Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat (USD) hari ini menguat pada Rabu, 5 Juni 2024.
USD melemah menyusul data lowongan pekerjaan yang lemah pada hari Selasa, hanya beberapa hari setelah data indeks manajer pembelian yang loyo dan penurunan peringkat produk domestik bruto AS.
Baca Juga
Lowongan kerja, yang mengukur permintaan tenaga kerja di AS juga turun 296.000 menjadi 8,059 juta pada hari terakhir bulan April, terendah sejak Februari 2021.
Advertisement
Fokus pelaku pasar kini juga tertuju pada data JOLTS menjelang laporan ketenagakerjaan AS pada hari Jumat, yang diperkirakan menunjukkan 185.000 lapangan kerja baru tercipta pada bulan Mei, naik dari 175.000 pada April 2024.
"Namun pasar masih berhati-hati, dengan data nonfarm payrolls yang dirilis pada hari Jumat akan memberikan isyarat yang lebih pasti mengenai pasar tenaga kerja. The Fed juga akan mengadakan pertemuan minggu depan, dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil di tengah sulitnya inflasi AS," kata Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan pada Rabu (5/6/2024).
Penurunan Suku Bunga
Saat ini, para pedagang terus meningkatkan taruhan mereka pada penurunan suku bunga di bulan September mendatang, menurut alat CME Fedwatch.
Di Eropa, bank sentral zona Euro atau ECB akan mengadakan pertemuan pada hari Kamis besok dan diperkirakan akan memangkas suku bunga.
Selain itu, Bank of Canada yang juga akan mengadakan pertemuan hari ini, investor melihat sekitar 80% kemungkinan Dewan Komisaris akan memangkas suku bunga acuannya untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
Rupiah merosot pada Rabu, 5 Juni 2024
Dalam perdagangan akhir pekan, Rupiah ditutup melemah 66 point dalam perdagangan Rabu sore (5/6), walaupun sebelumnya sempat melemah 80 point dilevel Rp. 16.286 dari penutupan sebelumnya di level Rp.16.220.
"Sedangkan perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 16.270 - Rp.16.340," ungkap Ibrahim.
Pemerintah Tetapkan Defisit Anggaran APBN 2025 Sebesar 2,45%-2,82%
Pemerintah telah menetapkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 atau pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto melonjak ke kisaran 2,45%-2,82%.
Defisit anggaran yang tinggi ini mempertimbangkan pemerintahan baru yang akan melanjutkan program-program pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebagai perbandingnya, tingkat defisit pada APBN tahun ini ditetapkan sebesar 2,29%.
"Defisit anggaran yang melebar pada 2025 juga mempertimbangkan pembayaran bunga utang yang meningkat. Pembayaran bunga yang meningkat ini yang perlu di-streamline lagi ke depan. Jika melakukan belanja dengan sumber utang, sebaiknya belanja modal itu revenue based, artinya secara self finance bisa membayar kembali utang-utang itu tersebut," Ibrahim menyoroti.
Advertisement
Defisit APBN 2025 Berpotensi Persempit Ruang Belanja Pemerintahan Baru?
Selain itu, defisit dan anggaran belanja yang sudah dirancang tinggi oleh pemerintahan saat ini berpotensi mempersempit ruang belanja pemerintahan baru, Ibrahim menyebutkan.
Di sisi lain, pemerintahan yang baru harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 paling lambat 3 bulan setelah dilantik.
"Selain itu, terbuka juga ruang bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan APBN Perubahan (APBNP) untuk menyesuaikan belanja sesuai visi misi presiden terpilih Oleh karena itu, penyusunan RAPBN di dalam panitia kerja antara DPR dan Pemerintah harus lebih diperjelas, terutama rancangannya harus bisa menyediakan ruang belanja yang lebih lebar bagi pemerintahan mendatang," papar Ibrahim.