Liputan6.com, Jakarta - Pembuat truk dan SUV listrik yang berbasis di California, Amerika Serikat, Rivian mengumumkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 10 persen karyawannya.
PHK di Rivian terjadi di tengah kerugian triwulanan dan pasar kendaraan listrik di AS yang semakin kompetitif.
"Bisnis kami menghadapi lingkungan makroekonomi yang menantang, termasuk suku bunga yang tinggi secara historis dan ketidakpastian geopolitik, dan kami perlu membuat perubahan yang terarah sekarang untuk memastikan masa depan kami yang menjanjikan," tulis pendiri dan CEO Rivian, RJ Scaringe dalam sebuah pesan email kepada karyawan, dikutip dari CNN Business, Jumat (23/2/2024).
Advertisement
Diketahui, Rivian memiliki total 16,700 karyawan tetapi tidak mengungkapkan berapa banyak dari mereka yang dianggap sebagai karyawan bergaji.
Dalam dua kesempatan berbeda, produsen EV itu telah memberhentikan 6 persen tenaga kerjanya karena perusahaan berupaya mengurangi kerugiannya.
Penjualan kendaraan listrik belum berkembang secepat tahun lalu, dan produsen mobil menyalahkan tingginya suku bunga sebagai penyebab perlambatan tersebut.
Pada saat yang sama, Tesla secara agresif juga memangkas harga kendaraannya, sehingga memberikan tekanan pada produsen mobil lain. Ford, misalnya, baru-baru ini mengumumkan akan memangkas harga Mustang Mach-E, pesaing langsung SUV Tesla Model Y.
Rivian Laporkan Kerugian di Akhir 2023
Pada kuartal keempat 2023, Rivian melaporkan kerugian sebesar USD 1,5 miliar atau setara Rp. 23,3 triliun, dibandingkan kerugian sekitar USD 1,7 miliar atau Rp. 26,5 triliun pada periode yang sama tahun 2022.
Perusahaan memproduksi 57,000 kendaraan tahun lalu dan mengirimkan 50.000 unit kendaraan ke pelanggan.
Dalam surat pemegang sahamnya, Rivian mengatakan pihaknya memperkirakan pengiriman akan sama tahun ini meskipun mereka memperkirakan akan mencapai laba kotor yang moderat pada akhir tahun 2024.
Rivian akan meluncurkan model baru yang lebih kecil dan lebih murah, yaitu SUV R2S dan pikap R2T pada bulan Maret mendatang, tetapi kendaraan tersebut diperkirakan baru akan diproduksi pada tahun 2026.
Nike PHK Massal 1.500 Karyawan
Merek pakaian dan sepatu olah raga ternama asal Amerika Serikat (AS), Nike mengungkapkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 2 persen tenaga kerjanya saat ini, atau lebih dari 1.500 karyawan.
Melansir CNBC International, Sabtu (17/2/2024) Nike mengatakan PHK kali ini sebagai bagian dari restrukturisasi yang lebih luas.
Raksasa sepatu olah raga yang berbasis di Beaverton, Oregon, itu juga mengungkapkan mereka berencana menggunakan modalnya untuk lebih berinvestasi di produk sepatu lari, pakaian wanita, dan seri sepatu Jordan.
"Inilah cara kami menghidupkan kembali pertumbuhan kami,” kata CEO Nike, John Donahoe dalam sebuah pesan memo.
"Ini adalah kenyataan yang menyakitkan dan saya tidak menganggap entengnya," lanjut dia.
"Saat ini kami tidak melakukan yang terbaik, dan pada akhirnya saya meminta pertanggungjawaban diri saya dan tim kepemimpinan saya," ungkapnya.
Nike mengatakan PHK akan dilakukan dalam dua tahap. Perusahaan akan memulai putaran pertama PHK pekan ini, dan menyelesaikan putaran kedua pada akhir kuartal fiskal keempat, yang biasanya berakhir pada akhir Mei.
PHK di wilayah EMEA Nike akan dilakukan dengan jangka waktu yang berbeda berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan setempat, menurut keterangan perusahaan itu.
Namun, tidak diketahui jelas departemen mana yang akan mengalami PHK, namun hal tersebut tidak akan berdampak pada karyawan ritel di toko atau pekerja gudang Nike.
PHK melanda Nike karena konsumen menjadi lebih berhati-hati dalam berbelanja, dan industri ritel bersiap menghadapi penurunan permintaan terhadap barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti pakaian dan sepatu, yang merupakan produk andalan Nike.
Pada Desember 2023, Nike meluncurkan rencana restrukturisasi besar-besaran untuk memangkas biaya sekitar USD 2 miliar selama tiga tahun ke depan.
Selain itu, Nike juga menurunkan prospek penjualannya karena bersiap menghadapi permintaan yang lebih rendah dan pesanan grosir, penjualan online yang lemah, dan pasar yang lebih mengandalkan promosi.
Advertisement
Badai PHK di Sektor Teknologi AS Berlanjut, Landa 550 Karyawan Platform Antar Makanan
Toast, pembuat perangkat lunak manajemen restoran asal Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 550 karyawan, atau sekitar 10 persen dari tenaga kerjanya.
Melansir CNBC International, Jumat (16/2/2024) PHK di Toast merupakansalah satu upaya penghematan biaya USD 45 juta hingga USD 55 juta sebagian besar untuk kuartal pertama, dan penghematan tahunan sebesar USD 100 juta.
PHK tersebut terjadi beberapa minggu setelah Aman Narang, salah satu pendiri dan COO Toast, menggantikan Chris Comparato sebagai CEO.
Di bawah kepemimpinan Comparato musim panas lalu, Toast mulai mengenakan biaya sebesar 99 sen untuk setiap pesanan online yang berjumlah lebih dari USD 10.
Namun konsumen dan pemilik restoran mengungkap keberatan, sehingga mendorong perusahaan memutuskan untuk memangkas biaya.
Selain itu, PHK terjadi ketika Toast melaporkan pendapatan kuartal keempat 2023 yang melampaui ekspektasi Wall Street.
Pendapatan Toast meningkat hampir 35 persen dari secara tahunan pada kuartal keempat 2023, menurut sebuah pernyataan.
Kerugian bersihnya juga menurun menjadi USD 36 juta dari USD 99 juta.
Toast menghadapi persaingan yang semakin ketat dari perusahaan-perusahaan teknologi serupa di AS seperti Block, Fiserv dan Shift4, menurut analis Bank of America dalam catatan bulan Desember 2023 ketika mereka menurunkan peringkat saham dari beli menjadi netral.
Meski bersaing, transaksi menggunakan produk Toast terus tumbuh. Volume pembayaran kotor, sebesar USD 33,70 miliar, naik 32 persen lebih tinggi dari konsensus USD 33,53 miliar di antara para analis yang disurvei oleh StreetAccount.