PSSI Ungkap Sebab Nasiruddin Tak Bisa Dipenjarakan di Indonesia

Singapura punya hukum khusus untuk penjarakan para pelaku match fixing.

oleh Risa Kosasih diperbarui 22 Jul 2015, 15:03 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2015, 15:03 WIB
Cari Tahu Performa 3 Wasit Indonesia, Ikut Memihak Tuan Rumah?
Wasit dan sepakbola menjadi dua sisi mata uang. Tidak jarang keputusan sang pengadil ikut mempengaruhi hasil laga; berlaku universal.

Liputan6.com, Jakarta - Dipenjarakannya eks wasit Indonesia, Nasiruddin, oleh Biro Investigasi dan Korupsi (CPIB) Singapura karena kasus pengaturan skor di SEA Games 2015 dinilai sangat memalukan. PSSI berharap ada nota kesepahaman antara pihaknya dan Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak penyuapan di lapangan hijau.    

Sebelumnya, Nasiruddin juga pernah terlibat pengaturan skor pada SEA Games 1997 di Jakarta. Namun, kala itu Nasiruddin hanya dihukum tak boleh akfif dalam semua kegiatan sepak bola selama 20 tahun, namun tidak dipenjarakan.

Direktur Hukum PSSI, Aristo Pangaribuan, menjelaskan, PSSI hanya bisa bertindak dalam ranah sepak bola, karena bukan penegak hukum. Dia kemudian menjelaskan bagaimana sistem hukum di Indonesia yang berbeda dengan Singapura, tempat ditangkapnya Nasiruddin.     

"Yang pasti ini memalukan. Kenapa Nasiruddin tak bisa ditangkap di Indonesia?" kata Direktur Hukum PSSI, Aristo Pangaribuan, kepada Liputan6.com, Rabu (22/7) siang.

"Di negara-negara semisal Singapura dan Inggris mereka punya hukum khusus yang mengatur soal match fixing (pengaturan skor), misal undang-undang Cheating in Sports and Gambling di Inggris," lanjut Aristo.

Lanjut ke halaman berikutnya>>>

 

2

Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menjelaskan, praktek suap yang dilakukan Nasiruddin sebetulnya bisa diproses menggunakan UU Tindak Pidana Suap. Dalam gratifikasi, seseorang diberikan sesuatu namun bertentangan dengan kewajibannya untuk melakukan suatu hal. Yang dihukum adalah orang yang menerima maupun yang memberi suap.

"Itu tahun 1980. Seperti UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), karena tipikor harus pejabat negara. UU ini berlaku untuk swasta, dan unsur-unsurnya sama dengan gratifikasi," paparnya.

"Yang kedua ada Pasal 303 di KUHP tentang Perjudian. Jadi ada sebetulnya dua instrumen hukum yang mengatur," tutur Aristo.

Aristo menambahkan, kepolisian seharusnya lebih proaktif, karena itu bukan delik aduan yang menunggu laporan karena dia diciduk.

"Singapura punya yuridiksi yang mengatur, sekarang tinggal Indonesia apakah ingin mengekstradiksi (menarik ke negara asal untuk diadili) dia atau tidak. Kalau melanggar hukum sana kita tidak bisa apa-apa," pungkasnya.

Nasiruddin bukan pemain baru dalam praktik penyuapan. Tahun 1997 silam di ajang SEA Games, pria 52 tahun itu juga terlibat dan diganjar larangan beraktivitas di lingkungan sepak bola selama 10 tahun. (Ris/Win)

Baca juga:

2 Pebalap Superbike Tewas Mengenaskan di Laguna Seca

Van Gaal Tidak Keberatan Ramos Gabung MU

Rooney: Saya Mau Jadi Striker Tunggal Van Gaal!

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya