD Stasiun Tawang Semarang Jawa Tengah, dan Pengembangan Wilayah Sekanak – Lambidaro Palembang Sumatera Selatan.

“Kemenko Perekonomian telah memulai studi terkait potensi implementasi skema LVC di Indonesia sejak tahun 2019. Hingga tahun 2021, Kemenko Perekonomian telah bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan regulasi agar skema LVC dapat diterapkan di Indonesia, yang diikuti dengan kajian implementasi pada beberapa lokasi demo project. Saat ini, draft regulasi berupa Peraturan Presiden yang diharapkan dapat menjadi landasan dalam implementasi skema LVC telah selesai disusun dan akan melalui proses harmonisasi sebagai tahapan legalisasi selanjutnya,” ungkap Deputi Wahyu. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya