Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda dengan total Rp 71,28 miliar kepada 7 perusahaan yang dinilai melanggar dalam perkara kelangkaan minyak goreng. Seluruhnya punya waktu sekitar 30 hari sejak putusan bersifat tetap untuk membayar denda tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menerangkan, batas waktu pembayaran denda itu terhitung sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Jika perusahaan yang dijatuhkan hukuman terlambat membayar, maka akan dikenakan sanksi berupa denda tambahan.
Baca Juga
Besaran dendanya bervariasi, sesuai dengan denda yang dijatuhkan kepada perusahaan. Kisarannya, antara Rp 20 juta hingga Rp 800 juta per bulan keterlambatan. Mengingat, denda yang dijatuhkan juga berkisar Rp 1 miliar hingga Rp 40 miliar.
Advertisement
"(Pembayaran) maksimal 30 hari setelah berkekuatan hukum tetap. Denda tambahan 2 persen perbulan (jika terlambat)," ujar Deswin kepada Liputan6.com, Senin (29/5/2022).
Deswin menyebut, kekuatan hukum tetap atas putusan ini setelah seluruh upaya hukum dilalui. Artinya, jika ada keberatan, maka proses tersebut juga sudah melalui mekanisme persidangan.
"Untuk denda, dibayarkan setelah berkekuatan hukum tetap (setelah semua upaya hukum keberatan selesai, jika ada keberatan)," katanya.
Mengenai keberatan ini, KPPU memberikan keleluasaan bagi perusahaan yang ingin mengajukan banding untuk memproses kasasi ke Mahkamah Agung. "Pelaku usaha bisa keberatan/banding ke pengadilan niaga, dan bisa dilanjutkan ke kasasi di MA," jelasnya.
Â
Batasi Peredaran Minyak Goreng
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda dengan total Rp 71 miliar kepada 7 perusahaan. Sebabnya, karena membatasi penjualan minyak goreng kemasan pada periode kelangkaan beberapa waktu lalu.
Diketahui, ada kelangkaan minyak goreng di pasaran pada periode Oktober 2021 sampai dengan Desember 2021, dan periode bulan Maret 2022 sampai dengan bulan Mei 2022. KPPU menduga, adanya praktik kartel dan kesengajaan yang menyebabkan kelangkaan itu.
Setelah berjalan cukup panjang, KPPU akhirnya menjatuhkan putusan berupa denda Rp 71,2 miliar kepada 7 perusahaan. Perkaranya adalah sengaja membatasi volume produksi dan distribusi minyak goreng.
"Pembatasan peredaran bisa melalui pembatasan jumlah produksi dan jumlah yang disampaikan ke distributornya. Jadi bisa ke keduanya," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur kepada Liputan6.com, Senin (29/5/2023).
Informasi, dalam persidangan yang dilakukan KPPU, Majelis Komisi menemukan adanya rasio input yang lebih besar daripada output pada periode pelanggaran. Maka, tidak terbukti para perusahaan melakukan kenaikan harga berdasarkan harga input sebagai pembentuk harga pokok.
Atas hal tersebut, margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil. Dengan demikian para Terlapor dapat disimpulkan tidak melakukan penetapan harga untuk minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan.
Disisi lain, Majelis Komisi juga menemukan para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET). Yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.
Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET.
Â
Advertisement
Daftar 7 Perusahaan
Majelis Komisi memutuskan bahwa 7 (tujuh) Terlapor, yakni Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c (terkait pembatasan peredaran/penjualan barang).
Atas pelanggaran di atas, KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada 7 (tujuh) Terlapor tersebut, dengan total denda yang mencapai Rp71.280.000.000 (tujuh puluh satu miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah).
- PT Asianagro Agungjaya sebagai Terlapor I
- PT Batara Elok Semesta Terpadu sebagai Terlapor II
- PT Incasi Raya sebagai Terlapor V
- PT Salim Ivomas Pratama, Tbk sebagai Terlapor XVIII
- PT Budi Nabati Perkasa sebagai Terlapor XX
- PT Multimas Nabati Asahan sebagai Terlapor XXIII
- PT Sinar Alam Permai sebagai Terlapor XXIV.
Â
Â
Â
Rincian
Mengacu angka total tersebut, masing-masing perusahaan dikenakan denda dengan nominal yang berbeda-beda.
Pertama, PT Asianagro Agungjaya selaku terlapor I dihukum denda Rp 1 miliar. Kedua, PT Batara Elok Semesta Terpadu sebagai terlapor II dihukum denda Rp 15,24 miliar.
Ketiga, PT Incasi Raya selaku terlapor V dihukum denda senilai Rp 1 miliar. Keempat, PT Salim Ivomas Pratama Tbk selaku terlapor XVIII dihukum denda Rp 40,88 miliar.
Kelima, PT Budi Nabati Perkasa sebagai terlapor XX dihukum denda Rp 1,76 miliar. Keenam, PT Multimas Nabati Perkasa sebagai terlapor XXIII dihukum denda Rp 8 miliar. Ketujuh, PT Sinar Qlqm Permai sebagai terlapor XXIV dihukum denda Rp 3,36 miliar.
Advertisement