Presiden Ukraina: Ketegangan Separatis dan Pro-Rusia Mereda

"Kenyataan bahwa tidak ada tentara kami yang tewas beberapa hari ini, adalah indikasi jelas meredanya ketegangan secara bertahap".

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Mar 2015, 16:30 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2015, 16:30 WIB
Presiden Ukraina Tutup Layanan di Kawasan yang Dikuasai Separatis
Presiden Ukraina Petro Poroshenko memutuskan untuk menutup kawasan di timur negaranya, yang dikuasai pemberontak atau pro-Rusia.

Liputan6.com, Kiev - Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengatakan ketegangan antara tentaranya dan separatis pro-Rusia di bagian timur negara itu, telah berangsur-angsur mereda.

"Kenyataan bahwa tidak ada tentara kami yang tewas beberapa hari ini, adalah indikasi jelas meredanya ketegangan secara bertahap," jelas Poroshenko berbicara kepada saluran televisi 1+1 di Ukraina, seperti dikutip dari VOA News, Sabtu (14/3/2015).

Tetapi ia menambahkan, jika pertempuran berkobar lagi, Ukraina akan segera mendapat bantuan senjata dari negara-negara Uni Eropa. Ia tidak merinci negara mana yang berjanji memberikan senjata dan jenisnya.

Menteri Pertahanan Perancis Jean-Yves Le Drian bulan lalu mengatakan negaranya belum berniat menyediakan senjata berat bagi Ukraina. Kanselir Jerman Angela Merkel juga telah menentang pengiriman senjata ke Ukraina.

Ukraina dan pihak separatis bulan lalu menyepakati gencatan senjata di Minsk dan berjanji menarik mundur persenjataan berat mereka. Meski masih terjadi gempuran, pihak pemantau mengatakan gencatan senjata itu masih bertahan.

Sementara Ukraina mengatakan pertempuran telah mereda, organisasi HAM Human Rights Watch (HRW) pada Jumat 13 Maret mengatakan, pembatasan perjalanan yang diberlakukan pemerintah sangat menghambat penyaluran bantuan medis ke daerah-daerah konflik yang dikuasai pemberontak.

Hal itu disimpulkan berdasarkan wawancara HRW selama 10 hari dengan banyak pekerja medis dan korban di Ukraina timur. HRW mengatakan pembatasan perjalanan itu terutama menghambat pengobatan bagi penderita HIV, tuberkulosis dan pecandu narkoba.

HRW juga mengatakan peraturan itu telah menyebabkan kelangkaan obat di klinik dan rumah sakit di kawasan tersebut. (Tnt/Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya