Pergerakan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat sebagai bagian dari upaya Bank Indonesia (BI) untuk mengatasi defisit. Dengan rupiah melemah membuat biaya impor menjadi lebih besar.
"Kurs melemah juga bagian dari solusi, karena dengan kurs melemah, impor menjadi lebih mahal, terutama untuk impor-impor yang tidak produktif. Dengan melemahnya kurs menurut kami sudah menunjukkan hasil dalam bentuk surplusnya trade balance," ujar Deputi Gubernur BI, Mirza Adityaswara di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Pelemahan rupiah sekitar 20% dari akhir tahun 2012. Saat itu, posisi Rp 9.600 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi di kisaran Rp 11.000-Rp 11.500 per dolar AS.
Mirza menambahkan, kurs melemah memberikan hasil berupa surplusnya neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan terjadi surplus sebesar US$ 42,4 juta pada Oktober 2013.
Selain itu kenaikan BI rate/ suku bunga acuan yang telah dilakukan Dewan Gubernur BI sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% merupakan langkah yang sudah dipertimbangkan dengan matang. Mirza juga membantah kenaikan dilakukan bukan untuk melemahkan rupiah.
"Menaikkan bunga secara terukur, jadi tidak mungkin kita menaikkan tanpa memikirkan bagaimana dampaknya," kata Mirza.
Sementara itu, Mirza juga menjelaskan pelemahan rupiah yang terjadi selama ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu permintaan akan valas yang meningkat dan masih banyaknya eksportir yang menahan dolarnya.
"Yang menurut kami sebaiknya eksportir sudah bisa mulai menjual, rupiah di 11.000-11.500 itu sudah pas, karena terbukti dari neraca perdagangan surplus," tutupnya.Ā (Yas/Ahm)
"Kurs melemah juga bagian dari solusi, karena dengan kurs melemah, impor menjadi lebih mahal, terutama untuk impor-impor yang tidak produktif. Dengan melemahnya kurs menurut kami sudah menunjukkan hasil dalam bentuk surplusnya trade balance," ujar Deputi Gubernur BI, Mirza Adityaswara di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Pelemahan rupiah sekitar 20% dari akhir tahun 2012. Saat itu, posisi Rp 9.600 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi di kisaran Rp 11.000-Rp 11.500 per dolar AS.
Mirza menambahkan, kurs melemah memberikan hasil berupa surplusnya neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan terjadi surplus sebesar US$ 42,4 juta pada Oktober 2013.
Selain itu kenaikan BI rate/ suku bunga acuan yang telah dilakukan Dewan Gubernur BI sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% merupakan langkah yang sudah dipertimbangkan dengan matang. Mirza juga membantah kenaikan dilakukan bukan untuk melemahkan rupiah.
"Menaikkan bunga secara terukur, jadi tidak mungkin kita menaikkan tanpa memikirkan bagaimana dampaknya," kata Mirza.
Sementara itu, Mirza juga menjelaskan pelemahan rupiah yang terjadi selama ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu permintaan akan valas yang meningkat dan masih banyaknya eksportir yang menahan dolarnya.
"Yang menurut kami sebaiknya eksportir sudah bisa mulai menjual, rupiah di 11.000-11.500 itu sudah pas, karena terbukti dari neraca perdagangan surplus," tutupnya.Ā (Yas/Ahm)