Bos Pertamina: Akuisisi Blok Migas Itu Seperti Berjudi

"Kalau kami akuisisi suatu lapangan minyak, sama seperti perusahaan minyak lain itu seperti berjudi," kata Dirut Pertamina Karen Agustiawan.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 03 Des 2013, 07:39 WIB
Diterbitkan 03 Des 2013, 07:39 WIB
blok-migas130611d.jpg
PT Pertamina (Persero) semakin agresif mengakuisisi lapangan minyak dan gas (migas) baik di dalam dan luar negeri. Dalam sepekan, setidaknya terdapat lima blok migas yang kini dikuasai perusahaan minyak pelat merah itu. (Baca juga: Kado Akhir Tahun: Pertamina Akuisisi 5 Blok Migas)

Mulai dari mengambilalih pengelolaan Blok Siak dari PT Chevron Pacific Indonesia, akuisisi ConocoPhilips Algeria Ltd, anak perusahaan ConocoPhilips (NYSE:COP) yang menguasai Blok 405a di Aljazair, pembelian 10% hak partisipasi Blok West Qurna I di Irak, hingga akuisisi anak usaha Hess di Indonesia yang menguasai Blok Pangkah dan Blok Blok Natuna Sea A.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menyatakan, akuisisi lapangan migas merupakan salah satu langkah perseroan menuju perusahaan kelas dunia.

Usai Pertamina menempati posisi 122 dalam daftar perusahaan global terbaik dalam Fortune 500, kini Pertamina bermimpi masuk 100 besar. Untuk mencapainya, Karen menyebutkan, setidaknya produksi migas Pertamina harus meningkat menjadi 2,2 juta barel setara minyak (boepd), naik dari saat ini 440 ribu boepd.

"Kami akan tingkatkan produksi dari aksi akuisisi blok migas di luar negeri dan mengambilalih blok migas di Tanah Air yang kontraknya sudah habis," kata Karen saat berbincang dengan Liputan6.com di Manokwari, Papua, beberapa waktu lalu.

Karen mengaku, saat memutuskan untuk mengakuisisi sebuah blok migas, perseroan harus berhati-hati. Jangan sampai salah memprediksi sehingga aksi korporasi ini malah merugikan perusahaan. Untuk meminimalisir kegagalan, Pertamina selalu didampingi konsultan saat akan mengakuisisi lapangan migas.

"Kalau kami akuisisi suatu lapangan minyak, sama seperti perusahaan minyak lain itu seperti berjudi. Secanggih-canggihnya itu bisa saja meleset. Tingkat keberhasilannya 50:50, tapi semua risiko harus dimitigasi di awal. Jika semua risiko sudah diprediksi namun ternyata meleset, setidaknya kami sudah melakukannya secara maksimal," terang dia.

Perusahaan sebesar sekelas Exxon, lanjut Karen, juga pernah gagal saat mengebor di lapangan Surumana. "Kalau Kita tidak boleh gagal, kita tidak akan jadi perusahaan besar," terang dia.

Usai mendapatkan 5 blok migas baru, Pertamina masih akan terus mencari peluang. Salah satu blok yang sudah lama diincar Pertamina adalah Blok Mahakam yang kontraknya bakal berakhir pada 2017.

Keinginan Pertamina masuk ke Blok Mahakam sudah lama disampaikan ke pemerintah, namun hingga kini masih belum ada keputusan. Bagi Karen, mengambil alih Blok Mahakam sangatlah penting. Selain kontrak PT Total E&P Indonesie di blok migas itu sudah akan berakhir, Karen juga ingin membuktikan bahwa Pertamina sanggup mengelola Blok Mahakam.

"Masa sih anak-anak Indonesia tidak bisa kelola Blok Mahakam. Toh di Mahakam, pekerja asingnya cuma sembilan orang. Kalau Pertamina bisa ambilalih dan kelola Blok West Madura Offshore dan Offshore North West Java (ONWJ), maka Pertamina harus naik kelas terus. Jika kita bisa diberi kesempatan seperti perusahaan nasional di negara lain naik kelas, kan siapa tahu Pertamina bisa jadi perusahaan besar," papar Karen. (Ndw)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya