Liputan6.com, Jakarta - Pencak Silat memiliki peran vital dalam kesuksesan Indonesia finis di urutan keempat klasemen medali Asian Games 2018. Hampir 50 persen medali yang didapat tuan rumah disumbangkan para pesilat Indonesia.
Pertama kali dimainkan di Asian Games 2018, cabor Pencak Silat langsung jadi pusat perhatian. Itu karena dominasi Indonesia yang tak terbendung. Dari 16 nomor yang dipertandingkan, 14 di antaranya mampu dikuasai para pesilat Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Pada hari pertama babak final Pencak Silat Asian Games 2018 dimainkan, Indonesia langsung mendapatkan delapan emas. Enam emas lainnya menyusul pada hari terakhir. Sumbangan 14 medali emas dari Pencak Silat pun langsung mendongkrak posisi Indonesia di klasemen.
Masalahnya, dominasi Pencak Silat Indonesia di Asian Games 2018 justru bisa jadi bumerang. Belum bisa dipastikan apakah cabor tersebut akan kembali dimainkan pada Asian Games 2022. Bahkan, untuk dimainkan sebagai eksibisi di Olimpiade 2020 saja belum ada kejelasan.
"Saya sih optimistis ya. Optimistis karena memang kita diajarkan untuk selalu optimistis dalam hal apa pun. Sama seperti yang kita tahu pencak silat di Asian Games untuk pertama kali dipertandingkan. Jadi kenapa tidak berpikir optimistis untuk jadi eksibisi di Olimpiade 2020?" ungkap Yolla Primadona.
Harapan Atlet
"Saya berharap Jepang juga melihat potensi pencak silat di sana. Jadi saya optimistis dengan tingkat popularitas pencak silat di level dunia," Yolla yang meraih medali emas dari nomor seni ganda putra bersama Hendy itu menambahkan.
Hal senada juga diungkap Pipiet Kamelia. Peraih medali emas dari nomor tarung individu putri itu berharap bantuan dari Menpora Imam Nahrawi dan Ketua PB Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) agar memastikan masa depan olahraga asli Tanah Air itu.
"Kalau menurut saya, selalu berusaha dan berdoa. Saya percaya dengan Pak Menpora dan Pak Prabowo bisa berjuang demi Pencak Silat Indonesia," terang Pipiet.
Advertisement