Liputan6.com, Jakarta - Empat bank di Amerika Serikat (AS) yaitu First Republic, Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate, dan Signature Bank mengalami kebangkrutan. Apakah kebangkrutan bank di AS ini akan berpengaruh ke industri keuangan di Indonesia?
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, industri perbankan di Indonesia diyakini tidak akan terdampak masalah yang terjadi di AS tersebut. Alasannya, perbankan nasional memiliki daya tahan yang baik menghadapi fenomena kebangkrutan sejumlah bank di AS.
Baca Juga
"Sistem keuangan Indonesia berdaya tahan dalam menghadapi dampak penutupan sejumlah bank di AS maupun dari keketanan kondisi pasar kuangan global," ungkapnya dalam acara Peluncuran Buku: Kajian Stabilitas Keuangan No 40 di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Advertisement
Perry mencatat, realisasi pembiayaan tumbuh 11,35 persen secara tahunan pada 2022. Tren positif ini terus berlanjut hingga memasuki kuartal I 2023.
"Ketahanan (industri perbankan) juga tetap terjaga ditopang oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan juga risiko kredit yang terkendali (Non Performing Loan/NPL)," imbuhnya.
Capaian ini tak lepas dari kian rendahnya proporsi kepemilikan asing dalam Surat Berharga Negara (SBN). Sehingga, gejolak keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) berdampak kecil terhadap sistem keuangan di dalam negeri.
"Inklusi ekonomi dan keuangan juga terus meningkat sejalan dengan peningkatan pembiayan kinerja UMKM yang tumbuh positif. Kami sampaikan terimakasih kepada industri perbankan yang terus meningkatkan fungsi intermediasi dan penyaluran pembiayaan untuk UMKM," imbuhnya.
Waspada Ancaman Internasional
Meski begitu, Bank Indonesia terus mewaspadai sejumlah ancaman internasional yang berpotensi mengganggu industri perbankan dalam negeri. Antara lain memperkuat sinergi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memperkuat pencegahan krisis maupun mendorong kredit pembiayan ke sektor rill.
"Koordinasi juga terus dilakukan baik dengan prioritas sektor keuangan dengan para pelaku perbankan maupun non bank dan dunia usaha. Semuanya diarahkan untuk mendorong pemulihan dan transformasi ekonomi nasional," pungkasnya.
Reporter: sulaeman
Sumber: Merdeka.com
First Republic Bank Bangkrut, Krisis Perbankan AS Diprediksi Belum Berakhir
Sebelumnya, First Republic yang memasuki kebangkrutan dalam enam minggu dan disita oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) pada Senin pagi, 1 Mei 2023. First Republic Bank pun diambil alih oleh JPMorgan Chase.
Ini adalah pemberi pinjaman ketiga AS yang alami kegagalan dalam dua bulan, demikian dikutip dari CNN, ditulis Rabu (3/5/2023). Ini kegagalan bank terbesar setelah Washington Mutual pada 2008.
Gejolak perbankan yang dimulai dengan Silicon Valley Bank (SVB) pada Maret 2023 memicu kepanikan di antara deposan dan investor yang memiliki kesamaan yang nyata dan dirasakan dengan SVB.
First Republic hanya sedikit lebih besar dari SVB dan melayani nasabah yang kaya raya, segera memiliki target.
Lalu apa yang membuat First Republic dan SVB bangkrut?
First Republic dan Silicon Valley Bank berkantor pusat di Bay Area melayani pelanggan elit bisnis dan individu yang memiliki saldo kas besar. Dalam dua kasus, bank memiliki proporsi simpanan yang sangat besar di atas USD 250.000 atau sekitar Rp 3,6 miliar (asumsi kurs Rp 14.689 per dolar AS) yang dicakup oleh FDIC.
“Para deposan ini sangat rentan terhadap pemicu. Mereka canggih, mereka tahu memiliki pilihan lain, dan mereka memiliki mekanisme untuk memindahkan uang dengan cepat,” ujar Profesor Hukum di Boston College, Patricia McCoy dikutip dari CNN.
Advertisement
Risiko First Republic Bank
Basis deposan yang sangat fluktuatif itu menghadirkan risiko bagi investor. Ketika First Republic merilis laba kuartal I 2023 pada Senin, 1 Mei 2023 disertai dengan panggilan investor yang sangat singkat di mana pemimpin perusahaan tidak mengambil pertanyaan dari investor dan media.
Bank mengungkapkan kehilangan lebih dari 40 persen dari simpanannya. Hal itu setara USD 100 miliar. Rilis kinerja tersebut mengirim saham First Republic Bank anjlok ke level terendah baru.
Bank-bank besar yakni JPMorgan Chase dan Bank of America telah diversifikasi basis deposan mereka untuk memasukkan lebih banyak. McCoy menyebutnya sebagai “sticky deposits”. Dengan kata lain, orang biasa yang memiliki dana kurang dari USD 250.000 di bank dan tidak akan secepat itu melarikan diri.
Sekitar dua pertiga dari simpanan di First Republic tidak diasuransikan. Itu jauh lebih sedikit dari pada 94 persen tidak diasuransikan yang dimiliki Silicon Valley Bank, tetapi First Republic juga memiliki rasio pinjaman ke deposit 111 persen pada akhir tahun lalu, menurut S&P Global. Yang berarti ia telah meminjamkan lebih banyak uang daripada ada di deposito.