Pro-Rusia Siap Gelar Referendum Kontroversial di Ukraina Timur

Kelompok separatis pro-Rusia bersumpah terus maju dengan referendum kontroversial di Donetsk dan Luhansk, wilayah timur Ukraina.

oleh Anri Syaiful diperbarui 11 Mei 2014, 07:37 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2014, 07:37 WIB
Krisis ukraina
(ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Liputan6.com, Donetsk - Kelompok separatis pro-Rusia di wilayah timur Ukraina bersikeras menggelar referendum untuk menentukan nasib sendiri. Mereka mengabaikan desakan Pemerintah Kiev dan Kremlin untuk tidak mengadakan pemungutan suara di tengah meningkatnya ketegangan.

Referendum akan digelar pada Minggu ini waktu setempat di Donetsk dan Luhansk. Dalam beberapa hari terakhir di 2 wilayah timur Ukraina tersebut kelompok-kelompok bersenjata telah terlibat dalam bentrokan mematikan dengan pasukan keamanan Ukraina.

Setidaknya 7 orang tewas dan 39 lainnya luka-luka dalam kekerasan pada Jumat 9 Mei di Kota Mariupol sebelah tenggara Donetsk. Kementerian Kesehatan Wilayah Donetsk bahkan mengatakan jumlah korban jiwa lebih besar.

Sementara suasana di Kota Donetsk, saat ini diliputi ketegangan menjelang pemungutan suara. Warga kota menanti apa yang akan terjadi. "Kekuatan lokal yang lebih besar akan menyongsong masa depan dan persiapan (referendum) berjalan dengan baik," ucap Boris Litvinov selaku Kepala Komite Referendum untuk Republik Rakyat Donetsk kepada CNN, seperti dikutip Liputan6.com, Minggu (11/5/2014).

Litvinov mengatakan pula kepada CNN bahwa mereka 90% siap dan ia mengharapkan 70% pemilih menggunakan hak suara dalam referendum. "Pemilih akan diajukan pertanyaan, `Apakah Anda mendukung UU Kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk?` Pilihannya adalah ya atau tidak," imbuh Litvinov. Pertanyaan serupa akan diajukan kepada para pemilih di Luhansk.

Sementara di sebuah kota kecil dekat Slavyansk wilayah utara Donetsk, saluran televisi yang dikontrol pemerintah Rusia secara berkala menampilkan banner di bagian bawah layar yang mengatakan kepada pemirsa di mana mereka dapat memilih dalam referendum pada Minggu ini. Warga Donetsk memang dapat menerima siaran saluran televisi Rusia 24.

Banner tersebut berisi lokasi dan jam voting. Para pemilih pun diminta membawa paspor. Pemberitahuan tersebut hanya ditampilkan pada saluran Russia 24, bukan pada saluran lain. Kendati demikian, Presiden Vladimir Putin menyarankan aktivis pro-Rusia di sana untuk menunda pemungutan suara mereka.

Tanggapan Pemerintah Ukraina

Dalam laman resminya, pejabat Presiden Ukraina Oleksandr Turchynov menyatakan pilihan menentukan nasib sendiri justru akan merusak Ukraina timur.

"Ini adalah euforia yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang sangat kompleks dan banyak orang sudah bisa merasakan. Mereka yang menyerukan kemerdekaan tidak menyadari bahwa itu adalah kehancuran penuh ekonomi, terutama program sosial dan kehidupan warga di daerah ini (Ukraina timur)," tulis Turchynovn dalam situs resminya.

Turchynov mengatakan pula keprihatinan dengan upaya kelompok separatis untuk mengubah Donetsk dan Luhansk menjadi daerah konflik, kehancuran ekonomi, dan tidak ada prospek. Ia pun menyerukan agar kelompok separatis tidak mengambil risiko atas kejahatan berat dan menyerahkan senjata mereka dengan imbalan amnesti.

Sementara itu, Kantor Komisi Pemilihan di Donetsk dikelilingi dengan karung pasir dan kawat berduri pada Sabtu 10 Mei pagi waktu setempat. Beberapa orang bersenjata yang memakai kupluk hitam tampak mendirikan tenda di sana. Mereka mengenakan pita oranye dan hitam yang telah menjadi simbol separatis pro-Rusia.

Beberapa aktivis terlihat memuat kotak suara ke dalam kendaraan minibus untuk distribusi ke tempat pemungutan suara. Menurut laman media sosial Komite Donetsk Central Pemilu, setiap penduduk berusia 18 tahun atau lebih tua yang dapat menunjukkan paspor dengan cap Donetsk wilayah pendaftaran berhak untuk memilih di sana.

Jajak pendapat akan berlangsung selama 14 jam untuk memberikan kesempatan warga masuk daftar pemilih. Panitia mengatakan, akses ke daftar pemilih terbaru telah dilarang Pemerintah Kiev.

Para aktivis mengatakan surat suara akan didistribusikan di dua daerah, Donetsk dan Luhansk. Namun, tidak jelas apakah mereka memiliki kapasitas yang cukup mendistribusikan ke seluruh wilayah.

Legitimasi Referendum Dipertanyakan

Apa pun hasilnya, referendum di Ukraina timur telah dikecam tidak sah oleh pemerintah sementara di Kiev, serta oleh beberapa negara Barat.

Kanselir Jerman Angela Merkel, misalnya. "Kami menganggap referendum besok (Minggu 11 Mei) tidak sah dan fokus pada pemilihan (presiden) pada 25 Mei di seluruh Ukraina," ucap Merkel pada Sabtu 10 Mei.

Pada awal pekan, Presiden Rusia Putin juga mendesak simpatisan pro-Rusia untuk menunda referendum dan mau terlibat dalam dialog damai.

Namun perwakilan dari kelompok-kelompok pro-Rusia di Donetsk dan Luhansk memilih untuk menggelar referendum. Mereka juga menepis anggapan Barat bahwa Moskow diam-diam mengkoordinasikan gerakan separatis.

Menurut jajak pendapat yang dirilis Kamis 8 Mei, mayoritas Ukraina setuju negara mereka harus tetap menjadi negara yang bersatu. Jajak pendapat yang digelar pada paruh pertama April 2014 menunjukkan bahwa 77% warga Ukraina ingin negara mereka tetap bersatu.

"70% di timur merasakan hal yang sama. Hal berbeda di Krimea, di mana 54% dari mereka yang disurvei menyatakan akan mendukung upaya memisahkan diri," kata lembaga jajak pendapat.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya