Akhirnya, Rusia Ukraina Sepakat Buka Kran Ekspor Gandum hingga Minyak Sayur dari Pelabuhan Laut Hitam

Pembukaan kran ekspor gandum menjadi terobosan diplomatik besar yang bertujuan untuk meredakan krisis pangan global yang dipicu oleh perang.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 25 Jul 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2022, 10:00 WIB
Perwakilan delegasi Ukraina dan Rusia berjabat tangan dalam penandatanganan perjanjian ekspor gandum Ukraina di Istana Dolmabahce, Istanbul, Turki, Jumat, 22 Juli 2022. (AP)
Perwakilan delegasi Ukraina dan Rusia berjabat tangan dalam penandatanganan perjanjian ekspor gandum Ukraina di Istana Dolmabahce, Istanbul, Turki, Jumat, 22 Juli 2022. (AP)

Liputan6.com, Jakarta Dua negara yang sedang bersiteru yakni Rusia dan Ukraina akhirnya bersepakat memulai kembali ekspor biji-bijian penting dari pelabuhan Laut Hitam Ukraina.

Ini menjadi terobosan diplomatik besar yang bertujuan untuk meredakan krisis pangan global yang dipicu oleh perang.

Para menteri dari kedua negara menandatangani perjanjian pembukaan ekspor gandum yang ditengahi oleh PBB dan Turki di Istanbul.

Terobosan itu menyusul negosiasi selama berbulan-bulan, dan berjanji untuk membuka blokir pelabuhan di Laut Hitam untuk memungkinkan lewatnya biji-bijian dan minyak sayur dengan aman, yang merupakan beberapa ekspor terpenting Ukraina.

Rusia sejauh ini memblokir akses maritim ke pelabuhan-pelabuhan itu, yang berarti jutaan ton gandum Ukraina belum diekspor ke banyak negara yang bergantung padanya.

"Hari ini, ada suar di Laut Hitam. Suar harapan - suar kemungkinan - suar bantuan - di dunia yang membutuhkannya lebih dari sebelumnya," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres Jumat.

"Mempromosikan kesejahteraan umat manusia telah menjadi kekuatan pendorong pembicaraan ini," katanya.

"Pertanyaannya bukanlah apa yang baik untuk satu sisi atau yang lain. Fokusnya adalah pada apa yang paling penting bagi orang-orang di dunia kita. Dan jangan ada keraguan -- ini adalah kesepakatan bagi dunia," tambah dia.

Guterres mengatakan kesepakatan itu akan membawa kelegaan bagi negara-negara berkembang dan membantu menstabilkan harga pangan global, "yang sudah mencapai rekor bahkan sebelum perang -- mimpi buruk sejati bagi negara-negara berkembang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Stabilkan Harga Pangan Dunia

Musim Panen Gandum di Mesir
Seorang petani di atas kereta kuda di tengah sekam dari pabrik gandum di sebuah peternakan di provinsi Delta Nil al-Sharqia, Mesir, Rabu (11/5/2022). Mesir sedang mencoba untuk meningkatkan produksi gandum dalam negeri karena perang di Ukraina telah tegang pasokan gandum internasional. (AP Photo/Amr Nabil)

Program Pangan Dunia (WFP) memperkirakan bahwa 47 juta orang telah memasuki tahap kelaparan akut sebagai akibat dari perang Ukraina, dan para pejabat Barat menuduh Rusia menggunakan makanan sebagai senjata selama invasinya.

Kesepakatan itu juga akan memungkinkan akses tanpa hambatan pupuk Rusia ke pasar global. Rusia adalah produsen utama pupuk, yang sangat penting untuk memaksimalkan produksi pangan, dan biaya produk telah meningkat sejak invasi.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan "jutaan orang akan dibebaskan dari bahaya kelaparan ini" sebagai hasil dari kesepakatan itu."Dalam beberapa hari mendatang kita akan melihat awal lalu lintas kapal dan banyak negara akan menghirup udara segar," kata Erdogan.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tak Cuma Antisipasi, Jokowi Ingin Krisis Pangan dan Energi jadi Peluang

Jokowi
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat meninjau Gudang Beras Bulog , Jakarta, Rabu (25/2/2015). Pada kunjungan itu, presiden meresmikan penyaluran serentak beras miskin (raskin) dan operasi pasar beras tahun 2015. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, menyampaikan hasil rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait krisis pangan dan energi yang harus menjadi perhatian, sekaligus peluang.

 “Pertama tadi kami rapat dipimpin Bapak Presiden itu mengenai pangan dan energi. Melihat situasi dunia memang dua bidang ini harus sungguh-sungguh kita antisipasi. Nah, oleh karena itu, kita masih dalam suasana krisis dalam bidang pangan dan energi itu,” kata Zulkifli Hasan, saat ditemui di Jakarta, Senin (18/7/2022).

Oleh karena itu, kata Zulkifli, presiden Jokowi mengingatkan semua pihak harus memperhatikan sungguh-sungguh dalam mengantisipasi krisis tersebut. Selain itu, krisis itu juga bisa menjadi peluang bagi Indonesia.

Karena sebetulnya, krisis pangan dan energi jika dibicarakan secara mendetail ada solusinya. Misalnya, kekurangan komoditas cabai. Maka dipetakan daerah mana saja yang merupakan penghasil cabai paling banyak, yaitu Jawa Barat, maka Jawa Barat akan menjadi fokus Pemerintah.

Lalu, untuk penghasil kopi terbanyak ada di Sumatera Selatan dan Lampung, maka Pemerintah akan fokus ke daerah itu. Artinya, kata Zulkifli, antisipasi krisis ini bisa menjadi peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor.

“Sehingga bicaranya lebih detail, sehingga antisipasi ini bisa menjadi peluang bagi kita untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor, gara-gara itu tentunya,” ujarnya.

 

 

CPO

Panen Sawit
Tandan buah sawit ditimbang setelah panen yang dilakukan warga Desa Penyang Kecamatan Telawang Kabupaten Kotawaringin Timur. (foto: Dokumentasi Save Our Borneo.)

Lebih lanjut, dalam rapat juga dibahas mengenai CPO, sawit, dan turunannya. Mendag Zulkifli menjelaskan, total produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) tahun 2022 ditargetkan mencapai 48 juta ton ditambah sisa stok tahun 2021 yakni 4 juta ton, maka totalnya 52 juta ton CPO.

“Nah, tadi sawit CPO itu kan total produksi kita 48 juta, sisa stok tahun lalu 4 juta, jadi 52 juta. Yang untuk B30 9 juta, yang untuk migor dalam negeri dan turunannya itu 9 juta. Nah, lainnya itu sebenarnya sudah hilir, sudah diproses ada yang dalam bentuk minyak, margarine, dll, itu 30,6 juta,” jelasnya.

Dari 52 juta ton tersebut, yang diekspor dalam bentuk CPO hanya 3,4 juta ton, artinya sedikit. Namun, meskipun sedikit masih terjadi hambatan tangka penuh, sehingga buah tandan segar ini harganya menjadi murah.

“Kita akan melakukan segala upaya agar tandan buah segar ini. Saya sudah hitung ya, harusnya harganya Rp 2.400 per kg harusnya. Oleh karena itu, Menteri keuangan sudah menghapus namanya pungutan ekspor, pungutan ekspor sudah dihapus yang Rp 200-nya sudah dihapus ya,” ujar Zulkifli.

“Jadi tidak ada alasan lagi harga buah tandan ini nantinya akan jadi di bawah Rp 2.000 per kg. Kalau itung-itungan saya harusnya Rp 2.000 sampai Rp 2.400 per kg harga TBS di tingkat petani. Tentu perlu waktu ya karena ini kan baru berlaku 2-3 hari ini,” pungkasnya. 

INFOGRAFIS JOURNAL_ Ancaman Krisis Pangan Sudah Didepan Mata?
INFOGRAFIS JOURNAL_ Ancaman Krisis Pangan Sudah Didepan Mata? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya