Harga Jual Gula Naik jadi Rp 17.500 per Kg

HAP gula di tingkat konsumen sebelumnya Rp 16.000 per kg, sekarang menjadi Rp 17.500 per kg. Adapun untuk wilayah Maluku, Papua dan wilayah Tertinggal, Terluar, dan Perbatasan ditetapkan sebesar Rp 18.500 per kg.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 18 Apr 2024, 16:10 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2024, 16:10 WIB
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi di acara Halal bi halal, Kamis (18/4/2024). Arief mengumumkan kenaikan harga gula di tingkat konsumen. (Gagas/Liputan6.com)
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi di acara Halal bi halal, Kamis (18/4/2024). Arief mengumumkan kenaikan harga gula di tingkat konsumen. (Gagas/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional (Bapanas), mengumumkan kenaikan harga gula di tingkat konsumen menjadi Rp 17.500 per kilogram (kg). Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, keputusan kenaikan harga gula ini berlaku sementara yaitu pada 5 April hingga 31 Mei 2024.

“Sudah kita berikan relaksasi gula jadi Rp 17.500 per kilogram sampai 31 Mei, dengan begitu kita pastikan gula tersedia dan enggak akan hilang, karena ada relaksasi,” kata Arief kepada wartawan usai acara Halal bi halal, Kamis (18/4/2024).

Aturan ini diputuskan setelah Rapat Koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Gula Konsumsi lintas kementerian/lembaga dan stakeholder terkait pada 4 April lalu.

HAP gula di tingkat konsumen sebelumnya Rp 16.000 per kg, sekarang menjadi Rp 17.500 per kg. Adapun untuk wilayah Maluku, Papua dan wilayah Tertinggal, Terluar, dan Perbatasan ditetapkan sebesar Rp 18.500 per kg.

“Kenaikan HAP gula ditetapkan untuk menjaga ketersediaan pasokan dan harga gula konsumsi, khususnya di ritel modern,” ujar Arief

Arief menambahkan penyesuaian harga gula konsumsi di tingkat konsumen juga diperlukan sebelum musim giling tebu dalam negeri.

Selain itu, menurutnya penetapan kenaikan HAP gula ini karena tingkat biaya produksi gula di Tanah Air sudah tinggi serta harga gula konsumsi yang didatangkan dari luar negeri juga tinggi.

Kejar Swasembada Gula, Indonesia Butuh 700 Hektare Lahan Tebu

Ilustrasi Gula Rafinasi Impor. Foto: Freepik/Jcomp
Ilustrasi gula rafinasi impor. Foto: Freepik/Jcomp

Sebelumnya, pemerintah tengah mengejar swasembada gula nasional pada 2028 mendatang. Selain itu, ada alokasi bioetanol dari tebu sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan.

Guna mendorong hal itu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah menyusun aturan penguatnya. Ini menjadi peta jalan atau roadmap menuju swasembada gula tadi.

 "Itu yang sedang kita rumuskan roadmap-nya, mungkin dalam waktu satu bulan ini akan selesai. Itu nanti bentuknya dalam Kepmenko (Keputusan Menko Perekonomian)," ucap Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Dida Gardera, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, dikutip Kamis (7/3/2024).

Informasi, target swasembada gula nasional dan alokasi bioetanol dari tebu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

Dalam mengejar itu, dibutuhkan peningkatan produktivitas dan tambahan luasa lahan hingga 700 ribu hektare (ha).

Kualitas Rendemen Tebu

Ilustrasi Panen Tebu di Situbondo (Istimewa)
Ilustrasi Panen Tebu di Situbondo (Istimewa)

Dida mengatakan, langkah pertama yang dikejar bukan pada titik luas lahan penanaman, tapi lebih dulu meningkatkan produktivitas rendemen tebu. Apalagi, Indonesia disebut masih jauh tertinggal dai Brazil.

"Sudah di dalam Perpres. Kebutuhan lahan itu kan 700 ribu hektare. Tapi tetap itu track kedua. Kita tetap optimalkan track pertama, berapa rendemennya, di 60-an, dan targetnya 93, dan Brazil itu sudah diatas 100," urainya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya