Liputan6.com, Houston - Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) hingga ISRO milik India ramai-ramai mengirimkan satelit, para astronot berani mati dipersiapkan untuk menjalankan misi sekali jalan, robot penjelajah Curiosity dikirim ke permukaannya untuk mencari tanda-tanda kehidupan di sana -- kalau bisa -- menemukan alien. Mars kini menjadi primadona tujuan penjelajahan angkasa luar.
Sebagai tetangga dekat Bumi dan kemiripannya dengan tempat tinggal manusia, Planet Merah adalah destinasi terbaik penjelajahan manusia ke angkasa luar. Namun, dari sisi jarak, ia bukan kandidat terbaik.
Tetangga Bumi lainnya, Venus berada lebih dekat, antara 38 juta hingga 261 kilometer. Sementara, Mars berada di 56 juta sampai 401 kilometer.
Ukuran Venus pun hampir sama dengan Bumi, juga punya kepadatan dan komposisi kimia yang nyaris serupa. Namun, mengapa planet yang mengambil nama dari Dewi Cinta itu tak jadi prioritas ekspedisi manusia?
Ternyata tak mudah mencapai daratan Venus. Satelit-satelit bikinan manusia yang dikirim ke permukaannya, paling lama bertahan hanya 2 jam, sebelum binasa akibat kerasnya kondisi di planet tersebut.
Kondisi yang keras itu termasuk tekanan atmosfer yang mencapai 92 kali lebih besar dari Bumi, suhu udara yang mencapai 462 derajat Celcius, aktivitas vulkanik yang kelewat ganas, kepadatan ekstrem atmosfernya yang sebagian besar terdiri dari karbondioksida, sedikit nitrogen, dan lapisan awan yang terbuat dari asam sulfat.
Untuk mengatasi kondisi ekstrem itu, NASA memutar otak dan akhirnya menemukan cara yang memungkinkan manusia memeriksa Venus secara dekat. Yakni, membangun kota yang mengambang di langitnya. Sebuah 'negeri' di atas lapisan awan asam sulfat yang sangat reflektif -- yang membuat permukaan planet itu tidak dapat dilihat jelas dari luar angkasa.
Para ilmuwan dari Direktorat Analisis Sistem dan Konsep atau Systems Analysis and Concepts Directorate di NASA Langley Research Center merancang sebuah konsep pesawat luar angkasa yang disebut The High Altitude Venus Operational Concept (HAVOC) untuk digunakan dalam misi ke Venus.
Seperti Liputan6.com kutip dari CNET, Senin (22/12/2014), roket yang lebih ringan dari udara tersebut didesain untuk melayang di atas awan yang menyelubungi Venus selama jangka waktu 30 hari, yang memungkinkan tim astronot untuk mengumpulkan data tentang atmosfer planet tersebut.
Tak seperti di permukaan Venus yang akan mematikan manusia, dengan melayang di atas awan, di ketinggian 50 kilometer, kondisi yang dialami di sana serupa dengan Bumi -- di mana tekanan atmosfer nyaris sama dan gravitasi yang hanya sedikit lebih rendah dari planet kita. Kondisi tersebut memungkinkan astronot tinggal relatif lama, juga secara efektif menghilangkan efek samping yang kerap terjadi selama tinggal dalam waktu lama di kondisi nol gravitasi.
Temperatur di ketinggian itu berkisar 75 derajat Celcius, yang jauh lebih panas dari Bumi, namun masih bisa dikendalikan. Berada di atmosfer Venus pada ketinggian tersebut juga menawarkan perlindungan dari radiasi Matahari.
Selanjutnya: Lebih Masuk Akal daripada ke Mars...
Lebih Masuk Akal daripada ke Mars
Lebih Masuk Akal daripada ke Mars
Ekspedisi ke Venus akan dilakukan dalam beberapa tahap. Seperti dijelaskan dalam situs IEEE Spectrum, yang pertama dikirim adalah satelit robotik yang akan melakukan pengecekan dan investigasi awal.
Berbekal data-data tersebut, sebuah misi berawak akan dikirim untuk tinggal 30 hari di atas Venus, lalu dilanjutkan misi yang terdiri dari 2 astronot yang akan berada di sana selama setahun dalam beberapa tahap. Puncaknya, NASA berambisi membangun koloni manusia secara permanen di kota yang mengambang di atas awan.
Jika kota itu berhasil dibangun, eksplorasi selanjutnya akan lebih sederhana. Yakni dengan mengirimkan balon Zeppelin -- balon udara berbentuk cerutu -- berawak yang berukuran panjang 130 meter yang diterbangkan menggunakan helium.
Balon udara itu akan dilengkapi Zeppelin yang lebih kecil, berukuran panjang 31 meter. Zeppelin itu akan memanfaatkan jarak terdekat Venus dengan Matahari -- dengan menyerap energinya lewat panel surya seluas 1.000 meter persegi yang terletak di atasnya.
Misi ke Venus tersebut akan menggunakan teknologi yang sudah ada, juga yang belum ada saat ini. Setidaknya butuh waktu 1 atau 2 dekade bagi manusia untuk mewujudkan ambisi tersebut.
Jika berhasil, progam ini bisa menyediakan cara bagi manusia untuk menemukan tempat tinggal lain di alam semesta. Di luar Bumi.
Langkah lain yang akan dilakukan NASA adalah mensimulasikan kondisi Venus di Bumi -- seperti halnya yang dilakukan terhadap Mars.
Para ilmuwan bahkan mengatakan, lebih masuk akal bagi manusia untuk mendekati Venus, sebelum mengirim manusia ke Mars.
"Venus punya nilai sebagai tujuan eksplorasi bahkan kolonialisasi manusia, namun sejauh ini hanya untuk melengkapi perencanaan ekspedisi ke Mars," kata Chris Jones dari Langley Research Center.
"Seandainya kita lebih dulu pergi ke Venus, kita bisa mendapatkan teknologi dan kemampuan untuk melaksanakan misi pengiriman manusia ke Mars." (Ein/Riz)
Advertisement