John Riady Yakin Indonesia Sanggup Redam Momok Inflasi Lewat Kebijakan Ekonomi Sinergis

Data Indonesia yang merujuk hasil survei Ipsos pada akhir Maret lalu, inflasi menjadi kekhawatiran terbesar masyarakat dunia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 02 Apr 2023, 13:55 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2023, 13:54 WIB
Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang menjabat Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady meyakini jika perekonomian domestik bisa tumbuh solid dan sehat, jauh dari ancaman krisis berkat kebijakan ekonomi yang sinergis dari pemerintah dan regulator dalam merespon tantangan makro ekonomi global yang saat ini sangat dinamis.

Menurut John, gejolak sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa biar bagaimanapun tidak lepas dari kondisi global saat ini,terutama inflasi yang tinggi menekan negara-negara maju.

Alhasil, bank sentral pun mengerek sukubunga untuk memerangi inflasi tersebut."Kalau saya katakan, saat ini secara riil perekonomian nasional sangat sehat.

Lebih jauh, kita harus mengapresiasi kinerja tim ekonomi baik Bu Sri Mulyani [Menteri Keuangan] maupun Bank Indonesia serta lembaga lainnya yang mampu bersinergi," ungkap John Riady.

Walau demikian, dia mengungkapkan alarm kewaspadaan harus tetap dinyalakan. Apalagi, saat ini masyarakat dunia memang benar-benar khawatir terhadap imbas inflasi tersebut.

Bahkan, mengutip Data Indonesia yang merujuk hasil survei Ipsos pada akhir Maret lalu, inflasi menjadi kekhawatiran terbesar masyarakat dunia.

Terutama oleh masyarakat di 12 negara yang mengalami gejolak harga seperti Prancis, Jerman, Britania Raya, Polandia, Turki, hingga Amerika Serikat.

"Nah, saat ini gejolak harga juga berhasil diredam oleh berbagai kebijakan pemerintah. Ini sangat bagus,"kata John.

Di sisi lain, saat The Fed dan Bank Sentral Eropa berjibaku mengerek bunga hingga membuat sejumlah bank berjatuhan, kondisi inflasi di Indonesia justru masih tetap terjaga.

"Jadi memang itu yang sedang terjadi dan semua krisis yang kita hadapi 9 bulan terakhir ini, akar masalahnya inflasi. Sewaktu pasokan uang seolah disedot bank sentral, baru terlihat ada korban dari likuiditas, maka jatuhlah Silicon ValleyBank," kata John Riady.

 

 

Bauran Kebijakan

[Bintang] Bukan Hanya Ganteng, 6 Pria Asal Indonesia Ini Kaya di Usia Muda
John Riady | via: 2014.causindy.org

Dia mempercayai bauran kebijakan yang diterapkan Kementerian Keuangan hingga langkah Bank Indonesia dalam stabilisasi moneter masih efektif menjaga tingkat inflasi.

Bahkan, kata John, Indonesia sukses menjaga tingkat inflasi 3 persen.Hal itu, jelasnya, tercermin dengan penerapan kebijakan bunga acuan BI yang selalu menyasar pengendalian inflasi inti. Saat ini, dengan tingkat bunga acuan 5,75 persen, BI menargetkan inflasi inti dan IHK sesuai target.

Secara keseluruhan, John menilai perekonomian nasional saat ini sangat solid, sehingga memungkinkan untuk mencapai target pertumbuhan di kisaran 5 persen pada tahun ini.

Sebagai catatan positif lainnya,selama se-dekade, Indonesia juga keluar dari zona ekonomi rentan.Sejauh ini, Indonesia juga masih bisa menikmati berkah komoditas yang tercermin dari moncernya surplus neraca dagang.

"Jadi ini merupakan hasil kebijakan terbaik dari Bu Sri Mulyani, plus juga keberuntungan dari sisi ekspor, kita membutuhkan keduanya," tegas John.

 

Kata Sri Mulyani

Menteri keuangan Sri Mulyani
Menteri keuangan Sri Mulyani saat diwawancarai oleh Liputan6 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/3/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, momok inflasi juga disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurutnya, kelarnya pandemi memang disertai potensi inflasi yang menghantam perekonomian negara maju.

Dia menilai kebijakan bank sentral negara-negara maju memang bisa ampuh meredam gejolak inflasi yang tinggi. Namun sebaliknya, hal itu pun sangat berisiko bagi sektor keuangan, terutama dalam hal penggalangan dana obligasi.

Walau demikian, dia meyakinkan bahwa seluruh otoritas di Tanah Air selalu sigap merespon perkembangan global tersebut. "Pandemi bukan lagi risiko, yang harus diwaspadai adalah risiko inflasi,"ungkapnya beberapa waktu lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya