Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan ultimatum bakal membatasi ekspor batu bara Indonesia. Lantaran harga batu bara Indonesia terus mendapat tekanan di pasar global, padahal berkontribusi sangat besar untuk kebutuhan dunia.
Pernyataan tersebut memunculkan reaksi beragam di pasar modal. Indonesia sendiri merupakan salah satu eksportir utama batu bara dengan volume ekspor mencapai 555 juta ton pada 2024, memiliki peran signifikan dalam pasokan global, menyuplai sekitar 30-35% dari konsumsi dunia. Jika ekspor dibatasi, pasokan batu bara global akan berkurang, yang berpotensi mendongkrak harga komoditas ini.
Baca Juga
Namun, Pengamat pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana menilai kebijakan ini juga bisa berdampak negatif bagi emiten batu bara domestik yang sangat bergantung pada ekspor. Terutama dalam hal pendapatan dan profitabilitas.
Advertisement
"Perusahaan yang memiliki eksposur besar ke pasar ekspor seperti ITMG dan INDY akan menjadi yang paling terdampak. Jika ekspor dibatasi, pendapatan mereka bisa tergerus, berimbas pada laba bersih dan valuasi saham," kata Hendra kepada Liputan6.com, Selasa (4/2/2025).
Emiten Terdampak Pembatasan EKpsor Batu Bara
Sebaliknya, emiten yang memiliki pangsa pasar domestik lebih besar atau memiliki kontrak penjualan jangka panjang dengan harga tetap akan lebih terlindungi dari efek kebijakan ini. Selain itu, tekanan terhadap harga saham juga menjadi perhatian utama.
Saat ini, Hendra mencatat AADI memiliki Price to Earnings (PE) Ratio paling rendah di 2,48x, jauh lebih murah dibandingkan ITMG (5,30x) dan INDY (12,07x), menunjukkan bahwa saham ini memiliki valuasi menarik dibandingkan dengan laba bersihnya.
Namun, dari sisi Price to Book Value (PBV), INDY mencatat angka 0,45x. Menunjukkan valuasi paling murah dibandingkan nilai bukunya, meskipun tekanan terhadap arus kas masih menjadi tantangan utama.
Dalam konteks harga batu bara global, jika ekspor benar-benar dibatasi, maka harga batu bara berpotensi naik karena berkurangnya pasokan. Namun, dalam jangka panjang, kebijakan ini juga bisa merugikan industri batu bara Indonesia jika negara lain seperti Australia atau Rusia mengambil alih pasar yang selama ini dikuasai Indonesia.
"Oleh karena itu, meskipun pembatasan ekspor bisa menjadi katalis positif bagi harga batu bara global, langkah ini juga bisa mengurangi daya saing Indonesia sebagai eksportir utama," jelas Hendra.
Â
Strategi Investasi
Melihat situasi ini, Hendra menuturkan strategi investasi di sektor batu bara harus dilakukan secara selektif. AADI menjadi pilihan menarik dengan valuasi yang lebih rendah dan posisi keuangan yang lebih stabil, direkomendasikan Buy on Weakness di 8.800 dengan target 9.800.
Sementara itu, INDY bisa menjadi opsi spekulatif bagi investor yang mencari saham undervalued, direkomendasikan Buy on Weakness di 1.600 dengan target 1.785, meskipun arus kas negatif masih menjadi tantangan besar.
"Di sisi lain, ITMG tetap menjadi saham yang menarik dengan fundamental lebih stabil dibandingkan INDY, tetapi tetap rentan terhadap pembatasan ekspor, direkomendasikan Speculative Buy dengan target 26.625," ulas Hendra.
Secara keseluruhan, ancaman pembatasan ekspor ini berpotensi menjadi katalis positif bagi harga batu bara global tetapi bisa menjadi tantangan bagi emiten batu bara domestik yang bergantung pada ekspor. Investor harus mencermati perkembangan regulasi dan tren harga batu bara global untuk menentukan strategi investasi yang optimal di tengah ketidakpastian kebijakan ini.
Â
Advertisement
Terus Ditekan Dunia, Bahlil Ancam Batasi Ekspor Batu Bara
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan ultimatum bakal membatasi ekspor batu bara Indonesia. Lantaran harga batu bara Indonesia terus mendapat tekanan di pasar global, padahal berkontribusi sangat besar untuk kebutuhan dunia.
Menurut dia, batu bara Indonesia betul-betul berdampak masif, sistemik, dan terstruktur bagi kebutuhan dunia. Oleh karenanya, Bahlil mengancam akan melakukan pembatasan ekspor batu bara jika secara harga terus terancam.
"Kita bakal membuat kebijakan untuk terjadi pengetatan ekspor. Tapi sampai sekarang belum. Kalau kita ditekan terus, tidak menutup kemungkinan juga kita bakal berpikir lain," tegas Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Sebagai contoh, ia melampirkan data ekspor batu bara Indonesia per 2024 yang mencapai 555 juta ton. Jumlah itu disebutnya sangat signifikan terhadap angka yang beredar di pasar batu bara, kurang lebih sekitar 1,2-1,5 miliar ton.
"Kita menyuplai kurang lebih sekitar 555 juta ton. Itu sama dengan 30-35 persen dari konsumsi dunia," seru Bahlil.
Oleh karenanya, Kementerian ESDM tengah menggodok aturan soal harga batu bara acuan (HBA). Itu nantinya akan jadi pedoman dalam transaksi batu bara di pasar global.
Tujuannya, untuk mendongkrak harga batu bara Indonesia di pasar global. Lantaran harga komoditas tersebut kini terus merangsek turun.
Harga batu bara acuan itu nantinya akan diterbitkan melalui Keputusan Menteri ESDM. Bahlil menegaskan, setiap perusahaan nantinya wajib tunduk terhadap regulasi tersebut. Jika tidak, yang bersangkutan nantinya bakal kena larangan ekspor.
"Kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi itu, maka kami punya cara agar mereka bisa ikut. Bila perlu, kalau mereka enggak mau, kita tidak usah izinkan ekspornya," kata Bahlil.
Â
Wajib Berdaulat Penuh
Ditegaskan Bahlil, Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar batu bara wajib berdaulat penuh terkait penentuan harga. Sehingga Indonesia tak perlu lagi manut dengan negara lain selaku konsumen.
"Masa harga batu bara kita dibuat lebih murah? Masa kita harga batu bara ditentukan oleh negara tetangga? Negara kita harus berdaulat untuk menentukan harga komoditas sendiri," ujar Bahlil.
Saat ini, Bahlil mencatat total ekspor batu baru di sepanjang 2024 mencapai 555 juta ton. Ekspor batu bara RI konsisten mengalami tren peningkatan dalam 5 tahun terakhir.
Dengan 2020 sebanyak 405 juta ton, 2021 sebanyak 435 juta ton, 2022 sebanyak 465 juta ton, dan 2023 sebanyak 518 juta ton.
Â
Advertisement