Liputan6.com, Jakarta Menara Saidah merupakan salah satu bangunan yang legendaris di Jakarta. Terletak di kawasan elit Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, gedung ini kini dikenal sebagai tempat yang angker.
Hal ini disebabkan karena Menara Saidah termasuk dalam deretan gedung yang terbengkalai di Jakarta, bahkan dikabarkan sudah tidak berpenghuni sejak tahun 2007. Tampak jelas bahwa beberapa lampu taman sudah pecah, kaca gedung terlihat pudar, cat dinding banyak yang mengelupas, dan tidak ada satu pun lampu yang menyala dari dalam gedung.
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, banyak kisah mistis yang beredar mengenai Menara Saidah. Gedung yang memiliki arsitektur bergaya Italia kuno ini bahkan dianggap sebagai salah satu lokasi paling angker di ibu kota.
Advertisement
Biaya Pembangunan Menara Saidah
Lantas berapa pembangunan Menara Saidah?
Dikutip dari Merdeka.com, Menara Saidah dibangun pada tahun 1995 hingga 1997 oleh PT Hutama Karya. Bangunan bergaya Romawi kuno tersebut merupakan gedung tinggi pertama yang dibangun oleh kontraktor tersebut.
Pembangunan gedung ini menelan biaya amat fantastis di masanya. Diperkirakan pembangunan Menara Saidah mencapai Rp 100 miliar pada masa itu.
Kekhasan gedung ini adalah desainnya dengan patung-patung bernuansa Romawi. Bahkan, beberapa propertinya diimpor langsung dari Italia.
Desain Interior
Desain interior Menara Saidah menggunakan sentuhan Las Vegas dengan langit-langit bagian lobi yang nuansanya bisa diganti. Gedung ini memiliki 24 lantai (2 basement, 2 semi-basement).
Namun, kejayaan Menara Saidah hanya tinggal kenangan. Ini setelah perusahaan penyewa hengkang dari gedung bergaya Romawi kuno tersebut.
Dugaan kuat penyebab kaburnya para penyewa lebih disebabkan oleh manajemen yang buruk. Misalnya, pengelola dinilai lamban dalam menanggapi keluhan dari perusahaan penyewa.
Selain itu, banyaknya pihak yang ikut mengelola gedung juga menambah sebab kebangkrutan Menara Saidah. Kondisi ini tentu membuat para perusahaan penyewa merasa tidak nyaman dan memilih hengkang.
Jadi Kantor Perusahaan Besar
Menara Saidah pernah menjadi kantor bagi beberapa perusahaan besar. Salah satunya adalah Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, yang kini dikenal dengan nama Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, yang juga sempat menempati lantai 18 gedung tersebut.
Selain digunakan sebagai kantor, Menara Saidah juga disewakan untuk acara pernikahan. Salah satu contohnya adalah pernikahan Inneke Koesherawati dengan Fahmi Darmawansyah, yang merupakan anggota keluarga Saidah, yang berlangsung di gedung ini.
Namun, masa kejayaan Menara Saidah kini hanya tinggal kenangan. Hal ini terjadi setelah perusahaan-perusahaan yang menyewa gedung tersebut memutuskan untuk pergi dari bangunan bergaya Romawi kuno ini.
Awalnya, gedung yang bergaya Romawi tersebut dikenal dengan nama Gedung Grancindo. Didirikan jauh sebelum terjadinya krisis moneter 1998, gedung ini kemudian berpindah kepemilikan setelah pemiliknya mengalami kebangkrutan dan menjualnya kepada Saidah Abu Bakar Ibrahim.
Setelah itu, Saidah melakukan renovasi besar-besaran, termasuk menambah jumlah lantai dari 15 menjadi 28. Terakhir, ia mengganti nama gedung sesuai dengan namanya, Menara Saidah.
Advertisement
Dikelola oleh Beberapa Perusahaan
Seiring berjalannya waktu, Menara Saidah telah dikelola oleh beberapa perusahaan yang berbeda, tetapi tetap berada di bawah naungan Merial Group. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut terdapat PT Merial Esa, PT Merial Medika, dan Dewa.com.
Salah satu dugaan kuat yang menjadi alasan kaburnya para penyewa adalah manajemen yang dianggap buruk. Contohnya, pengelola gedung dinilai lambat dalam merespons keluhan yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan penyewa.
"Awalnya pemakai gedung sudah komplain kepada manajemen tentang lift yang lambat, namun tidak pernah ditanggapi, akhirnya pada keluar," ujar salah seorang penjaga gedung.
Selain itu, keberadaan banyak pihak yang terlibat dalam pengelolaan gedung juga berkontribusi terhadap kebangkrutan Menara Saidah. Situasi ini jelas membuat perusahaan-perusahaan penyewa merasa tidak nyaman dan akhirnya memilih untuk pergi.
"Kakak adiknya juga ikut mengelola, jadinya harga sewanya pasang tarif setinggi mungkin," pungkasnya.
Ketidakpuasan ini menunjukkan bahwa pengelolaan yang tidak efisien dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan bisnis suatu gedung. Dengan demikian, penting bagi manajemen untuk meningkatkan responsivitas dan efisiensi agar para penyewa merasa puas dan betah.
