Liputan6.com, Jakarta - Dari situs Guardian (03/11/2022), doomscrolling merupakan kecenderungan untuk "terus berselancar atau menggulir berita butuk, meskipun berita tersebut menyedihkan, mengecewakan, atau membuat stres. Kegiatan ini mulai dialami oleh sebagian masyarakat ketika masa pandemi berlangsung.
Sering kali kita merasa bahwa mendapat informasi tentang peristiwa terkini yang sedang terjadi itu sangat penting. Apalagi ketika ada update terbaru atau peraturan terbaru yang diberlakukan.
Baca Juga
Peristiwa global yang tidak jarang memprihatinkan menjadi penyebab masyarakat terjebak doomscrolling. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang candu dan membuat kita menjadi obsesif sehingga terus mengonsumsi berita tersebut secara berlebihan. Ini bisa disebabkan perasaan takut, cemas, atau kekesalan yang kita rasakan.
Advertisement
Hal ini juga telah mengubah cara masyarakat dalam menerima dan mengoncumsi berita selama satu atau dua dekade terakhir secara signifikan. Munculnya media sosial saat ini, memudahkan masyarakat mendapatkan berita setiap hari dan sepanjang waktu.
Ini membuat setiap berita peristiwa terkini dapat diakses dengan berbagai format, juga menambah faktor bahwa menerima berita-berita tersebut menjadi tidak terhindarkan.
Melansir Guardian, berdasarkan studi dari jurnal Health Communication menemukan sebesar 16,5 persen dari 1.100 partisipan, menunjukkan tanda-tanda konsumsi beriat yang "sangat problematis", juga mengarah ke tingkat stres yang lebih besar, kecemasan, dan kesehatan yang buruk.
Ketika sebagian pembaca bisa menerima informasi berita dengan nyaman tanpa ada efek psikologis yang buruk, pembaca yang lain memperlihatkan obsesinya terhadap berita secara lebih kompulsif. Mereka juga kesulitan untuk menjauhkan diri mereka dari berita buruk yang dibaca.
Terlalu Sering Membaca Berita Buruk Bisa Tingkatkan Hormon Stres
Berita negatif yang terlalu banyak dikonsumsi, dapat memengaruhi sistem saraf simpatik seseorang dan membuat mereka mengeluarkan hormon stres, termasuk kortisol dan adrenalin. Pelepasan tersebut merupakan respons alami tubuh ketika menghadapi krisis.
Selain itu, doomscrolling juga dapat berpengaruh terhadap fisik seseorang dan membuatnya merasakan gejala-gejala tidak nyaman. Gejala tersebut di antaranya adalah kelelahan, kecemasan, depresi, insomnia, mimpi buruk, sampai masalah pencernaan.
Mengonsumsi berita secara obsesif dapat berdampak buruk bagi kesehatan setiap orang, karena dapat memicu perasaan khawatir secara terus-menerus. Aliran berita yang mengecewakan juga dapat mengubah persepsi seseorang dalam mendefinisikan dunia, membuat mereka kurang motivasi dan merasa putus asa.
Berita negatif berpotensi memperburuk kondisi gangguan kecemasan seseorang dan situasi stres yang terjadi dalam kehidupannya. Hal ini dapat memberikan perasaan yang lebih buruk lagi ketika berita secara tidak langsung relevan dengan kehidupan mereka sendiri.
Advertisement
Cara Hindari Doomscrolling dan Mengontrol Konsumsi Berita
Dalam misi menghindari terjebak doomscolling, kita bisa mempraktikkan tiga cara, yaitu membatasi konsumsi berita pada waktu tertentu, mematikan notifikasi gadget, dan meminta teman atau keluarga untuk tidak mendiskusikan topik yang bersifat sebagai pemicu.
Menurut situs Patient (03/11/2022), sebesar 80 persen orang memeriksa ponsel mereka segera setelah sepuluh menit mereka bangun tidur. Hal ini mengartikan berita adalah hal pertama yang mereka lihat saat membuka mata. Bukan hal tidak mungkin berita juga menjadi hal terakhir yang mereka baca sebelum tidur.
Berdasarkan hal ini, penting untuk membatasi waktu yang kita habiskan untuk mengonsumsi berita untuk melindungi kesehatan mental. Kita bisa mulai melakukannya dengan hanya membaca atau menonton berita pada jam makan siang, juga memilih satu program berita untuk disaksikan.
Kedua, munculnya notifikasi berita terbaru pada gadget juga membuat kita sulit menghindari mengangkat ponsel dan membaca berita tersebut. Oleh sebab itu, ada baiknya kita mematikan atau memblokir notifikasi berita atau mengizinkan notifikasi berita tertentu saja.
Terakhir, kebanyakan orang akan membawa topik peristiwa terkini ke atas meja untuk dibicarakan. Jika kita merasa kewalahan dengan topik berita tersebut, kita bisa memberitahu orang lain kalau kita merasa tidak nyaman dengan topik yang dibicarakan.
Jika mereka tidak berhenti membicarakan topik terkait, kita bisa mulai memutus pendengaran kita terhadap percakapan yang sedang berlangsung atau meninggalkan lingkaran diskusi.
Praktik Self-Care Saat Baca Berita yang Sebabkan Perasaan Negatif
Melalui situs Patient, Psikoterapis sekaligus CEO dari UK Therapy Guide, Floss Knight menawarkan beberapa saran yang bisa kita gunakan untuk menjaga diri saat merasa berita yang dikonsumsi berdampak negatif terhadap kondisi emosional kita.
Pertama, pikirkan tentang apa lagi yang mungkin menyebabkan suasana hati kita menjadi rendah. Selain itu, kita bisa mencoba mengubah kebiasaan yang kita miliki.
Jika kita merasa kalau kita mencari berita secara tidak sadar, melalui media sosial ataupun menonton televisi, coba ganti kegiatan tersebut dengan hal lain seperti melakukan hobi.
Selanjutnya, tetapkan batasan yang jelas kepada orang-orang sekitar tentang berita terkait. Kita bisa mengatakan kalau tidak ingin membahas topik tertentu, karena topik tersebut memicu perasaan atau emosi negatif.
Terakhir tidak bisa mempertimbangkan untuk mengkonsultasikan kondisi yang sedang dialami kepada ahli. Langkah ini bisa kita ambil ketika kegiatan tersebut sudah mulai memengaruhi produktivitas dan memperburuk kondisi mental kita.
Advertisement