Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, menyoroti harga tandan buah segar atau TBS kelapa sawit yang masih terpuruk. Padahal di sisi lain, ekspor minyak sawit mentah alias CPO ke luar negeri mulai berjalan lancar.
Gulat melihat, ada semacam skenario yang disusun pihak pengolahan minyak sawit mentah, dengan mengatakan ekspor CPO sedang tidak berjalan lancar, khususnya kepada petani yang tidak punya jejaring ekspor. Otomatis harga TBS kelapa sawit bisa ditekan.
Baca Juga
"Mau enggak lu jual Rp 8.000 per kg? (simulasi deal transaksi antara pihak pengolah dan pabrik kelapa sawit). Selanjutnya TBS hanya dibeli Rp 8.000 per kg CPO, maka berbalik lagi ke petani. Karena CPO dibeli Rp 8.000 oleh refinery, maka TBS kubeli Rp 1.100," papar Gulat dalam sesi diskusi virtual, Senin (25/7/2022).
Advertisement
"Kan semua ini berdampak sistemik. Ini yang dibangun. Makanya saya sangat-sangat menyesalkan, ketika informasi ini digoreng, ekspor tidak berjalan lancar. Tapi data menunjukan ekspor berjalan lancar, maka saya sebut ini permainan," kecamnya.
Berbicara dari sisi pemerintah, Staf Khusus Menteri Perdagangan Oke Nurwan menganalisa, ada sejumlah indikator yang membuat harga TBS sawit masih tersungkur.
"Sinyalemen pertama, harga TBS ini tertekan karena katanya ada tumpukan CPO. Ekspor berjalan walaupun masih lebih rendah dari sebelumnya," kata Oke.
Lalu, ia melanjutkan, juga ada kebijakan-kebijakan terkait pungutan yang dikenakan ke petani oleh pelaku ekspor.
"Seharusnya harga TBS ini sudah ada (kenaikannya), sesuai lah dengan di tingkat internasional. Tetapi, ada beban-beban yang dipasung eksportir ke petani," ungkap dia.
Sehingga, Oke meneruskan, saat ini pemerintah mencoba tetap untuk melonggarkan beban-beban yang dikenakan ke petani. Salah satunya, dengan meningkatkan angka pengali ekspor, serta dengan menghapuskan sementara pungutan ekspor.
"Kalaupun pungutan ekspor dinolkan sampai 31 Agustus, tidak akan mengganggu keuangan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Semua itu tentunya untuk mempercepat ekspor dan mengurangi tekanan yang dipasung ke petani terhadap harga TBS," tuturnya.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Moeldoko: Ekspor CPO Dibuka Tak Ujug-Ujug Harga TBS Sawit Naik
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut masih butuh waktu bagi percepatan ekspor CPO untuk bisa mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) petani.
Hal ini diungkapkan lantaran pasca pembukaan ekspor serta pencabutan pungutan ekspor minyak sawit, harga TBS petani masih berada di level rendah. Pasalnya, proses ekspor dari dalam negeri bergantung pada sejumlah aspek.
"Pesan saya ke petani harus tetap semangat dalam menghadapi situasi saat ini, petani lemas menghadapi situasi ini, tapi ayo, supaya semangatnya jangan turun, karena pemeirntah ambil langkah, begitu kebijakan ekspor dibuka gak ujug-ujug bisa segera (pengaruhi harga TBS). Karena tangki (pabrik CPO) penuh, karena kapal belum siap," kata dia dalam webinar Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara, Kamis (21/7/2022).
"Pemerintah sudah menyiapkan asosiasi perkapalan, harapannya Juli ini sudah banyak kapal (untuk ekspor)," tambah dia.
Moeldoko mengungkap dengan adanya kapal pengangkut untuk ekspor, baru arus keluar minyak sawit bisa dilakukan. Dari sini akan mempengaruhi stok minyak sawit di pabrik-pabrik kelapa sawit.
Setelah terkuras, baru pabrik kelapa sawit ini akan mengambil sawit dari petani. Dengan demiikian, harga tandan buah segar di petani baru secara bertahap akan mengalami perbaikan.
"Urutannya begitu, jadi masih perlu waktu. Tapi pemerintah sudah mengambil langkah untuk memastikan bahwa yang diambil pemerintah tak merugikan teman-teman sekalian," ujarnya.
Menurut catatan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) harga TBS sawit petani masih berada di kisaran Rp 1.400-1.500 per kilogram. Terjadi kenaikan tipis sekitar Rp 50-150 per harinya.
Kenaikan harga ini baru terjadi setelah adanya pencabutan larangan ekspor bagi produsen minyak sawit. Diikuti dengan digratiskannya pungutan ekspor bagi produk kelapa sawit oleh Kementerian Keuangan.
Â
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Suplai dan Permintaan
Pada kesempatan itu, Moeldoko menyebut, terkait harga ini bergantung pada suplai dan permintaan dari pasar. Artinya, ketika keduanya seimbang, harga akan turut mengikuti perkembangannya.
"Namun demikian terhadap berbagai persoalan sawit, pemerintah concern, sudah ambil langkah. Di satu sisi pemerintah mempertimbangkan antara produsen, tapi di sisi yang lain pemerintah juga memikirkan konsumen," terang dia.
Misalnya, saat harga minyak goreng melambung di pasaran, pemerintah berupaya untuk sisi pengusaha atau produsen tidak dirugikan. Sembari terus mengambil kebijakan agar kenaikan harga juga tidak terlalu berat di masyarakat.
"buktinya pemerintah melakukan evaluasi kebijakan yang dikeluarkan, contohnya kebijakan untuk pungutuan ekspor sudah dihilangkan dan seterusnya, (larangan) ekspor dihilangkan, sudah boleh lagi," tuturnya.
Â