Liputan6.com, Washington DC - Sebuah fenomena ganjil mungkin dapat menjelaskan mengapa Amerika Serikat bagian tenggara akhir-akhir ini mengalami gempa.
Hal tersebut dianggap tak biasa karena wilayah tersebut terletak tepat di tengah-tengah lempeng tektonik -- bukan di tepian -- di mana seharusnya gempa jarang dirasakan.
Baca Juga
Menurut dugaan peneliti, peristiwa tersebut merupakan dampak dari pengelupasan area di bagian bawah lempeng tektonik Amerika Utara. Fenomena itu diyakini menyebabkan gempa bumi lain setelahnya, seperti gempa 5,8 skala Richter yang mengguncang Washington DC pada 2011.
Advertisement
Untuk mengetahui apa penyebab gempa bumi tersebut, seorang seismolog dari UNC Chapel Hill, Berk Biryol, dan beberapa rekannya membuat gambar 3 dimensi bagian teratas dari mantel Bumi.
Baca Juga
Bagian tersebut terletak tepat di bawah kerak Bumi dan terdiri dari bagian bawah lempeng tektonik yang bergeser di atas lapisan hangat cairan kental astenosfer--lapisan di bawah litosfer, di atas mantel bumi
Hasil gambar x-ray atau Sinar-X menunjukkan bahwa ketebalan lempeng di tenggara Amerika Serikat tak merata. Lempeng tersebut terdiri dari daerah yang padat dan tebal di mana batu tua berada, serta berkombinasi dengan area tipis yang terdiri dari batuan lebih muda yang kurang padat.
Menurut perkiraan peneliti, penyebab hal tersebut karena seiring berjalannya waktu, material baru bertambah ke dalam lempeng dan beberapa bagian lempengan terpisah, dan menyebabkan terbentuknya area dengan kepadatan lebih tinggi.
Dikutip dari situs sains LiveScience, Rabu (11/5/2016), gravitasi akan menarik area yang lebih padat menuju mantel bumi, dan pada beberapa potongan akan runtuh dan tenggelam ke dalam astenosfer.
Pada saat yang sama, untuk mengisi kekosongan yang terjadi akibat potongan yang mengelupas dari bagian bawah lempengan, bahan ringan dalam astenosfer akan pindah ke atas untuk mengisi ruang kosong tersebut.
Bahan ringan tersebut kemudian mendingin untuk menjadi bagian baru lempeng yang lebih tipis.
Di bagian lempengan yang patah atau mengelupas, akan menjadi lebih tipis dan rentan tergelincir di sepanjang jalur patahan sehingga menyebabkan aktivitas seismik.
Biryol memperkirakan bahwa aktivitas tersebut telah terjadi selama 65 juta tahun.
"Peristiwa ini biasanya terjadi dalam waktu yang lama. Skala waktu geologi adalah jutaan tahun," ujar Biryol.
Meskipun penelitian tersebut hanya mencari apa yang terjadi di masa lalu, dan bukan aktivitas seismik yang mungkin dapat terjadi pada masa depan, Biryol mengatakan bahwa orang-orang yang tinggal di bagian tenggara ASÂ tak perlu panik bersiap menghadapi gempa dalam waktu dekat.
"Menurut saya tak akan terjadi perubahan pada masa depan, setidaknya pada masa hidup kita dan era ketika cucu dari cucu kita masih hidup," ujar Biryol kepada Live Science.
"Proses geologis membutuhkan waktu yang lama dan tak ada yang dapat berubah dalam semalam," tambahnya.