Liputan6.com, Jakarta - Industri kripto secara tiba-tiba diguncang dengan isu pencucian uang yang terjadi pada Binance dan juga pendirinya Changpeng Zhao. Changpeng Zhao (CZ) Binance, mengaku bersalah atas tuntutan Departemen Kehakiman AS (DOJ) terkait pelanggaran undang-undang pencucian uang.
Atas tuntutan tersebut,Changpeng Zhao mengatakan akan membayar denda USD 50 juta atau setara Rp 781,6 miliar (asumsi kurs Rp 15.633 per dolar AS) kepada DOJ dan mengundurkan diri sebagai CEO Binance.
Baca Juga
Sedangkan, Binance sebagai exchange juga akan membayar denda sebesar USD 4,3 miliar atau setara Rp 6,7 triliun, yang merupakan nominal denda terbesar yang pernah dikenakan kepada sebuah perusahaan sepanjang sejarah.
Advertisement
Mengomentari kasus ini, Humas Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), M Natsir Kongah menyebut denda yang diberikan pada keduanya merupakan suatu angka yang fantastis.
Natsir juga menjelaskan, di Indonesia terdapat undang-undang terkait pencucian uang yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
"Undang-undang ini mengatur secara rinci hal-hal yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor. Kalau kita lihat di undang-undang nomor 8 tahun 2010 itu dijelaskan pihak pelapor adalah setiap orang atau badan yang menurut undang-undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK,” kata Natsir, dikutip dari akun YouTube PPATK, Jumat (24/11/2023).
Natsir menambahkan, dalam rezim anti pencucian uang pihak pelapor itu merupakan garda terdepan yang memiliki peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan.
“Dari aturan yang ada itu penyedia jasa keuangan ya yang terdiri antara bank, pasar modal dan banyak lagi lainnya itu wajib menyampaikan laporan kepada PPATK tentu selain penyedia jasa keuangan ada juga penyedia barang dan jasa yang juga wajib menyampaikan laporan kepada PPATK,”
Denda Seperti Binance Bisa Dilakukan PPATK
Tak hanya itu, Natsir menuturkan denda dari Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan AS (FinCEN) kepada Binance juga bisa dilakukan oleh PPATK. Ini dapat dilakukan pada pihak pelapor yang tidak mematuhi aturan.
“Beberapa pihak pelapor itu sudah ada yang diberikan oleh PPATK sanksi denda administratif. Pengenaan sanksi administratif ini atas pelanggaran itu dilakukan oleh penyedia jasa keuangan yang berada di bawah pembinaan dan pengawasan PPATK,” tutur Natsir.
Adapun sesuai dengan ketentuan PPATK mengenai sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Binance Bakal Bayar Denda Rp 66,7 Triliun Imbas Langgar UU Anti Pencucian Uang AS
Sebelumnya diberitakan, Binance, bursa mata uang kripto terbesar di dunia, mengaku bersalah atas tuntutan pidana dan membayar denda USD 4,3 miliar atau setara Rp 66,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.515 per dolar AS).
Dilansir dari Yahoo Finance, Rabu (22/11/2023), Binance menghadapi tiga tuntutan pidana karena melanggar undang-undang anti pencucian uang AS, tuduhan konspirasi dan melanggar Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional, menurut catatan pengadilan.
Changpeng Zhao mendirikan Binance pada 2017 dan membimbingnya ke posisi dominan di pasar mata uang kripto, juga akan mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dan mengaku bersalah menyebabkan lembaga keuangan melanggar undang-undang pidana anti pencucian uang AS.
Zhao juga telah setuju untuk membayar denda USD 50 juta atau setara Rp 775,7 miliar, yang akan dikreditkan dengan jumlah yang dibayarkan kepada Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi (CFTC).
Perjanjian pembelaan tersebut menyerukan pengunduran diri Zhao sebagai CEO dan melarang dia terlibat dalam operasi atau pengelolaan pertukaran mata uang kripto saat ini atau di masa depan. Mantan kepala kepatuhan perusahaan, Samuel Lim, juga akan didakwa sebagai bagian dari penyelesaian tersebut.
Awal Mula Kasus
SEC pada Juni mengajukan pengaduan perdata terhadap Binance dan pendirinya, Zhao, menuduh mereka menciptakan Binance.US sebagai bagian dari jaringan penipuan untuk menghindari undang-undang sekuritas yang bertujuan melindungi investor AS.
Pada bulan yang sama, Binance US memberhentikan sekitar 50 karyawannya. Jaksa DOJ meminta perusahaan tersebut pada Desember 2020 untuk memberikan catatan internal tentang upaya anti pencucian uangnya, bersama dengan komunikasi yang melibatkan Zhao, yang mendirikan perusahaan tersebut pada 2017.
CFTC pada Maret 2023 mengajukan tuntutan perdata terhadap Binance, dengan tuduhan gagal menerapkan program anti pencucian uang yang efektif untuk mendeteksi dan mencegah pendanaan teroris.
Tuduhan kepada Binance
Mengutip komunikasi internal, CFTC menuduh petugas dan karyawan Binance mengakui platform tersebut telah memfasilitasi aktivitas yang berpotensi ilegal.
Kemudian pada Februari 2019, mantan Chief Compliance Officer Binance, Lim, menerima informasi tentang transaksi kelompok militan Palestina Hamas di Binance, tulis CFTC.
Binance juga telah melihat sejumlah eksekutif keluar baru-baru ini. Kepala produk globalnya, Mayur Kamat, mengundurkan diri pada September dan kepala strateginya, Patrick Hillmann, mengundurkan diri pada Juli.
Raksasa kripto dan industri pada umumnya telah berada di bawah pengawasan yang lebih ketat dari regulator setelah jatuhnya saingan utama Binance, FTX, pada November tahun lalu.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement