Begini 7 Arah Kebijakan OJK Hadapi Ketidakpastian Global

Stabilitas sektor jasa keuangan saat ini terjaga, namun demikian adverse effects akibat kompleksitas tekanan yang dihadapi ekonomi global perlu diwaspadai.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Des 2022, 16:20 WIB
Diterbitkan 06 Des 2022, 16:20 WIB
konferensi Pers RDKB November 2022, Selasa (6/12/2022).
konferensi Pers RDKB November 2022, Selasa (6/12/2022).

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, menyampaikan arah kebijakan OJK dalam menghadapi ketidakpastian global saat ini masih bergejolak.

Stabilitas sektor jasa keuangan saat ini terjaga, namun demikian adverse effects  akibat kompleksitas tekanan yang dihadapi ekonomi global perlu diwaspadai, baik dari sisi kebijakan normalisasi global, ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang meskipun termoderasi namun persisten di level yang tinggi.

“Perlambatan outlook pertumbuhan ekonomi ke depan menjadi tidak terhindarkan sebagaimana diperkirakan oleh berbagai lembaga internasional,” kata Mirza Adityaswara dalam konferensi Pers RDKB November 2022, Selasa (6/12/2022).

Akselarasi laju pengetatan likuiditas dan kenaikan tingkat suku bunga berpotensi menekan sektor jasa keuangan dari berbagai sumber vulnerabilitas seperti liquidity mismatch, fluktuasi asset prices, dan naiknya debt level yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya.

“Kebijakan yang kolaboratif, tepat dan terukur akan menentukan prospek terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan ke depan,” ujarnya.

Oleh karena itu sebagai strategi untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dengan tetap mempertahankan momentum pemulihan ekonomi, OJK mengambil langkah-langkah proaktif.Pertama, menyikapi akan berakhirnya kebijakan stimulus terkait restrukturisasi kredit/pembiayaan pada Maret 2023 dan berdasarkan analisis yang dilakukan masih dijumpai dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect).

OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai dengan 31 Maret 2024, sebagai berikut, segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor; sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum; beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.

 

Arah Lainnya

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan.  

Ketiga, sementara itu, kebijakan stimulus restrukturisasi kredit/pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai dengan Maret 2023.

“Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur,” jelasnya.

Arah kebijakan keempat, yakni dalam rangka memberi ruang transisi pemulihan bagi korporasi untuk mempertahankan kinerjanya, OJK telah menerbitkan kebijakan relaksasi bagi pelaku pasar modal dengan memberikan perpanjangan jangka waktu pemenuhan kewajiban pengalihan kembali saham (refloat) akibat pelaksanaan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) dari maksimal 2 tahun, menjadi dapat diperpanjang 1 kali selama 2 tahun untuk mengatasi kesulitan pengalihan kembali saham yang diakibatkan kondisi pandemi serta menjaga ketersebaran pemegang saham publik.

Kelima, sebagai upaya untuk memitigasi kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan, beberapa kebijakan terkait menjaga volatilitas pasar masih tetap dipertahankan baik dari aspek harga maupun likuiditas. 

Selanjutnya, araha kebijakan keenam yakni OJK memperkuat ketahanan LJK dengan meminta LJK untuk meningkatkan ketahanan permodalan antara lain dengan memperhatikan kebijakan pembagian deviden, serta menyesuaikan pencadangan ke level yang lebih memadai guna bersiap menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit/pembiayaan, risiko nilai tukar dan risiko likuiditas.

Sementara itu, terkait dengan risiko kredit, LJK juga diharapkan untuk memberikan perhatian khusus terhadap sektor-sektor yang dukungan kebijakan relaksasinya akan berakhir pada akhir Maret 2023.

 

Uji Ketahanan

Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti

OJK juga meminta LJK agar melakukan uji ketahanan secara berkala untuk memitigasi risiko yang muncul akibat potensi pemburukan ekonomi yang dinilai pada saat ini kemungkinannnya masih cukup besar sebagai akibat dari kontraksi perekonomian global.

“Dalam melakukan uji ketahanan dimaksud, LJK diharapkan dapat memperhitungkan interkoneksi antar sektor seperti misalnya antara penyaluran kredit/pembiayaan dengan pertanggungan asuransi kredit/pembiayaan,” ujarnya.

Arah kebijakan terkahir, yaitu untuk memitigasi dampak bencana alam yang terjadi, OJK sedang menganalisis dampaknya terhadap LJK dan debitur terdampak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jika diperlukan akan mengambil opsi kebijakan lainnya dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

“Sebelumnya, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 19 tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana, yang berlaku pada daerah dan sektor yang ditetapkan terdampak bencana berdasarkan penilaian OJK,” ujarnya.

Adapun sebagai bagian dari proses penentuan kebijakan oleh OJK, saat ini identifikasi atas dampak bencana alam sedang dilakukan proses pengumpulan data dan berkoordinasi dengan para pihak terkait khususnya mengenai penentuan luas wilayah yang terdampak bencana gempa bumi di Kabupaten Cianjur.

“OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan. Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya