Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi 5 negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN akan tumbuh 4,7 persen di 2024. Sedangkan untuk 2025, IMF memperkirakan kinerja ekonomi ASEAN akan menurun ke kisaran 4,4 persen.
Untuk tahun 2024-2025, IMF tidak merivisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia atau tetap di kisaran 5,0 persen. Sementara Malaysia diperkirakan akan melihat pertumbuhan ekonomi 4,3 persen di 2024 dan sedikit naik ke 4,4 persen di 2025 mendatang.
Baca Juga
Kemudian ada Filipina yang diproyeksi melihat pertumbuhan terbesar di ASEAN, kisaran 6,0 persen di 2024 dan 6,1 persen untuk 2025 mendatang. Adapun ekonomi Thailand yang diperkirakan akan tumbuh 4,4 persen pada 2024 dan menurun cukup signifikan hingga 2,0 persen di 2025.
Advertisement
Di Asia secara keseluruhan, IMF memproyeksi ekonomi di negara-negara berkembang di Asia akan menurun menjadi 5,2 persen pada tahun 2024.
"Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang di Asia diperkirakan akan menurun dari sekitar 5,4 persen pada tahun 2023 menjadi 5,2 persen pada tahun 2024 dan 4,8 persen pada tahun 2025, dengan peningkatan sebesar 0,4 poin persentase untuk tahun 2024 dibandingkan proyeksi bulan Oktober 2023, yang disebabkan oleh pelemahan di Tiongkok," jelas IMF dalam laporan World Economic Outlook edisi Januari 2024, dikutip Rabu (31/1/2024).
Pertumbuhan di Tiongkok diproyeksikan mencapai 4,6 persen di tahun 2024 dan 4,1 persen di 2025 mendatang, dengan revisi naik sebesar 0,4 poin persentase sejak WEO sebelumnya pada bulan Oktober 2023.
"Peningkatan ini mencerminkan kelanjutan dari pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan pada tahun 2023 dan peningkatan belanja pemerintah untuk peningkatan kapasitas dalam menghadapi bencana alam," ungkap IMF.
Adapun pertumbuhan ekonomi India yang diproyeksikan akan tetap kuat sebesar 6,5 persen pada tahun 2024 dan 2025, dengan peningkatan sebesar 0,2 poin persentase dari bulan Oktober pada kedua tahun tersebut, yang mencerminkan ketahanan permintaan domestik.
IMF Proyeksi Ekonomi Global Cuma Tumbuh 3,1% di 2024
International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional memproyeksikan perekonomian global tumbuh 3,1% di 2024. Proyeksi ini dirilis IMF dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru edisi Januari 2024.
"Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan sebesar 3,1%pada 2024 dan 3,2 persen pada% pada 2025, dengan perkiraan tahun 2024 0,2 poin persentase lebih tinggi dibandingkan perkiraan pada Oktober 2023," ungkap IMF di laporan World Economic Outlook, dikutip Rabu (31/1/2024).
Dalam laporan IMF itu ditulis bahwa proyeksi ekonomi global kali ini didukung oleh ketahanan ekonomi yang lebih besar di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara lain, serta pasar negara berkembang yang besar. Selain itu juga didukung kebijakan fiskal Tiongkok.
Namun IMF mencatat, perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk 2024–2025 masih di bawah rata-rata historis (2000–2019) sebesar 3,8 persen, dengan kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral untuk melawan inflasi, penarikan dukungan fiskal di tengah tingginya utang yang membebani aktivitas perekonomian, dan rendahnya produktivitas.
Tetapi inflasi turun lebih cepat dari perkiraan di sebagian besar negara-wilayah, di tengah melemahnya permasalahan sisi penawaran dan kebijakan moneter yang restriktif.
"Inflasi global diperkirakan akan turun menjadi 5,8 persen pada tahun 2024 dan menjadi 4,4 persen pada tahun 2025, dengan perkiraan tahun 2025 direvisi turun," beber IMF.
Advertisement
Hard Landing
Dengan disinflasi dan pertumbuhan yang stabil, IMF memperkirakan, kemungkinan terjadinya hard landing telah berkurang. Adapun risiko terhadap pertumbuhan global secara umum juga sudah seimbang.
"Sisi positifnya, disinflasi yang lebih cepat dapat menyebabkan kondisi keuangan semakin melemah. Kebijakan fiskal yang lebih longgar dari yang diperlukan dan dari perkiraan dalam proyeksi dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih tinggi untuk sementara waktu, namun dengan risiko penyesuaian yang lebih mahal di kemudian hari," pungkas IMF.
Badan itu juga mengatakan, reformasi struktural yang kuat dapat meningkatkan produktivitas dengan dampak positif lintas batas negara.
Sedangkan pada sisi negatif, lonjakan harga komoditas baru akibat guncangan geopolitik, termasuk serangan Houthi di Laut Merah dan gangguan pasokan atau inflasi yang lebih persisten dapat memperpanjang kondisi moneter yang ketat.