Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menambah alokasi pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton pada 2024. Keputusan penambahan alokasi ini setelah pemerintah melangsungkan rapat terbatas tentang pangan di Istana Negara.
“Insya Allah petani tidak usah lagi risau dan khawatir tentang pupuk. Pak Presiden (Jokowi) sudah memenuhi kebutuhan petani seperti pada tahun 2014-2018, juga kuantum pupuk (dinaikkan menjadi) 9,55 juta ton,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dikutip dari Antara, Senin (25/2/2024).
Baca Juga
Selain itu, Amran juga mengungkapkan kemungkinan pengadaan diskon pupuk dari Kementerian BUMN, yang diharapkan dapat meningkatkan akses para petani untuk mendapatkan pupuk.
Advertisement
Pemerintah pun telah mempermudah persyaratan bagi petani yang ingin membeli pupuk bersubsidi melalui kartu tani atau KTP.
“Seluruh harapan petani di Indonesia dipenuhi dalam ratas tadi; pupuk naik dua kaki lipat jumlah kuantumnya. Kepada seluruh gubernur dan bupati di Indonesia, pupuk yg ada saat ini diberikan keleluasaan kepada petani apabila mau tanam,” katanya.
Diskon Pupuk Nonsubsidi
Terkait diskon pupuk nonsubsidi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan menyetujui pemberian diskon sekitar 40 persen bagi petani.
“Tadi saya usulkan dan Bapak Presiden (Jokowi) menyetujui bahwa nanti pupuk nonsubsidi itu akan diberikan diskon kira-kira 40 persen sehingga kebutuhan pupuk bisa disediakan secara masif,” katanya.
Rencana penambahan kuota pupuk bersubsidi hingga pemberian diskon pupuk non subsidi dimatangkan pemerintah guna merespons tingginya harga beras di pasaran.
Pemerintah juga memutuskan menambah subsidi pupuk menjadi Rp1,4 triliun.
“Kalau subsidinya sudah bisa turun, permintaan petani bisa dipenuhi di awal, jadi berapa pun dia minta bisa kita penuhi sehingga selain menjaga (stabilitas) harga kita juga harus menjaga produksi (beras) di semester dua nanti,” tutur Airlangga.
5 Hal Ini Disebut Dapat Selesaikan Masalah Pupuk di Indonesia
Sebelumnya, Nagara Institute menjelaskan pupuk selalu menjadi masalah di manapun. Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo menyebut untuk menyelesaikan masalah pupuk harus membahas lima hal yaitu terkait produksi, skema subsidi, alokasi subsidi, penyaluran subsidi, dan petani harus disiplin menggunakan pupuk.
"Dari sisi produksi, produksi pupuk nasional baik dari BUMN maupun swasta cukup, tetapi bahan bakunya yang berupa potasium dan phospat itu di Indonesia tidak punya tambangnya. Sehingga kita sarankan lebih agresif untuk mengakuisisi tambang-tambang di Kanada, Rusia, Belarus. BUMN outbound investment saja sehingga ada kepastian bahan baku,” kata Revindo dalam Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/2/2024).
Dari sisi skema subsidi, pemerintah punya pilihan untuk subsidi kepada pupuk atau diberi langsung kepada petani, atau dijadikan jaminan pembelian produk pupuk.
"Pengalaman kita di daerah kalau uangnya diberikan ke petani itu bagus, tetapi petaninya tidak disiplin uangnya digunakan untuk hal lain. Pilihannya dijadikan subsidi output. Jadi pemerintah memperbesar kapasitas Bulog serta menyerap semua produk petani dengan harga wajar, tetapi risikonya apakah cukup gudangnya kalau kita punya 9 bahan pokok dan apa anggarannya cukup,” tutur Revindo.
Menurut Revindo solusi yang saat ini sudah tepat, tetapi masih perlu diperbaiki adalah subsidi yang melekat pada produk. Namun, masalah skema subsidi ini ada pada proses penebusannya.
"Terkait penebusan ini sistemnya beda di setiap daerah. Jadi ini menjadi sulit untuk menebus subsidi,” lanjut Revindo.
Selanjutnya terkait alokasi subsidi, Nagara Institute menemukan jika biaya penebusan naik sekitar 10-20 persen tidak menjadi masalah bagi petani, asalkan produk yang didapat lebih banyak.
Advertisement
Penyelesaian Masalah Pupuk
"Jadi kalaupun pemerintah tidak bisa menaikan anggaran, naikan harga 10-20 persen, tapi alokasinya jadi lebih banyak misalnya 2 kuintal per hektar, bisa naik jari 2,5 hingga 3 kuintal itu petani senang, karena mereka tahu harga itu tinggi,” ungkap Revindo.
Hal terakhir untuk menyelesaikan masalah pupuk adalah keberanian untuk mengkritik petani. Revindo menyebut, petani harus disiplin menggunakan pupuk, terutama petani penggarap, karena mereka tidak punya tanggung jawab terkait kualitas lahan.
"Mereka kalau dapat pupuk atau bahan murah semua digunakan, padahal Kita harus mulai pelan-pelan menggunakan pupuk sesuai dosis, tepat waktu supaya kualitas tanah tidak rusak,” ujar dia.
Masa Depan Pupuk Organik
Revindo menuturkan, pada masa depan, Indonesia pelan-pelan menggunakan pupuk organik. Namun, pupuk organik juga masih ada isu yang perlu diselesaikan yaitu terkait sertifikasi.
"Pupuk organik adalah satu barang yang diatur oleh pemerintah, peredarannya lewat SNI. Sehingga kalau saya buat pupuk organik, saya tidak bisa menjualnya tanpa sertifikat. Nah, biaya sertifikasinya mahal. Pemerintah kalau bisa mensubsidi tak hanya produk tapi pendampingan untuk mendapat sertifikat,” pungkasnya.
Advertisement