Marzuki Darusman: Indonesia Bisa Membujuk Korut

Meski yakin kondisi Korut bisa berubah, tapi Marzuki menyatakan harus ada pihak yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM di sana.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 25 Feb 2015, 18:47 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2015, 18:47 WIB
Kemunculan pertama Kim Jong-un setelah sebulan absen
Kemunculan pertama Kim Jong-un setelah sebulan absen (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia adalah satu dari sedikit negara yang terus membina hubungan baik dengan Korea Utara. Persahabatan bahkan diawali sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno -- yang memberi sebutan sebuah kultivar anggrek hibrida dengan nama pendiri Korut, Kim Il-sung: Kimilsungia.

Menurut pelapor khusus PBB tentang Korea, Marzuki Darusman,  dengan hubungan baik itu, Indonesia dinilai berpotensi memperbaiki kondisi negara yang kini dipimpin Kim Jong-un -- cucu Kim Il-sung.

"Indonesia punya hubungan bilateral yang baik dengan Korut," sebut Marzuki di pusat kebudayaan Amerika Serikat @America, Selasa (25/2/2015). "Kita bisa membujuk agar Korea Utara memperbaiki keadaan di sana."

Meski yakin kondisi Korut bisa berubah, tapi Marzuki menyatakan harus ada pihak yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM Korut.

Orang tersebut, tegas Marzuki, adalah Kim Jong-un. Sang Pemimpin Tertinggi atau 'Supreme Leader'.

"Korut sudah melalukan pidana kemanusian menurut pengadilan internasional. Dan yang bertanggungjawab adalah pemimpin tertinggi," sebut Marzuki.

Sebelumnya, laporan panel PBB yang dikeluarkan tahun lalu, mengumumkan temuan penyelidikan yang mengejutkan.

"Pemimpin Korea Utara menggunakan pembunuhan, penyiksaan, perbudakan, kekerasan seksual, kelaparan massal, dan pelanggaran lainnya sebagai alat untuk menopang negara dan meneror warganya agar tunduk," demikian ujar Komisi  Penyelidikan HAM PBB di Korea Utara dalam laporannya.

Komisi melacak dugaan pelanggaran langsung ke level tertinggi ke Korut.

Menanggapi temuan panel PBB, Korut atau Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) menolak laporan tersebut dan menyebutnya sebagai upaya melemahkan pemerintahannya.

"Itu tak lebih dari sekadar instrumen politik yang bertujuan menyabotase sistem sosialisme dengan cara menfitnah imej bermartabat DPRK dan menciptakan atmosfer tekanan internasional  dengan dalih 'perlindungan hak asasi manusia', " kata pemerintah Korut, dalam sebuah pernyataan. (Ein)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya