Liputan6.com, Jakarta - Kapasitas PLTU batu bara di Indonesia saat ini kurang lebih 45 gigawatt. Dengan jumlah tersebut,Indonesia menempati posisi terbesar kelima negara yang memiliki dan menggunakan PLTU batu bara.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Boby Wahyu Hernawan menjelaskan, Indonesia tengah mendorong pensiun dini PLTU batu bara. Namun langkah tersebut tidak mudah. Saat ini, pemanfaatan PLTU baru bara di Indonesia mencapai sekitar 60 persen.
Baca Juga
"Salah satu sumber energi Indonesia tentunya coal (batu bara) tadi, tidak bisa dipungkiri dan ini coal kita adalah kurang lebih 60 persen dari sumber energi nasional," kata Boby dalam acara Media Gathering di kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/5/2024).
Advertisement
Anak buah Sri Mulyani ini menyebut tingginya pemanfaatan PLTU di Indonesia lantaran melimpahnya sumber daya batu bara di Indonesia. Hal ini mengakibatkan batu bara masih menjadi penggerak perekonomian negara.
"Dan saat ini Indonesia berkelimpahan atas sumber daya alam itu, kemudian juga harganya sudah cukup efisien, cukup murah," kata Boby.
Harga Murah
Selain itu, harga batu bara juga lebih murah dibandingkan dengan sumber energi ramah lingkungan. Keterjangkauan harga ini membuat batu bara masih menjadi pilihan utama pelaku industri dalam menjalankan bisnisnya.
"Suka atau tidak suka? Tapi inilah pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya dari sumber energi yang cukup murah," bebernya.
Meski begitu, pemerintah terus berupaya untuk mendorong pemanfaatan energi bersih yang lebih ramah lingkungan. Transisi energi ini merupakan upaya pemerintah dalam mendukung Visi Indonesia Emas 2045 mendatang.
"Kita juga harus sampaikan bahwa Indonesia ini ingin menjadi negara maju 2045 atau lebih cepat. Salah satunya kita harus tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan punya sumber energi yang cukup murah dari coal. Tapi kita tetap berkomitmen terhadap agenda perubahan iklim," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
PLTU Tinggalkan Batu Bara Beralih ke Biomassa, Bikin Untung atau Buntung?
Sebelumnya, penggantian batu bara dengan biomassa sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau cofiring dinilai memiliki beragam berdampak positif, baik untuk lingkungan dan perekonomian masyarakat.
Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University Dr Meika Syahbana Rusli mengatakan, pemanfaatan biomassa sebagai substitusi batubara di PLTU dinilai berdampak positif pada pengurangan emisi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara, sehingga sejalan dengan upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Selain itu, pelaksanaan program cofiring biomassa dinilai cocok dilakukan di Indonesia dimana potensi lahan kering terhitung cukup besar.
"Lahan kering ini cocok ditanami untuk tanaman energi. Lahan kering ini masih banyak yang tidak produktif, yang hanya ditumbuhi alang-alang, rumput-rumputan atau pepohonan yang tidak termanfaatkan. Di Pulau Jawa, ada 1 juta hektar lahan kering yang potensial dimanfaatkan untuk tanaman energi," kata Meika, Senin (20/5/2024).
Meika mengungkapkan, selama ini pemanfaatan biomassa hanya bersumber dari limbah seperti dahan-dahan kering pepohonan yang tidak termanfaatkan ataupun dengan serbuk gergaji.
Program hutan energi dinilai dapat menjadi solusi yang tepat untuk mendorong pemanfaatan biomassa dalam rangka mengejar target pengurangan emisi lewat program cofiring PLTU.
Advertisement
Hutan Tanaman Energi
Salah satu program hutan tanaman energi sebelumnya telah digagas oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di beberapa wilayah seperti Cilacap Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat dan Gunung Kidul Yogyakarta.
Meika menilai, program ini perlu diperbanyak dengan terus melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Apalagi, implementasi hutan energi memiliki manfaat yang berkelanjutan dimana pohonnya dapat tetap tumbuh untuk jangka panjang sebab hanya dahan atau rantingnya yang akan digunakan.
"Jadi ini juga ramah lingkungan, sustainable bahan baku dari tanaman energi ini atau kayu yang besar dipanen kemudian ditanam lagi kayu disana. Artinya budidayanya berlanjut. Ini akan memelihara lingkungan juga menjadi teduh, tidak banyak lahan terbuka, tidak ada erosi," jelas Meika.