Liputan6.com, Paris - Tiga serangan terjadi di 3 negara di 3 benua pada Jumat 26 Juni 2015. Salah satunya terjadi di dekat pabrik gas di dekat Lyon, Prancis . Pelakunya, yang diduga adalah Yassin Salhi (35), bahkan tega memanggal seorang pebisnis dan berfoto 'selfie' dengan korbannya.
Foto mengerikan tersebut kemudian dikirim lewat WhatsApp ke nomor telepon Kanada. Demikian menurut sumber pejabat yang namanya tak disebutkan, dengan alasan penyelidikan masih dijalankan.
Para penyelidik Prancis masih bekerja untuk menemukan identitas penerima kiriman foto itu. Sejauh ini, aparat belum mengonfirmasi laporan media yang menyebut bahwa orang yang tak diketahui identitasnya tersebut kini berada di Suriah -- yang beberapa wilayahnya diklaim sebagai teritori ISIS.
Tersangka utama, Yassin Salhi adalah seorang sopir truk yang diduga kuat punya keterkaitan dengan kelompok radikal. Adik perempuan dan istrinya kini masih berada dalam tahanan di Lyon. Keduanya diamankan sehari setelah ia menabrakkan truk ke gudang kimia perusahaan milik Amerika Serikat dan menggantung kepala bosnya di gerbang pabrik.
Di tempat terpisah, juru bicara Kementerian Keamanan Publik Kanada, Jean-Christophe de Le Rue mengonfirmasi bahwa pihaknya terlibat dalam investigasi kasus tersebut.
"Saya tak bisa berkomentar terkait masalah operasional keamanan nasional, namun kami membantu investigasi yang dilakukan otoritas Prancis," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari The Guardian, Minggu (28/6/2015).
Sejauh ini belum ada pihak ataupun organisasi yang mengaku bertanggungjawab atas peristiwa mengerikan di Prancis. Namun, pemenggalan diduga meniru cara eksekusi tahanan yang dilakukan ISIS.
Juru bicara Kejaksaan Prancis, Agnes Thibault-Lecuivre mengatakan, tersangka utama mulai buka suara pada para penyelidik, setelah ngotot mengatakan bukan ia pelakunya.
Meski tak mau memberikan informasi detil, Thibault-Lecuivre mengatakan, sejauh ini belum menemukan keterkaitan dengan pihak asing. Pihak penyelidik juga belum mengetahui di mana persisnya pemenggalan dilakukan.
Sesaat setelah kejadian, sejumlah orang diamankan aparat Prancis, 4 di antaranya dibebaskan. Di bawah UU Antiteroris Prancis, Salhi, istri, dan saudarinya bisa ditahan selama 4 hari sebelum diputuskan apakah mereka akan dibebaskan atau diperkarakan.
Kantor Kepresiden Prancis, Francois Hollande mengatakan, orang nomor satu di pemerintahan itu akan bertemu petinggi parlemen untuk membahas kasus tersebut pada Selasa depan.
Secara terpisah, Sabtu lalu, ratusan orang berdatangan untuk memberikan penghormatan pada korban, Herve Cornara dan mengecam kekerasan yang dilakukan. Puluhan lainnya mengheningkan cipta di Saint-Quentin-Fallavier, kota di tenggara Lyon, lokasi penyerangan terjadi.
Beberapa ratus orang juga berkumpul di luar sebuah pemukiman di kota Fontaines-sur-Saone untuk menghormati Cornara. Manajer sebuah perusahaan transportasi berusia 54 tahun itu mempekerjakan Salhi sejak Maret.
Para pelayat mengingat sosol Cornara sebagai pria yang rendah hati yang aktif secara sosial.
"Dia tinggal di lantai 5, saya di lantai 4. Korban berbicara dengan semua warga, juga pada yang lebih muda. Tak membedakan antara (non-muslim) dan muslim," kata Leila Bouri, kasir sebuah kafetaria.
Cornara juga dikenal sebagai sosok yang ringan tangan membantu orang lain. "Ketika saya mendengar ini, saya terkejut. Ini memalukan, "kata Leila Bouri. "Itu (pemenggalan) bukan ajaran Islam." (Ein/Ndy)