Pemberantasan Truk ODOL Belum Tentu Tingkatkan Daya Saing Produk Nasional

Pengusaha mengatakan penerapan Zero ODOL atau Over Dimension Over Load tidak secara otomatis bisa menaikkan daya saing produk-produk Indonesia terhadap negara lain

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Mei 2023, 00:59 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2023, 00:51 WIB
Pengusaha minta penundaan kebijakan zero odol
Sejumlah truk melintasi ruas jalan tol Tangerang-Jakarta, Kota Tangerang, Banten, Rabu (2/3/2022). Apindo mengatakan penerapan kebijakan bebas truk kelebihan muatan (over dimension overload/ODOL) akan sulit dilaksanakan pada 2023 karena ekonomi terpuruk akibat covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Bidang Perhubungan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Carmelita Hartoto mengatakan penerapan Zero ODOL atau Over Dimension Over Load tidak secara otomatis bisa menaikkan daya saing produk-produk  Indonesia terhadap negara lain.

Menurutnya, untuk bisa menjadi kompetitif itu harus juga disertai dengan perbaikan kinerja-kinerja lainnya seperti perbaikan infrastruktur jalan yang rusak.

“Pembebasan truk ODOL tidak otomatis membuat produk kita menjadi kompetitif dan meningkatkan daya saing internasional. Harus disertai perbaikan kinerja-kinerja yang lain meskipun memang pembebasan truk ODOL itu akan mengurangi resiko kecelakaan,” katanya, Kamis (11/5/2023).

Menurutnya, dengan masih tingginya biaya logistik di Indonesia, produk-produk dari Indonesia pun akan sulit bersaing dengan produk dari negara lain.

“Masih tingginya biaya logistik di Indonesia lah yang menyebabkan produk-produk Indonesia kurang kompetitif dibanding dengan produk barang sejenis dari negara lain,” ujarnya.

Carmelita mengutarakan bahwa masih tingginya biaya logistik di Indonesia itu tidak bisa dianalisa dengan pengamatan sesaat, tapi harus melalui investigasi komprehensif dan terukur yang disertai bukti-bukti yang aktual. Disebutkan, Logistics Performance Index yang dirilis oleh World Bank merujuk ada beberapa indikator yang bisa mempengaruhi kenaikan biaya logistik dan salah satunya adalah kualitas infrastruktur jalan.

“Jadi, dengan kualitas infrastruktur jalan yang rusak, itu menjadi salah satu yang menyebabkan masih tingginya biaya logistik di Indonesia,” ucapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Peringkat Logistik

Pengusaha minta penundaan kebijakan zero odol
Sejumlah truk melintasi ruas jalan tol Tangerang-Jakarta, Kota Tangerang, Banten, Rabu (2/3/2022). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan pemberlakuan penuh kebijakan bebas truk kelebihan muatan (over dimension overload/ODOL) diundur menjadi tahun 2025. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Seperti diketahui, peringkat Logistik Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 berada di angka 3.0 atau menempati posisi ke 63 di dunia berdasarkan data laporan World Bank baru-baru ini.

Berdasarkan data itu, Score LPI Indonesia masih berada di bawah Chile, Vietnam, Filipina maupun Brazil. Bahkan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Singapura yang menempati urutan score tertinggi LPI versi World Bank yakni 4.3 dan Hongkong dengan score 4.0.

Kinerja logistik Indonesia juga kalah dengan negara tetangga lainnya seperti Malaysia yang memiliki score 3.1 dan Thailand dengan score 3.5.

Namun, dia tidak sependapat jika keberadaan truk ODOL selalu dituding sebagai penyebab rusaknya infrastruktur jalan-jalan nasional. Menurutnya, rusaknya infrastruktur jalan di Indonesia itu tidak bisa dilihat dari satu perspektif saja. “Kerusakan infrastruktur jalan itu harus dianalisa dan diukur penyebabnya. Berapa persenkah yang disebabkan oleh ODOL dan berapa persen yang diakibatkan dari buruknya pemeliharaan atau rendahnya kualitas infrastruktur jalan tersebut,” cetusnya.

Dia mengatakan Indonesia sangat luas dan masih banyak diperlukan perbaikan infrastruktur untuk mendukung arus logistik. Bukan hanya di Jawa dan Sumatera, tapi juga di seluruh pelosok tanah air dan dari sentra industri ke pelabuhan. “Jika infrastruktur jalan kita sudah baik, biaya logistik juga akan turun dengan sendirinya, begitu juga dengan daya saing produk kita otomatis akan bisa bersaing dengan negara lain,” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan biaya logistik Indonesia 11 persen lebih mahal dari dunia. Menurutnya, porsi biaya logistik Indonesia 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi ketimbang rata-rata dunia yang sebesar 13 persen. Hal ini mengakibatkan biaya logistik Indonesia kurang bersaing dengan negara lain.

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Prof. Ir. Wimpy Santosa, Ph.D., IPU mengatakan buruknya kondisi infrastruktur jalan di Indonesia tidak sepenuhnya disebabkan truk-truk ODOL, tapi juga lebih karena tidak adanya komunikasi antara level-level pemerintahan. “Masing-masing di level-level pemerintahan itu mengatur sendiri daerahnya. Itu yang menyebabkan meskipun sudah ada peraturan-peraturannya, standar-standarnya, tapi pengaturan jalan itu sulit dilaksanakan,” ujarnya.

Selain tidak adanya komunikasi di level pemerintahan, permasalahan lain yang membuat pengaturan jalan di Indonesia itu tidak berjalan dengan baik adalah masalah anggaran. Menurutnya, jika pemerintah daerah tidak mampu untuk mendanai jalannya dan sekalipun bisa minta ke pemerintah pusat, tapi dana pemerintah pusat juga terbatas. “Ini juga menghambat perbaikan infrastruktur jalan di Indonesia,” tukasnya.

Jadi, menurutnya, harus ada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam membenahi pengaturan jalan di Indonesia. Dia mengatakan kuncinya adalah  semua harus mengetahui hirarki jalan. “Kalau sudah tahu pohon hierarkinya, nanti semuanya itu lebih jelas,” ucapnya.

Dia juga mengatakan bahwa buruknya infrastruktur jalan di Indonesia itu juga disebabkan karena pembuatan jalannya yang tidak mengikuti spesifikasi atau spek. “Yang paling sering terjadi itu adalah orang kita itu tidak mau mengikuti standar yang ada di spek,” ujarnya.

 


Masalah Jalan

Razia Truk ODOL
Razia kendaraan truk ODOL di wilayah Balikpapan. (Liputan6.com)

Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, mengatakan salah satu masalah yang harus dilihat dari kebijakan Zero ODOL ini adalah dari sisi ketersediaan prasarana jalan. Menurut Suryadi, ada kelas jalan dengan beban menahan bobot atau tonase tertentu dan lebar tertentu, tapi jalur-jalur atau ruas-ruas yang menghubungkan jalur utama itu justru tidak bisa mendukungnya.  

“Jalan-jalan kita tidak terintegrasi. Begitu mengizinkan karoseri menjual truk-truk bertonase dan dimensi besar, pemerintah seharusnya juga menyiapkan jalan yang besar juga. Kalau yang ada sekarang kan, pemerintah tidak menyiapkan jalan yang cukup besar, tapi begitu digunakan di jalan dibilang melanggar. Nah, ini masalah yang harus juga diselesaikan,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya