Liputan6.com, Jakarta Ananda Krishnan, salah satu orang terkaya di Malaysia, meninggal dunia. Krishnan dikenal sebagai pengusaha sukses dengan bisnis di bidang telekomunikasi, satelit, media, minyak, gas, dan properti. Selain itu, dia juga seorang dermawan dan penganut ajaran Buddha yang taat.
Dilansir dari Economic Times pada Senin (2/12/2024), hal yang menarik perhatian dunia adalah putra tunggalnya, Ajahn Siripanyo, yang memilih untuk meninggalkan kekayaan warisan ayahnya yang seorang miliarder senilai USD 5 miliar demi menjadi biksu. Keputusan ini diambil saat usianya baru 18 tahun.
Advertisement
Baca Juga
Perjalanan Ajahn Siripanyo
Ajahn Siripanyo, yang kini menjabat sebagai kepala biara di Biara Dtao Dum di dekat perbatasan Thailand-Myanmar, membuat keputusan besar untuk menjalani kehidupan monastik setelah retret singkat di Thailand.
Advertisement
Keputusan dia didukung penuh oleh keluarganya. Seperti yang dikutip dari South China Morning Post, “Pilihan Ajahn Siripanyo sepenuhnya adalah pilihannya sendiri, dan itu dihormati dalam keluarga," ungkap anggota keluarganya.
Siripanyo lahir dari keluarga kaya raya. Ibunya, Momwajarongse Suprinda Chakraban, memiliki darah bangsawan Thailand. Masa kecilnya dihabiskan di London bersama kedua saudara perempuannya, di mana ia menerima pendidikan bergengsi.
Siripanyo fasih dalam setidaknya delapan bahasa, termasuk Inggris, Tamil, dan Thailand, menunjukkan latar belakangnya yang multikultural.
Â
Â
Kehidupan Sederhana
Sebagai biksu hutan, Siripanyo menjalani kehidupan sederhana dengan meditasi dan mencari sedekah sebagai rutinitas sehari-hari. Meski begitu, dia tetap menjaga hubungan dengan keluarganya. Kadang-kadang dia bepergian menggunakan jet pribadi untuk bertemu ayahnya, termasuk saat mengunjungi Krishnan di Italia. Ayahnya bahkan membeli tempat peristirahatan spiritual di Penang Hill, Malaysia, demi kenyamanan Siripanyo.
Perjalanan hidup Ajahn Siripanyo sering dibandingkan dengan tokoh dalam novel "The Monk Who Sold His Ferrari". Namun, kisah ini nyata dan menunjukkan bahwa kekayaan materi tidak selalu menjadi prioritas. Keputusannya menunjukkan bahwa seseorang dapat tetap memadukan nilai-nilai spiritual kuno dengan kehidupan modern.
Kisah Siripanyo adalah bukti nyata bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu ditemukan dalam harta, melainkan perlu adanya kedamaian batin dan pengabdian.Â
Â
Advertisement