Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD menguat di awal pekan pada Senin, 24 Juni 2024.
"Greenback terdorong oleh pembacaan PMI yang lebih kuat dari perkiraan, yang memicu kekhawatiran bahwa ketahanan ekonomi AS akan memberikan ruang bagi Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi," kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Senin (24/6/2024).
Baca Juga
Ibrahim mengatakan, fokus pasar pekan ini akan berada pada geopolitik, dengan debat calon presiden AS yang pertama pada hari Kamis mendatang dan putaran pertama pemungutan suara dalam pemilu Perancis pada akhir pekan.
Advertisement
"Dan data indeks harga PCE utama, yang akan dirilis pada hari Jumat ini. Angka tersebut merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga," paparnya.
Sementara di Asia, pasar Tiongkok mengalami kerugian yang berkepanjangan setelah Uni Eropa pada awal Juni 2024 menaikkan tarif terhadap impor kendaraan listrik Tiongkok, langkah yang memicu kecaman Beijing dan meningkatkan kemungkinan perang dagang.
Dalam responnya, para pejabat Tiongkok memperingatkan potensi perang dagang dengan Uni Eropa, ketika para menteri dari Tiongkok dan Jerman bertemu untuk merundingkan jalan ke depan.
Dalam dua pekan terakhir, saham-saham Tiongkok mengalami penurunan tajam dengan sentimen terhadap negara tersebut dan Asia secara keseluruhan tetap negatif. Kerugian di Hong Kong juga didorong oleh penurunan saham-saham teknologi kelas berat.
Rupiah menguat pada Senin, 24 Juni 2024
Rupiah ditutup menguat 52 point, di mana sebelumnya sempat melemah 15 point di level Rp 16.397 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.450.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.380 - Rp 16.450," Ibrahim memperkirakan.
Disclaimer: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan pribadi seorang pengamat. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut
Pasar Sambut Optimisme Indonesia Jaga Defisit APBN Terjaga 3%
Di domestik, pasar merespon positif terhadap pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) yang mengingatkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk berkomitmen menjaga defisit fiskal tetap berada di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal itu dibutuhkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
IMF melihat fiskal Indonesia akan mengalami ekspansi pada 2024 dan 2025. Namun, IMF melihat defisit yang sedikit lebih kecil akan mendukung pertumbuhan dan bauran kebijakan yang lebih seimbang sekaligus menjaga ruang kebijakan untuk merespons risiko-risiko negatif.
Pernyataan IMF pun disambut oleh pemerintah, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menegaskan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan tetap dijaga di bawah 3%.
"Hal itu dinilai menjadi komitmen pemerintah dan akan dilanjutkan presiden terpilih Prabowo Subianto," Ibrahim menyoroti.
Advertisement
RAPBN 2025 Sudah Termasuk Program Makan Siang Gratis
Seperti diketahui, APBN kini menjadi perhatian serius bagi investor karena khawatir defisit akan menembus level 3% PDB melihat rencana belanja yang dilakukan.
Saat ini penyusunan RAPBN 2025 telah dimulai. Terkait postur defisit yang dirancang dalam RAPBN 2025 sebesar 2,29-2,82% PDB, Sri Mulyani menyebut, hal itu telah memperhitungkan makan bergizi gratis.
IMF memahami Indonesia sedang mengejar agenda pertumbuhan yang ambisius dalam Visi Indonesia Emas untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045.
Hal ini didukung oleh belanja pemerintah (termasuk untuk pendidikan, program sosial, dan infrastruktur), reformasi kelembagaan (termasuk untuk meningkatkan pasar tenaga kerja, dunia usaha, dan sektor swasta), lingkungan hidup dan sektor keuangan, dan kebijakan industri, yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah ekspor di sektor-sektor tertentu, Ibrahim menyoroti.