Liputan6.com, Houston - Badai sedang berkecemuk di permukaan Matahari. Badai matahari. Dan Bumi berada di garis bidiknya. Sang Surya siap melepaskan sebuah suar (solar flare) kelas-X -- jenis terkuat -- pada 10 September 2014 pukul 1.45 EDT atau 00.45 WIB, Senin 11 September 2014.
Suar dilecutkan dari bagian Matahari yang menghadap Bumi, yang dikenal sebagai Active Region 2158, yang sebelumnya juga menembakkan suar berkategori intensif. Kedua peristiwa cuaca angkasa itu ditangkap oleh satelit pengawas Surya, Solar Dynamics Observatory milik Badan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).
Suar surya yang ditembakkan belakangan memenuhi syarat sebagai badai X1,6. Untungnya, tak sampai membahayakan siapapun yang ada di Bumi, juga para astronot yang tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), demikian ujar pejabat NASA seperti Liputan6.com kutip dari SPACE.com, Kamis (11/9/2014).
Meski demikian, hidup sejumlah orang bisa jadi bisa terpengaruh oleh badai matahari.
"Dampak terhadap komunikasi radio berfrekuensi tinggi di sisi siang Bumi diperkirakan bertahan hingga lebih dari 1 jam," ujar peneliti Space Weather Prediction Center (SWPC) Badan Cuaca AS dalam pernyataannya.
Efek lebih lanjut bisa dirasakan kemudian pada pekan ini, jika bintik matahari (sunspot) juga menembakkan awan plasma superpanas yang dikenal sebagai coronal mass ejection (CME). CME seringkali disertai jilatan api kuat yang bisa memicu badai geomagnetik saat menghantam Bumi -- biasanya 2 sampai 3 hari setelah ledakan.
Badai geomagnetik bisa menimbulkan gangguan sementara pada sinyal GPS, komunikasi radio, dan pembangkit listrik. Juga memicu penampakan intensif aurora.
Menurut peneliti, erupsi yang terjadi Rabu kemarin berpotensi memproduksi CME.
"Informasi awal menunjukkan CME kemungkinan besar terkait dengan peristiwa ini. Namun, analisis lebih lanjut masih dilakukan."
Para ilmuwan mengklasifikasikan kekuatan jilatan api matahari atau solar flare menjadi 3 tingkat. C yang terendah, M menengah, dan X yang paling kuat.
Suar surya Rabu kemarin berkekuatan X1,6, namun yang terkuat terjadi Februari lalu. Saat bintang kita menembakkan suar raksasa X4,9.
Saat ini, Matahari berada di puncak -- atau mendekati puncak-- fase aktif siklus cuaca matahari yang berlangsung 11 tahun sekali, yang dikenal sebagai Solar Cycle 24.
Namun, Sang Surya relatif kalem selama Solar Cycle 24 --yang fase maksimalnya diyakini paling lemah dalam 100 tahun.
Sementara, Solar Dynamics Observatory milik NASA adalah salah satu dari beberapa pesawat ruang angkasa, yang secara rutin memantau Matahari untuk melacak aktivitas cuaca luar angkasa dan potensi risiko terhadap astronot dan satelit, terutama badai matahari. (Tnt)
Jilatan Api Badai Matahari Menuju Bumi, Berbahaya?
Ilmuwan mengatakan, badai matahari kali ini bisa mempengaruhi hidup banyak orang. Seperti apa?
Diperbarui 11 Sep 2014, 13:23 WIBDiterbitkan 11 Sep 2014, 13:23 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Produksi Liputan6.com
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Melanie Subono Unggah Foto Lawas dengan BJ Habibie, Curhat Tiket Pesawat Mahal dan Rupiah Anjlok
RUPST BNI Setujui Tebar Dividen Jumbo hingga Rombak Pengurus
Pemudik Diminta Waspadai 102 Titik Jalan Rusak di Lampung
Bank Raya Siapkan Community Branch selama Libur Nyepi dan Lebaran 2025
Lailatul Qadar Tanggal Berapa? Begini Prediksinya Menurut Pendapat Imam Gazali
Gara-gara Pilot Lupa Paspor, Pesawat United Airlines ke China Putar Balik ke AS
Pramono Gratiskan PBB Rumah, Apartemen, hingga Rusun di Jakarta, Berikut Syaratnya
Pengguna KRL Commuter Line Tembus 5,3 Juta di 5 Hari periode Angkutan Lebaran 2025
IHSG hingga Rupiah Melemah, BI Klaim Ekonomi Indonesia Tetap Stabil
Jay Idzes Tanggapi Rumor Dilirik Inter Milan usai Bawa Timnas Indonesia Taklukkan Bahrain
Hati-hati di Bulan Syawal, Setan Lagi Nunggu
Fahri Hamzah Masuk Jajaran Komisaris BTN, Nixon Napitupulu Tetap Jadi Direktur Utama