Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan hukuman 3,6 tahun penjara kepada Achmad Khadafi alias Vicky Andrean alias Hanafi dalam kasus penerbitan faktur pajak palsu atau penggelapan pajak.
Keputusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Said Husein. Tak hanya dijatuhi hukuman penjara, tapi Vicky Andrean juga harus membayar denda sebesar Rp 324,9 miliar.
Baca Juga
Dikutip dari keterangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kamis (13/4/2023), tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh terdakwa Achmad Khadafi alias Vicky Andrean alias Hanafi melalui PT Kencana Multi Indonesia adalah dengansengaja menerbitkan dan menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya sebagaimana Pasal 39A huruf a Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) untuk kurun waktu Tahun Pajak 2019 sampai dengan 2021.
Advertisement
Putusan pengadilan tersebut berlaku ketentuan jika terdakwa tidak membayar denda tersebut paling lama waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar denda, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda maka terdakwa dijatuhi hukuman kurungan pengganti denda selama 4 (empat) bulan.
Pengembangan
Sampai dengan saat ini, Kanwil DJP Jakarta Timur juga sedang mendalami dan melakukan pengembangan terhadap jaringan penerbit faktur pajak fiktif lain termasuk para pengguna faktur pajak fiktif yang telah diterbitkan oleh terdakwa Achmad Khadafi alias Vicky Andrean alias Hanafi melalui PT Kencana Multi Indonesia yang berada di wilayah Kanwil DJP Jakarta Timur.
Kanwil DJP Jakarta Timur menghimbau agar para pengguna faktur pajak fiktif yang diterbitkan oleh terdakwa Achmad Khadafi alias Vicky Andrean alias Hanafi, melalui PT Kencana Multi Indonesia melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang perpajakan yang berlaku.
Kanwil DJP Jakarta Timur mengucapkan terima kasih kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk kerja sama yang baik dalam proses penyidikan ini.
Penerimaan Negara di Januari 2023 Capai Rp 232 Triliun, Terbesar dari Pajak
Pemerintah mampu mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 232,2, triliun sepanjang Januari 2023. Dari jumlah tersebut, penerimaan terbesar dari pajak dan kemudian disusul Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kemudian penerimaan bea cukai.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penerimaan negara di 2023 ini tumbuh tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan negara pada tahun lalu.
“Pendapatan negara kita Rp 232 triliun, ini adalah 9,4 persen dari target tahun ini dan tumbuh 48,1 persen dibandingkan tahun lalu hanya Rp 156,7 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Peneimaan negara tertinggi dari pajak sebesar Rp162,2,3 triliun. Penerimaan pajak mengalami pertumbuhan 48,60 persen dan telah mencapai 9,44 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Pendapatan tersebut berasal dari PPh nonmigas sebesar Rp 78,29 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp 4,64 triliun, PBB dan Pajak lainnya Rp 1,29 triliun, dan PPh Migas Rp 8,03 triliun.
Penerimaan Negara dari PNBP
Kontributor penerimaan negara terbesar kedua yakni PNBP yang mencapai Rp 45,9 triliun, mengalami kenaikan hingga 103 persen (yoy). Capaian ini telah mencapai 10,4 persen dari target APBN 2023.
Kenaikan tersebut utamanya berasal dari pendapatan sumber daya alam Rp11,6 triliun, pendapatan SDA non migas Rp14,8 triliun, Pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan Rp4,6 triliun. Kemudian dari PNBP lainnya Rp14,4 triliun dan pendapatan BLU Rp400 miliar.
Advertisement
Penerimaan Negara dari Bea Cukai
Sementara itu, penerimaan negara dari bea dan cukai di bulan Januari 2023 mencapai Rp24,11 triliun atau telah mencapai 8,0 persen dari target APBN 2023. Hanya saja jika dibandingkan dengan kinerja tahun 2022, mengalami penurunan 3,4 persen (yoy).
“Penerimaan bea cukai sedikit melambat namun on track,” kata Sri Mulyani.
Penurunan kinerja ini disebabkan bea keluar yang mengalami penurunan hingga 68,1 persen. Hal ini dipengaruhi oleh harga CPO yang sudah termoderasi dan turunya ekspor komoditas mineral.
Meski begitu bea masuk masih tumbuh 22,6 persen yang didorong extra effort, kurs dolar yang meningkat dibandingkan tahun lalu dan kinerja impor yang masih tumbuh. Sementara itu dari sisi cukai juga tetap tumbuh 4,9 persen yang dipengaruhi kebijakan tarif , efek limpahan pelunasan hasil tembakau produksi November 2022.