Liputan6.com, New York - Para petinggi Partai Republik AS mengkritik komentar capres pilihan mereka,Donald Trump tentang asal-usul etnis seorang hakim federal.
Kini muncul kekhawatiran baru di Grand Old Party (GOP)--nama lain Partai Republik-- akan kemampuan Trump untuk mengendalikan emosi dan meredam kepribadiannya yang agresif dan ekstrem. Diharapkan, energi itu diperlukan untuk meningkatkan peluangnya dalam pemilu nanti.
Trump tantrum alias mengamuk pada hari Senin 6 Juni lali, selama conference call dengan para pendukungnya, sebagaimana dilaporkan pertama kali oleh Bloomberg News. Kemarahan itu disebabkan oleh kecaman yang diterimanya setelah melontarkan komentar rasialis terhadap Hakim federal Gonzalo Curiel.
Hakim Gonzalo adalah pemimpin sidang dalam kasus yang menentukan apakah Trump University--yang didirikan beberapa tahun lalu oleh miliader real estat tersebut-- merupakan sebuah penipuan atau bukan.
Trump mempertanyakan apakah Gonzalo, yang lahir di Indiana, akan bersikap adil mengingat ia adalah keturunan Meksiko. Ia mengatakan bahwa Gonzalo tidak menyukainya karena pebisnis tajir New York itu berniat membangun tembok antara Amerika Serikat dan Meksiko untuk mencegah masuknya imigran gelap. Ayah dari Ivanka itu lalu menjuluki Gonzalo sebagai 'pembenci Donald Trump.'
Para rekan-rekannya, anggota Kongres dari Partai Republik, sontak ramai mengkritik Trump, meskipun ia telah mengumpulkan cukup banyak delegasi pemilih untuk menjadi nominasi Partai Republik pada pemilihan presiden AS di bulan November. Para pemimpin dan ahli strategi partai berlambang gajah tersebut merasa cemas karena Trump telah mengucilkan banyak orang dan perlu memperlunak pendekatannya.
Namun selama dialog lewat telepon itu, Trump dengan murka mengecam para pengkritiknya dan mengatakan bahwa ia tidak akan menarik pernyataannya.
"Orang-orang yang mempertanyakan saya, mereka itulah yang rasialis," kata Trump merujuk kepada para wartawan seperti dilansir dari US News, Rabu (8/6/2016). "Saya akan menyerang mereka."
Ia mengatakan perwakilan dari tim kampanyenya juga bersalah karena mengirimkan pesan yang mengundang perdebatan kepada para pendukungnya untuk tidak mendiskusikan soal Trump University. "Abaikan saja pesan itu," katanya. Lantas Trump menambahkan: "Apakah kalian menerima pesan bodoh lainnya? Inilah sebabnya kenapa saya ingin melakukan pembicaraan ini, karena kalian terkadang menerima informasi bodoh dari orang-orang yang tak terlalu cerdas."
Petinggi Partai Kecam Donald Trump
Baca Juga
Donald Trump pun dibanjiri kecaman yang serius datang dari petinggi Parta Republik. Senator Richard Burr, dari North Carolina berkata, "Menurut saya komentar semacam itu tidak pada tempatnya."
Advertisement
Senada dengan Senator Ben Sasse, perwakilan Partai Republik dari Nebraska, yang sering mengkritik Trump, berpendapat bahwa pernyataan Trump adalah "definisi yang gamblang dari makna kata rasialis."
Segendang sepenarian, Senator Kelly Ayotte, Republikan dari New Hampsire berkata, "Menurut saya, komentar-komentarnya keliru dan bernada menyerang. Saya mengimbaunya untuk menarik ucapannya tersebut."
Pernyataan lain dari Trump yang juga provokatif dilontarkan pada akhir minggu lalu kepada CBS News. Trump diberi pertanyaan tentang apakah seorang hakim Muslim juga akan bersikap tidak objektif karena Trump telah mengusulkan pelarangan sementara bagi para Muslim untuk memasuki Amerika Serikat sebagai upaya untuk mencegah masuknya teroris. "Hal itu mungkin saja," jawab Trump. "Ya. Itu dapat terjadi, sangat mungkin terjadi."
Pernyataannya itu memicu Hillary Clinton, kandidat kuat capres AS dari Partai Demokrat untuk mempertanyakan amukan Trump.
Mantan first lady itu bertanya-bertanya apakah selanjutnya Trump akan menyatakan bahwa "hakim wanita tidak dapat memimpin sidang" karena wanita akan bersikap subjektif terhadapnya setelah beberapa komentarnya kerap bernada menghina kaum wanita.