Pemerintah Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Ada kemungkinan pengadaan diskon pupuk dari Kementerian BUMN, yang diharapkan dapat meningkatkan akses para petani untuk mendapatkan pupuk.

oleh Arthur Gideon diperbarui 26 Feb 2024, 17:45 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2024, 17:45 WIB
Ilustrasi Pupuk Bersubsidi (Istimewa)
Ilustrasi Pupuk Bersubsidi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menambah alokasi pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton pada 2024. Keputusan penambahan alokasi ini setelah pemerintah melangsungkan rapat terbatas tentang pangan di Istana Negara.

“Insya Allah petani tidak usah lagi risau dan khawatir tentang pupuk. Pak Presiden (Jokowi) sudah memenuhi kebutuhan petani seperti pada tahun 2014-2018, juga kuantum pupuk (dinaikkan menjadi) 9,55 juta ton,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dikutip dari Antara, Senin (25/2/2024).

Selain itu, Amran juga mengungkapkan kemungkinan pengadaan diskon pupuk dari Kementerian BUMN, yang diharapkan dapat meningkatkan akses para petani untuk mendapatkan pupuk.

Pemerintah pun telah mempermudah persyaratan bagi petani yang ingin membeli pupuk bersubsidi melalui kartu tani atau KTP.

“Seluruh harapan petani di Indonesia dipenuhi dalam ratas tadi; pupuk naik dua kaki lipat jumlah kuantumnya. Kepada seluruh gubernur dan bupati di Indonesia, pupuk yg ada saat ini diberikan keleluasaan kepada petani apabila mau tanam,” katanya.

Diskon Pupuk Nonsubsidi

Terkait diskon pupuk nonsubsidi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan menyetujui pemberian diskon sekitar 40 persen bagi petani.

“Tadi saya usulkan dan Bapak Presiden (Jokowi) menyetujui bahwa nanti pupuk nonsubsidi itu akan diberikan diskon kira-kira 40 persen sehingga kebutuhan pupuk bisa disediakan secara masif,” katanya.

Rencana penambahan kuota pupuk bersubsidi hingga pemberian diskon pupuk non subsidi dimatangkan pemerintah guna merespons tingginya harga beras di pasaran.

Pemerintah juga memutuskan menambah subsidi pupuk menjadi Rp1,4 triliun.

“Kalau subsidinya sudah bisa turun, permintaan petani bisa dipenuhi di awal, jadi berapa pun dia minta bisa kita penuhi sehingga selain menjaga (stabilitas) harga kita juga harus menjaga produksi (beras) di semester dua nanti,” tutur Airlangga.

5 Hal Ini Disebut Dapat Selesaikan Masalah Pupuk di Indonesia

Pupuk
PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatat, hingga 20 April 2021, stok pupuk subsidi yang berada di gudang lini I (produsen) sampai dengan lini IV (kios resmi) sebanyak 2,2 juta ton. Jumlah ini mencukupi untuk kebutuhan selama enam minggu ke depan.

Sebelumnya, Nagara Institute menjelaskan pupuk selalu menjadi masalah di manapun. Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo menyebut untuk menyelesaikan masalah pupuk harus membahas lima  hal yaitu terkait produksi, skema subsidi, alokasi subsidi, penyaluran subsidi, dan petani harus disiplin menggunakan pupuk. 

"Dari sisi produksi, produksi pupuk nasional baik dari BUMN maupun swasta cukup, tetapi bahan bakunya yang berupa potasium dan phospat itu di Indonesia tidak punya tambangnya. Sehingga kita sarankan lebih agresif untuk mengakuisisi tambang-tambang di Kanada, Rusia, Belarus. BUMN outbound investment saja sehingga ada kepastian bahan baku,” kata Revindo dalam Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/2/2024).

Dari sisi skema subsidi, pemerintah punya pilihan untuk subsidi kepada pupuk atau diberi langsung kepada petani, atau dijadikan jaminan pembelian produk pupuk. 

"Pengalaman kita di daerah kalau uangnya diberikan ke petani itu bagus, tetapi petaninya tidak disiplin uangnya digunakan untuk hal lain. Pilihannya dijadikan subsidi output. Jadi pemerintah memperbesar kapasitas Bulog serta menyerap semua produk petani dengan harga wajar, tetapi risikonya apakah cukup gudangnya kalau kita punya 9 bahan pokok dan apa anggarannya cukup,” tutur Revindo.

Menurut Revindo solusi yang saat ini sudah tepat, tetapi masih perlu diperbaiki adalah subsidi yang melekat pada produk. Namun, masalah skema subsidi ini ada pada proses penebusannya. 

"Terkait penebusan ini sistemnya beda di setiap daerah. Jadi ini menjadi sulit untuk menebus subsidi,” lanjut Revindo. 

Selanjutnya terkait alokasi subsidi, Nagara Institute menemukan jika biaya penebusan naik sekitar 10-20 persen tidak menjadi masalah bagi petani, asalkan produk yang didapat lebih banyak.

Penyelesaian Masalah Pupuk

Petrokimia Gresik
Menjelang Ramadan, Petrokimia Gresik perusahaan Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia menyiapkan stok pupuk bersubsidi sebanyak 294.466 ton per tanggal 10 Maret 2023. (Dok. Petrokimia Gresik)

"Jadi kalaupun pemerintah tidak bisa menaikan anggaran, naikan harga 10-20 persen, tapi alokasinya jadi lebih banyak misalnya 2 kuintal per hektar, bisa naik jari 2,5 hingga 3 kuintal itu petani senang, karena mereka tahu harga itu tinggi,” ungkap Revindo. 

Hal terakhir untuk menyelesaikan masalah pupuk adalah keberanian untuk mengkritik petani. Revindo menyebut, petani harus disiplin menggunakan pupuk, terutama petani penggarap, karena mereka tidak punya tanggung jawab terkait kualitas lahan. 

"Mereka kalau dapat pupuk atau bahan murah semua digunakan, padahal Kita harus mulai pelan-pelan menggunakan pupuk sesuai dosis, tepat waktu supaya kualitas tanah tidak rusak,” ujar dia. 

Masa Depan Pupuk Organik

Ketersediaan Pupuk Bersubsidi Siap Penuhi Kebutuhan Petani
Pekerja melintas di gudang penyimpanan pupuk milik PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, Sumatera Selatan (17/4/2023). PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, Sumatera Selatan, mendistribusikan 374 ribu ton lebih pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan petani pada musim panen April 2023. (Liputan6.com/HO)

Revindo menuturkan, pada masa depan, Indonesia pelan-pelan menggunakan pupuk organik. Namun, pupuk organik juga masih ada isu yang perlu diselesaikan yaitu terkait sertifikasi. 

"Pupuk organik adalah satu barang yang diatur oleh pemerintah, peredarannya lewat SNI. Sehingga kalau saya buat pupuk organik, saya tidak bisa menjualnya tanpa sertifikat. Nah, biaya sertifikasinya mahal. Pemerintah kalau bisa mensubsidi tak hanya produk tapi pendampingan untuk mendapat sertifikat,” pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya