Liputan6.com, Jakarta Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama menantang calon presiden atau capres 2024 untuk mengangkat isu mengenai perpajakan. Saat ini, kalangan pengusaha tengah menantikan sosok calon pengganti Jokowi yang berani menyinggung isu mengenai perpajakan.
"Kita menunggu calon presiden 2024 yang berani menyinggung isu tentang perpajakan," kata Siddhi dalam acara Arah Kebijakan Pajak RAPBN 2024 di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Selasa (29/8)
Baca Juga
Siddhi menilai, saat ini tak banyak sosok capres yang berani menyentuh mengenai kebijakan perpajakan. Padahal, isu mengenai perpajakan menjadi makanan empuk bagi capres maupun perdana menteri di luar negeri
Advertisement
"Kalau kita lihatin, perhatiin, di seluruh dunia tuh calon presiden, calon perdana menteri kalau mau pemilu mereka selalu berani sunggung isu perpajakan. Adakah di Indonesia nih," ungkapnya.
Siddhi menyebut, salah satu isu terkait masalah perpajakan yang seksi diangkat capres 2024 adalah terkait shadow economy. Shadow economy merupakan usaha yang dilakukan oleh individu, rumah tangga, dan/atau perusahaan dalam menghindari atau tidak melaporkan transaksinya kepada pemerintah.
Dia meyakini, saat ini masih banyak oknum yang menghindari atau mengelabui transaksi terkait perpajakan. Padahal, pajak masih menjadi sumber utama penerimaan negara. "Bagaimana shadow economy bisa menjadi penyumbang, masuk menjadi legal economy, ini sangat penting," tekannya.
Â
JK Ingin Pengusaha Tak Bayar Pajak Dicekal Seperti Koruptor
Sebelumnya, Jusuf Kalla mengingatkan kepada dunia usaha untuk tetap berbisnis sesuai aturan. Hal ini lantaran selama ini negara telah banyak dirugikan akibat ulah pengusaha nakal.
"Anda (pengusaha) boleh berusaha asal sesuai aturan dan bayar pajak," ujar Kalla di Jakarta, Senin (8/12).
Kalla menerangkan pemerintah akan serius dalam melakukan penegakan hukum di sektor bisnis. Menurut dia, pengusaha yang tidak mau bayar pajak akan kena sanksi sama seperti koruptor.
"Kalau koruptor dicekal, pembayar pajak juga harus dicekal. Kalau akhir tahun enggak bayar pajak tapi berpelesir di luar negeri, maka akan dicekal," ungkap dia.
Adapun, Pemerintahan Jokowi menargetkan pendapatan negara di 2024 ditargetkan capai Rp2.781,3 triliun. Angka ini terdiri dari penerimaan perpajakan Rp2.307,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp473,0 triliun, serta hibah sebesar Rp0,4 triliun.
"Untuk menjalankan agenda pembangunan tersebut, pendapatan negara pada tahun 2024 didorong lebih optimal dengan tetap menjaga iklim investasi, keberlanjutan dunia usaha, dan kelestarian lingkungan," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Pertama, menjaga efektivitas reformasi perpajakan untuk perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan dan penggalian potensi. "Kedua, implementasi sistem inti perpajakan, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan," ujar Jokowi.
Ketiga, implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam rangka meningkatkan rasio perpajakan. "Keempat, pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi," ujarnya.
Â
Advertisement
Integrasi NIK dengan NPWP Bikin Pengusaha Mudah Urus Pajak
Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku sangat mendukung upaya Pemerintah dalam mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama, mengatakan pemadanan NIK dengan NPWP tersebut dinilai membantu dunia usaha untuk mengurus soal perpajakannya.
"Dunia usaha sangat mendukung, sangat mendukung 100 persen implementasi ini menjadi NPWP. Kenapa? Karena tadi wajib pajak itu merasa 'oh bagus ini dengan adanya implementasi NIK menjadi NPWP orang yang tadinya nggak punya NPWP itu bisa masuk'," kata Siddhi dalam Forum diskusi Perpajakan Bisnis Indonesia, Selasa (29/8/2023).
Contoh
Siddhi pun mencontohkan, sebelum adanya pemadanan NIK dengan NPWP, dunia usaha kesulitan saat mengurus faktur pajak. Namun, kini dengan kemudahan tersebut, dunia usaha semakin semangat untuk mengurus perpajakan.
"Contoh sederhananya banyak pengusaha penguasaha yang sekarang masih bingung. Dia mau buka faktur pajak tapi nggak punya NPWP. Mau buka faktur pajak bingung ini. Nah, sekarang dengan adanya NIK ini bagus senang," ujarnya.
Lebih lanjut, Siddhi pun memuji bahwa implementasi NIK menjadi NPWP sebenarnya membantu meningkatkan basis pajak. Dia menegaskan, upaya pemadanan harus dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten sebagai bentuk perluasan potensi pajak.
Â
Permasalahan Teknis
Disisi lain, ia juga menyoroti terkait permasalahan teknis yang kemungkinan akan mempersulit wajib pajak dalam memadankan NIK dengan NPWP, salah satu soal penulisan alamat.
"Tapi yang kami dengar implementasi NIK ini teknis ada berbagai permasalahan . Orang Indonesia ini kan kreatif menulis kalau kita menulis alamat tinggalnya di mana? ada yang nulis Jalan Pakubuwono ada yang nulis Jl. Ada lagi yang nulis Jln. Itu dari 3 tadi jalan, Jln. Jl. Jalan. ini katanya nanti di sistemnya ini juga menimbulkan suatu (masalah) tersendiri," katanya.
Oleh karena itu, Siddhi menghimbau kepada Pemerintah untuk bisa mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi permasalahan teknis ke depan.
"Hal-hal yang seperti inilah yang harus kita antisipasi. Sebetulnya spiritnya baik kami mendukung sangat baik tinggal bagaimana ini bisa kita atasi, sehingga tujuannya bisa tercapai," pungkasnya.
Â
Advertisement