Kurangi Polusi, Ilmuwan Ubah Karbon Dioksida Jadi Batu

Penelitian tersebut menjadi harapan baru untuk memerangi pemanasan global yang sedang dihadapi penduduk Bumi.

oleh Citra Dewi diperbarui 12 Jun 2016, 19:11 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2016, 19:11 WIB
Batu yang memerangkap karbon dioksida
Batu yang memerangkap karbon dioksida (Annette K Mortensen)

Liputan6.com, Reykjavik - Para ilmuwan telah menemukan cara cepat untuk mengubah karbon dioksida menjadi batu dan hasil penelitiannya telah diterbitkan dalam jurnal Science.

Penelitian bernama CarbFix yang bernilai $ 10 juta atau senilai Rp 133,3 miliar itu telah dijalankan selama 2 tahun dengan lokasi berada di 540 meter di bawah bebatuan Islandia.

Dikutip dari Daily Mail, Minggu (12/6/2016), para ahli mengungkapkan hal tersebut menawarkan harapan baru untuk membantu memerangi pemanasan global.

Ketika tim ilmuwan internasional memompa karbon dioksida dan cairan asam ke bawah batuan basal, kimia di dasar mengambil alih.

"Campuran asam melarutkan kalsium magnesium bebatuan dan membentuk batu kapur yang memerangkap gas secara permanen," jelas penulis utama studi dari University of Southampton, Juerg Matter.

"(Karbon dioksida) tak lagi menjadi gas," ujar Matter.

"Pada dasarnya, karbon dioksida berubah menjadi batu," imbuhnya.

Para ilmuwan yang telah melakukan uji coba serupa di laboratorium, berpikir bahwa proses tersebut dapat memakan ribuan atau bahkan ratusan ribu tahun. Namun hanya dalam dua tahun, 95 persen dari gas karbon dioksida yang ditangkap telah berubah.

"Hal tersebut yang kita harapkan...dan dalam beberapa hal justru lebih baik," ujar ahli geofisika dari Columbia University, David Goldberg, ia bukan bagian dari tim peneliti namun memuji hasil temuan tersebut.

"Apa yang terjadi di sini merupakan proses alami yang dipercepat," ujar Matter.

Temuan tersebut merupakan salah satu metode untuk memerangi perubahan iklim. Di samping untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil, temuan tersebut dapat menangkap karbon dioksida dari pembangkit listrik tenaga udara atau listrik.

"Penangkap karbon bukan peluru perak, namun dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi emisi karbon dioksida," ujar Matter.

Namun proses tersebut membutuhkan biaya mahal, terutama pada bagian menangkap karbon.

Setelah karbon dioksida ditangkap dari udara, cara menyimpannya merupakan masalah lain yang harus segera ditemukan solusinya.

Gas tersebut dapat disimpan di bawah tanah dan kadang-kadang disuntikkan dalam sumur minyak yang kosong. Namun terdapat kekhawatiran tentang pemantauan dan mencegah karbon dioksida melarikan diri.

Menyuntikkan gas ke basal dan membiarkannya diproses secara alami memang dapat mengatasi masalah tersebut. Namun proses tersebut dua kali lebih mahal daripada menyuntikkannya ke sumur tua.

Terdapat banyak batuan basal di seluruh dunia, di tempat-tempat seperti Pasific Northwest, India, dan Amerika Selatan, demikian menurut Matter.

Namun menurut Goldberg, tempat yang lebih menjanjikan adalah dasar laut penuh basal, ini juga merupakan tempat yang baik untuk menyimpan karbon dioksida.

CarbFix adalah uji coba berskala kecil -- menggunakan sekitar 15 emisi karbon Amerika -- dan kemungkinan dapat ditingkatkan dengan biaya rendah.

"Itu akan menjadi berita yang sangat baik," ujar ilmuwan Ken Caldeira dari Carneige Institution for Science.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya